Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MAAF



MAAF

0"Lina, maafkan aku, ya jika akhir-akhir ini aku selalu bersikap aneh. Percayalah aku sudah berusaha keras untuk menahan tidak mengingat kembali semua tentang Alea. Tapi, Aku merasa seperti benar-benar telah teror olehnya. Aku sampai tidak tahu harus bagaimana lagi, Lin," ucap Axel prustasi.     
0

"Sudahlah kamu fokus aja nyetir. Bicara nanti, saat kita di rumah, oke?" ucap Lina. Sebisa mungkin dia menunjukkan sikap tidak apa-apa. Tapi, sebenarnya... Intinya, Tidak ada manusia yang sangat tidak keberatan apabila pasangan hidupnya terus terbayang akan masa lalunya.     

"Terimakasih. Daripada kita ngobrol di rumah takut kedengaran oleh Susi Bagaimana kalau kita cari tempat lain saja yang kiranya nyaman untuk kita bicara supaya tidak kedengaran orang lain," usul Axel.     

Lina tersenyum. "Boleh kamu mau mengajakku ke mana Apakah ke tempat yang pernah kamu kunjungi bersama mendiang Alea dulu?" tanya wanita itu.     

"Tidak ini adalah tempat baru jika pun aku datang ke sana ya sama kamu tidak dengan yang lain."     

"Oke!"     

Tidak lama kemudian aksal memarkirkan mobilnya di sebuah cafe yang unik yang jadi trend masa kini coffee terbuka yang sangat instagramable. Jika biasanya cafe itu terdiri dari beberapa gazebo yang tersusun ini tidak, bangku-bangkunya tersusun rapi di halaman, langsung bersentuhan dengan langit dan bumi tanpa atap. Dihiasi lampu-lampu kecil berwarna kuning.     

"Wow... Xel... Ini, hahaha," Lina melihat tempat itu dengan takjub. Dia sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan agar tawanya tidak nyaring.     

"Bagaimana? Apakah kamu menyukai ini?" tanya pria itu.     

"Iya... jujur aku sangat suka sekali. Tapi, ini seperti anak muda banget, enggak sih?" tanya Lina.     

"Biarin emang kita belum tua kok kita kan masih muda. Apa salahnya jika datang ke sini?" tanya Axel. Seolah dia begitu menolak tua.     

"Ya sudah. Ayo, kita pesan minum dan makanan ringan saja. Kan, tadi sudah makan di tempat Arabella," ajak Lina. Justru sekarang dia lah yang terlihat paling semangat jika dibandingkan dengan Axel.     

Sambil menunggu pesanan mereka datang, Lina meminta agar suaminya menceritakan semuanya. Dia berjanji akan menerima. Lagipula, Alea juga sudah mati.     

"Memang benar apa yang dikatakan sama sahabat di kantor dulu. Aku adalah seorang pria pengecut yang lari dari tanggung jawab dan hanya menguntungkan diri sendiri. Tapi percayalah, Lin. Saat ini aku benar-benar mencintaimu. Demi kamu, aku rela melakukan apapun. Memang, aku akui. Setelah kupikirkan bagaimana aku menyikapi perasaanku terhadap Alea dan Wulan, Aku memang adalah seorang pria yang hanya mencintai diriku sendiri.  Namun, tidak dengan sekarang."     

"Iya, itu kan kamu dulu... Gak masalah, kok. Sekarang, kan kamu benar-benar mencintaiku. Memang, kamu ada salah apa sama Alea? Kalau memang dia mau meneror mu, kenapa tidak sejak dulu saja?" tanya Lina sedikit bigung dengan ini.     

"Awalnya aku juga berpikir demikian. Tapi setelah kembali ke pikirkan dengan baik dan mengingat semuanya, sejak dulu aku juga sudah tidak merasakan ketenangan dalam hidup. Menjalin hubungan dengan siapa saja selalu bermasalah tidak hanya dengan Wulan, tapi juga dengan kamu. Mana ada setelah menikah aku bisa langsung menerimamu pikiran kok malah ke wanita lain. Dan anehnya wanita itu sangat membenciku," jawab saya sambil tertawa konyol.     

"Merasa tidak tenang?" tanya Lina nampak berfikir keras. Dia tidak paham maksud dari tidak tenang itu.     

