Laga Eksekutor

Rencana Busuk Si Rubah Tua



Rencana Busuk Si Rubah Tua

0Pada siang hari, sinar matahari yang cerah menyinari bumi.     
0

Andre bersandar dengan santai di kursinya. Dia mengenakan celana bermotif bunga dan kacamata hitam, menikmati matahari.     

"Tuan!" Pak Rudi mendekat dan memanggil Andre dengan panik.     

Andre melepas kacamata hitamnya dan menyipitkan matanya, "Ada apa?"     

"Saya mendapat kabar bahwa sesuatu yang besar terjadi malam sebelumnya, dan itu terkait dengan orang yang Anda duga," kata Pak Rudi.     

Ketika mendengar kabar bahwa Mahesa kabur dari tempat kejadian, Andre tahu sesuatu akan terjadi. Kemudian, Pak Rudi mengamati pergerakan di Kota Surabaya dari dekat melalui salurannya sendiri selama dua hari, dan dia menyadari ada yang tidak biasa.     

Polisi memblokir semua berita pada malam kejadian. Jika bukan karena hubungan khusus, peristiwa luar biasa seperti itu akan menyebar di seluruh kota bahkan negara ini dalam satu malam.     

"Apakah kamu berbicara tentang Mahesa?" Andre tersenyum.     

Pak Rudi mengangguk, lalu mengatakan masalahnya lagi. Setelah mendengarkan laporan Pak Rudi, Andre tersenyum main-main. Dia menyesap anggur merah di sampingnya, "Jadi tidak jelas apakah dia masih hidup atau sudah mati sekarang?"     

"Ya, tuan."     

"Ini semua benar-benar dimulai karena dia. Dia bukan orang biasa. Kurasa dia tidak akan mati begitu saja. Mari kita bertaruh lagi, bagaimana kalau seratus juta? Terakhir kali aku lupa memasang taruhan," kata Andre menantang.     

Pak Rudi tentu saja ragu. "Tuan, saya tidak bisa memberi Anda 100 juta jika kalah taruhan."     

"Lupakan, aku hanya bercanda." Andre meletakkan gelas anggur, berdiri dan meregangkan tubuhnya, "Kali ini Kota Surabaya mungkin akan sangat ramai, mari kita tunggu dan lihat."     

"Tuan, yang paling mengejutkan saya bukanlah berapa banyak orang yang meninggal, tahukah Anda apa itu?" Pak Rudi mengangkat alisnya dan bertanya.     

Andre memandang Pak Rudi dengan bingung, "Apakah ada yang lebih menarik?"     

"Tentu saja!" Pak Rudi tersenyum, "Apakah Anda tahu mengapa Mahesa pergi?"     

Andre menggelengkan kepalanya.     

"Karena istrinya ditangkap," kata Pak Rudi.     

"Istrinya? Apakah dia benar-benar sudah menikah? Kupikir dia sedang bercanda." Pada saat kekacauan di KTV sebelumnya, ada seorang gadis bernama Tania di samping Mahesa. Andre bisa melihat bahwa gadis itu menatap mata Mahesa dengan penuh kasih sayang. Tapi ternyata pria itu sudah memiliki istri. Benar-benar tidak terduga.     

"Tapi tahukah Anda siapa istrinya?" Pak Rudi tersenyum lagi.     

"Oh, kamu tahu istrinya?" Andre bertanya sambil tersenyum.     

"Bukan hanya tahu namanya, tapi juga latar belakangnya yang tidak sederhana. Saya terkejut, kenapa wanita secantik itu mau menikah dengan Mahesa?" Pak Rudi juga merasa sangat aneh.     

"Berhentilah berbicara omong kosong, siapa istrinya?" Andre menatap Pak Rudi dengan ekspresi penasaran.     

"Widya, presiden Jade International." Pak Rudi mengatakannya dengan nada dramatis yang membuat Andre sangat terkejut saat mendengar berita itu.     

Widya memiliki banyak koneksi. Wanita yang kuat ini bahkan lebih cemerlang dari Andre. Meskipun usianya belum terlalu tua, ia telah mengembangkan Jade International dari sebuah perusahaan perhiasan berukuran sedang hingga kini menjadi pemimpin industri nasional. Ia bukan wanita yang sederhana.     

Dalam bisnis, Widya tidak ada duanya. Dalam kehidupan pribadi, dia juga memiliki wajah yang sangat cantik. Andre tidak mengerti mengapa dia menikah dengan Mahesa. Apakah Mahesa memiliki latar belakang yang tak bisa dianggap remeh?     

"Menarik, sangat menarik. Sepertinya kita harus menunggu sebuah pertunjukan yang bagus." Andre tersenyum.     

_____     

Sementara Andre dan Pak Rudi sedang berbicara, beberapa orang sedang duduk di atas kursi yang elegan.     

"Bagaimana menurutmu tentang ini?" Tanya seorang pria paruh baya berusia lima puluhan dengan rambut beruban.     

Empat orang lainnya saling memandang dan tidak berbicara.     

"Ada apa? Dia ternyata sangat kuat. Pada saat kritis, dia bisa kabur." Pria paruh baya itu mengerutkan kening, agak tidak senang.     

"Ini…" Keempat orang di depannya merasa malu.     

"Lihat dirimu masing-masing, sekumpulan orang kuat seperti kalian saja tidak bisa melawannya." Pria paruh baya itu berkata dengan kesal.     

