Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SENYUMAN DI WAJAH TAK BERDOSA



SENYUMAN DI WAJAH TAK BERDOSA

0"Alea, sebagian besar dari anak-anak panti itu sudah pada sekolah. Besok bukanlah hari libur. Ibu khawatir jika mereka besok akan datang terlambat ke sekolah," ucap Yulita berusaha menjelaskan.     
0

"Ini kan masih sore kita semua juga masih belum makan malam. Kita tidak merayakan pesta sampai larut malam dan begadang. Cukup kita lakukan dengan makan malam dengan menu yang berbeda dan spesial untuk hari ini sebagai perayaan atas kenaikan jabatan yang ayah dapatkan."     

"Iya, Ayah, Ibu. Apa yang Chaliya katakan benar. Aku akan memesan makanan di restoran terdekat. Tidak sampai satu jam semua siap. Pas dengan waktu malam malam kita," sahut Dicky.     

Yulita dan Raffi saling memandang. Mereka berdua tidak langsung mengiyakan ide dari Dicky.     

Chaliya langsung menghampiri mereka berdua dan berkata, "Ayah, Ibu... ide Dicky itu benar. Kenapa kalian tidak segera meng-iyakan? Ya sudah, ayo katakan pada kakak-kakak yang bekerja, supaya tidak perlu menyiapkan makanan apapun untuk malam ini."     

Melihat tingkah manja istrinya Dicky hanya tersenyum. Dia berjalan mengikuti mereka bertiga dari belakang. Namun tiba-tiba ponselnya berdering sebuah panggilan masuk.     

"Halo," jawab pria itu.     

"Tuan semua sudah saya lakukan sesuai permintaan anda," ucapkan nelpon dari seberang sana.     

"Iya aku sudah tahu. Terima kasih ini kerja bagus," jawab Dicky kemudian dia ikut bergabung bersama istri dan kedua mertuanya bermain bersama anak-anak panti.     

"Sejak tadi kau hanya bermain dengan balita saja. Kenapa? Apakah kau tidak menyukai anak-anak?" tanya Chaliya.     

"Aku menyukainya. Hanya saja aku tidak memiliki kesenian yang bisa ku ajarkan pada mereka selain kesenian cara untuk merayu wanita," jawab Dicky sambil tertawa.     

"Ah, dasar kau ini! Kenapa sih, di saat aku serius kau malah bercanda?" ucap Chaliya kesal.     

"Aku juga serius, Sayang."     

Chaliya dan Dicky menyakitkan wajah-wajah tanpa dosa itu begitu ceria dan bahagia dengan makanan enak yang mungkin belum pernah mereka nikmati sebelumnya.     

"Kau lihat betapa bahagianya mereka? Anak-anak di sini tidak sampai seratus. Alangkah senangnya, apabila tiap minggu kita bawakan mereka nasi kotak spesial agar mereka sering tersenyum," ucap Chaliya tanpa sadar.     

"Iya sayang, idemu bagus," timpal Dicky.     

"Apakah kau mendukungku?" tanya gadis itu tanpa mengalihkan pandangannya pada anak-anak yang tengah bersukacita.     

Mereka berbahagia karena terpuaskan lidahnya tidak mengerti arti dari Apa itu jabatan ataupun uang.     

"Dick, apakah ini sebagian dari rencanamu?" tanya Chaliya. Kali ini, dia menoleh dan melihat wajah suaminya dengan serius.     

"Rencana yang mana? Apakah tentang pesta ini bukannya ini ide kamu aku hanya mendukung ide kamu saja dengan memesan makanan yang cukup untuk anak-anak panti dan para pengurus," jawab Dicky.     

Chaliya tersenyum penuh arti. "Kamu sebenarnya tahu kan apa yang aku maksud? Jawab saja dengan jujur nggak usah pura-pura bego, bego beneran, tau rasa loh!" ucap Chaliya.     

"Kamu bicaranya jangan ambil ku biar aku tahu. Kamu maksudnya ngomongin apa sih?"     

Mengangkat ayahku tiba-tiba menjadi seorang CEO adalah rencanamu, benar?"     

Dicky menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tertawa canggung kemudian berkata, "Ketahun, ya?"     

"Emangnya apa yang bisa kamu sembunyikan dari aku?"     

"Iya aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari kamu kok sangat cerdik dan juga pintar," puji Dicky.     