"Apakah kamu tidak ingat? Seperti apa awal pernikahan dulu perlakuan aku ke kamu? Berdakan dengan sekarang?" tanya Axel.     

"Terang saja aku belum Agnesia kamu seperti itu karena memang menikahiku karena pelampiasan cinta kamu bukan sama aku tapi masih sama sahabatku jadi wajarlah aku bisa memaklumi itu, "ucap Lina dengan tenang.     

"Terima kasih atas pengertian kamu memang aku tidak salah pilih mencari pelarian dan Ini akhirnya kau bukan pelarian ku lagi tapi dermaga tempat aku berlabuh untuk yang terakhir kalinya."     

"Sudahlah kamu jangan gombal lagi Aku penasaran ingin tahu memang kita Rara seperti apa sih dengan arahnya Alea? Sampai-sampai kamu mendatangi semua tempat yang pernah kalian datangi bersama seperti orang yang gagal move on," tanya Lina setengah meledek.     

"Aku tidak tahu dengan jelas aku hanya merasa kalau Alea itu sekarang sedang dekat banget sama aku dia mengawasiku. Awalnya aku sempet sih datang ke makan dia itu pun atas saran mama."     

"Saran dari mama? Maksudnya mama Elizabeth?" tanya Lina. Dia belum tahu maksud dan tujuannya makanya dia tidak habis pikir jika karena datang kemakan Alya membuat suaminya jadi seperti ini seperti orang yang gagal move on padahal jauh sebelum dia mengenal Axel dulu sedikitpun Axel tidak pernah teringat dengan gadis yang mendapat julukan psikopat itu.     

"Iya... Eh, Tapi kamu jangan salah paham dulu itu pun ada maksud dan sebabnya kok,"ucap axelo dengan segera menjelaskan sebelum terjadi kesalahpahaman, yang nantinya malah membuat Lina menjadi tidak hormat pada mamanya.     

"Maka, cepat jelaskan supaya aku tidak salah paham pada mama," jawab gimana sambil meletakkan kedua tangan untuk menopang dagunya sambil tersenyum memandang ke arah Axel menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan apabila keluar dari bibirnya.     

"Gambar kaki tidak pernah tahu dan kenal sama yang namanya Alea. Dia hanya sebatas mendengar dari seseorang saja seperti apa dia, termasuk kasus yang menyandungnya. Karena, memang aku tidak pernah mengenalkan dia pada mamaku.     

Lalu saat pernikahan q dengan Wulan berjalan hampir tiga tahun, Chaliya muncul. Dia membuat duniaku teralih. Kau tahu kan seperti apa? Wulan sampai gila menganggap Chaliya adalah jelmaan Alea." Seketika Axel menghentikan ucapannya. Dia sedikit geli juga mengatakan hal itu. Terlebih ketika mengingat bahwa dirinya juga pernah meladeni Wulan dan pergi ke Thailand guna untuk menyelidiki siapa Chaliya sebenarnya ia merasa seperti dia juga sudah gila saja. Karena, dia memang Chaliya, putrinya Thassane dan suaminya sudah meninggal saat dia masih dalam kandungan.     

"Hahaha iya aku ingat itu. Wulan marah marah dan berteriak mengatakan bahwa Chaliya adalah Alea si psikopat. Bahkan juga melaporkan ke polisi. Hanya saja polisi diam, tidak berbuat apa-apa. Karena, apa yang Wulan katakan tidak masuk akal dan tidak ada bukti."     

"Loh jadi waktu itu ulang sempat melaporkan Chaliya ke polisi?"     

"He'ehm!" jawab Lina sambil mengangguk.     

"Astagaaaaa!" Axel bahkan sampai harus menampol wajahnya sendiri.     

"Sudah cukup tertawanya sekarang lanjutkan ceritanya yang lagi," pinta Lina dengan nada dan ekspresi yang dibikin serius.     

"Ya begitulah... Sebenarnya, Chaliya itu cukup memberikan pelajaran kepada ku. Sebab dulu aku meninggalkan area dan melaporkan dia di saat dia benar-benar sayang dan percaya sama aku lalu di saat aku berada di puncak tertinggi rasa cintaku terhadap Chaliya ya dia juga meninggalkan aku kamu tahu kan kalau dia pergi di hari pernikahanku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.