"Pak Ardian, bukannya kita tidak mengatakan apa-apa. Sekarang hal besar seperti itu telah terjadi, jika kita mengambil kesempatan untuk bertindak, pasti akan menyebabkan kekacauan di Surabaya. Apakah dampaknya akan bagus?" Seorang pria dengan kemeja biru tua berkata.     

"Bilang saja kamu takut. Jangan lupa bahwa aku mempromosikan kalian semua. Apakah kalian bisa hidup nyaman sekarang? Aku tidak ingin bertanya apa-apa, tapi jika aku tidak menaikkan jabatan kalian, apa sekarang hidup kalian akan baik-baik saja?" Pak Ardian berkata dengan marah.     

Pak Ardian membentuk timnya sendiri agar dapat berperan pada saat-saat kritis. Dengan begitu, semua orang akan melihat bahwa dia sudah bekerja keras. Dia telah berada di posisi sekretaris selama bertahun-tahun, dan Pak Sonny telah menekannya tanpa henti.     

Dalam kejadian malam itu, lebih dari seratus petugas kepolisian harus gugur. Dan orang yang memimpinnya adalah Pak Sonny yang kebetulan mengambil kesempatan untuk menyelesaikan misi ini. Saat melihat Pak Sonny dalam masalah, Pak Ardian saat itu bergerak cepat agar dia bisa mengambil kesempatan.     

"Tidak, tidak, Pak Ardian, Anda salah paham, bagaimana kami bisa hidup hari ini tanpa Anda? Jangan khawatir, kami pasti akan mendukung Anda dengan segenap kekuatan kami." Pria lain dengan kemeja kotak-kotak jauh lebih pintar. Melihat Pak Ardian tidak senang, dia buru-buru mengatakan sesuatu yang positif.     

Mendengar ini, wajah Pak Ardian sedikit tenang, "Pak Sonny pasti akan beraksi lagi kali ini. Selama aku berhasil duduk di posisinya, kalian akan mendapat imbalan yang sangat besar."     

"Ah, tidak perlu, pak, Anda telah memberi kami cukup, apa yang kami lakukan sekarang adalah membalas Anda dengan baik."     

"Hei, jangan bicara omong kosong. Kalau sekarang aku bisa duduk di posisi Pak Sonny, aku akan dipindahkan ke kantor pusat. Setelah aku pergi, semua yang ada di sini akan menjadi milik kalian."     

Mendengar kata-kata Pak Ardian, mata keempat orang yang ada di depannya menunjukkan keserakahan.     

"Oke, ayo bergerak. Kalian semua harus memperhatikan dan jangan membuat kekacauan, jika tidak, aku tidak akan pernah menunjukkan belas kasihan lagi pada kalian," jelas Pak Ardian.     

"Ya, Pak Ardian, kami akan mengingat apa yang Anda katakan, dan kami akan pergi dulu untuk bergerak," kata pria dengan kemeja kotak-kotak.     

"Baiklah, pergilah." Setelah beberapa orang pergi, Pak Ardian menyeringai, "Pak Sonny, jangan berpikir kamu bisa mengalahkan diriku. Setelah berjuang selama bertahun-tahun, kali ini kamu akan kalah."     

Setelah meninggalkan tempat Pak Ardian, keempat pria tadi tidak pulang, tetapi pergi ke tempat lain. Mereka disatukan oleh Pak Ardian, tetapi mereka semua adalah polisi dengan status mereka masing-masing saat ini. Bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui prinsip dari Pak Ardian? Pria itu hanya ingin menggunakan mereka untuk mendapatkan posisi puncak. Di depan Pak Adrian, mereka semua harus terlihat bekerja keras, tetapi jika ada masalah, mereka tentu tidak ingin berada di posisi pria itu lagi.     

Jika Pak Ardian benar-benar menjebak Pak Sonny, maka tidak diragukan lagi bahwa hari-hari baik untuk mereka akan benar-benar datang, dan kemudian Kota Surabaya akan menjadi milik mereka. Tetapi jika Pak Ardian kalah dalam pertarungan, mereka pasti akan menanggung beban dan menjadi korban. Pada saat itu, mereka tidak akan pernah melarikan diri. Oleh karena itu, beberapa dari mereka merasa sangat ragu-ragu.     

"Bagaimana menurutmu? Kita hanya menjadi senjatanya," kata pria berbaju kotak-kotak yang tadinya tampak sangat yakin di depan Pak Ardian. Kini dia tampak ragu.     

"Senjata? Kurasa bahkan kita tidak sebagus senjata. Kita hanya menjadi umpan rubah tua itu!" Seorang pria dengan tubuh kekar membalas rekannya.     

"Lupakan, sekarang kita tidak boleh lengah. Jika Pak Ardian menang, kita semua akan mendapat keuntungan. Jika dia kalah, kita pasti akan kehilangan semuanya." Pria berbaju kotak-kotak itu menatap ketiga rekannya, "Aku pikir sebaiknya kita membuat rencana lain. Jika Pak Ardian menang, kita juga menang, tapi jika dia kalah, kita bisa melindungi diri kita sendiri. Bagaimana kita akan melakukannya, tentu aku tidak perlu mengajari kalian, kan?"     

Semua orang di sana mengangguk ketika mendengar ini.     

"Oke, ayo bergerak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.