"Ya Sudah kok sudah istirahat ini sudah sangat larut bukankah besok kau harus pergi ke kantor untuk bekerja?" ucap Chaliya.     

"Aku nggak mau tidurnya sendirian peluk aku ya?" jawab Dicky manja.     

"Tidak masalah asal kamu jangan nakal aku tidak bisa melakukan selain memeluk dan mencium mu."     

"Baiklah aku mengerti aku akan berpuasa untuk itu karena ini juga salahku."     

Chaliya tersenyum. "Ya sudah kalau begitu ayo kita pamit pada ayah dan ibu untuk tidur lebih dulu," ucap wanita itu sambil menggandeng tangan dan menghampiri kedua orang tuanya.     

"Apakah kalian mau pulang ke rumah ini kunci rumahnya pulanglah lebih dulu dan istirahat lebih awal," ucap Ibu Yulita dan memberikan kunci rumah kepada putrinya.     

"Tidak perlu Bu kami akan tidur di sini saja tidak masalah soalnya Dicky besok kan pergi ke kantor biar dia bisa berpamitan pada anak-anak. Jika dia akan bekerja dan tidak ikut bermain seperti tadi tanpa takut kesiangan," jawab Alea.     

"Ya sudah jika memang kalian ingin bermalam disini juga tidak masalah. Hanya saja tempat tidur di sini tidak salahnya seperti yang di rumah alakadarnya saja," timpal pak Rafi.     

"Selama masih berada di dalam ruangan, kami sih tidak masalah Iya kan, Sayang?"     

"Ya sudah kalian cepatlah istirahat biar ini kami yang akan bahas kan nanti," ucap bu Yulita.     

Di dalam kamar berukuran 2,5x1,75m² itu duduk bersandar. Perutnya masih terasa kekenyangan tidak baik jika langsung berbaring apalagi langsung tidur. Karena menurut ahli gizi dan kesehatan setelah makan sebaiknya duduk dulu minimal setengah jam. Karena jika tidak itu bisa memicu asam lambung naik dan mengakibatkan penyakit maag dan lebih parahnya gerd.     

"Mau berapa lama kamu tinggal di sini?"     

"Dua hari lagi, apakah, boleh?"     

"Terserah kamu, Sayang."     

"Ya sudah ini sudah malam kita tidur saja, yuk!" ucap Chaliya. Meletakkan kepalanya pada dada bidang Dicky.     

Cukup lama hingga waktu menunjukkan pukul 11 malam wanita itu masih juga belum terlelap.     

Sementara dia melihat suaminya sepertinya adik sudah tidur.     

Chaliya merubah posisinya tidur miring membelakangi Dicky. Sebenarnya dia masih belum ngantuk. Hanya saja tidak tahu harus berbicara apa jika terus-terusan ngobrol dengan Dicky.     

Dia seperti kekurangan bahan pembicaraan, karena dia sangat menghindari obrolan yang berkaitan dengan Dwi. Membahas tempat tinggal pun juga pasti akan menyangkut pautkan dia.     

Jika boleh jujur hatinya masih terlalu sakit meskipun dia sudah memaafkan dan tahu itu bukan salah suaminya. Tapi tetap saja namanya juga wanita biasa, Bagaimana bisa tidak merasakan apa-apa apabila melihat suami yang benar-benar dia cintai melakukan hubungan badan dengan wanita lain selain dirinya.     

Jangankan melakukan hubungan badan, memuji wanita lain dan membandingkan dirinya dengan yang lain saja dia sudah sakit hati.     

'Sudahlah, Chaliya! Sakit yang kau rasakan ini tidaklah seberapa dibandingkan rasa sakit yang pernah kau berikan kepada ada orang lain,' batinnya. Berusaha menasehati diri dan membuat hatinya lebih kuat lagi.     

*****     

Waktu seolah berjalan begitu singkat. Tanpa terasa, ternyata Alea sudah menghabiskan waktu selama 3 hari di rumah kedua orang tua kandungnya.     

Setelah membiarkan selama 2 hari tinggal sendiri bersama kedua orangtuanya, ini saatnya dikit tiba menjemput istrinya untuk diajak kembaliini saatnya Diki tiba menjemput istrinya untuk diajak kembali.     

"Ayah ibu kami kembali dulu," pamit mereka berdua.     

"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.