Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SEGELAS SUSU UNTUK CHALIYA



SEGELAS SUSU UNTUK CHALIYA

0"Sayang, ini aku buatkan susu untuk kamu," ucap gigi dengan ekspresi wajah senang dan penuh senyuman ketika dia dari dapur dan membawa sebuah nampan.     
0

"Kamu cepat sekali bisa langsung membuatkan susu untukku? Padahal... " Chaliya melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya untuk melihat jarum menit. "Belum juga ada sepuluh menit kamu sudah menyelesaikan kilat sekali?" pujinya.     

"Aku tinggal ambil aja sebab aku sudah membayar via online. Jadi ya tinggal ngerebus air sambil unboxing, membikin, beres sudah," jawab Dicky.     

Chaliya tersenyum. Dia merubah posisinya yang semula berbaring jadi duduk bersandar. "Kamu tidak hanya membawakan aku segelas susu coklat. Apa saja itu?" tanyanya.     

"Tadi aku juga memesan kurma, buah pir dan juga delima. Aku tahu ini adalah tiga buah-buahan yang sangat bagus dan direkomendasikan untuk ibu hamil. Jadi kamu makan ya?" ucap Dicky.     

"Baiklah, aku akan memakannya hingga habis," ucap Chaliya dengan manja. Kemudian, ia menunduk dan memegang perutnya dengan kedua tangan sambil mengelus-elus dan berkata, "sayang papa membawakan kamu buah-buahan untuk dimakan. Jadi, kau harus menghargai usaha dan niat baiknya. Itu kamu makan sampai habis dan jangan dimuntahkan, oke?"     

Dicky melihat Chaliya yang kini tengah memakan buah-buahan yang dia bawa dengan lahap. Ia baru menyadari, kenapa akhir-akhir ini dia menjadi sedikit aneh dan manja. Tak tahunya, dia telah berbadan dua.     

'Kamu sangat cantik dan berparas lembut, Sayangku. Melihat dirimu yang seperti ini, siapapun pasti tidak akan percaya bahwa kau pernah melakukan kejahatan yang sangat sadis kepada sesama manusia. Tidak ada yang mengira bahwa dirimu seorang psikopat. Siapapun yang mengenalmu, mereka pasti beranggapan bahwa dirimu adalah seorang bidadari cantik berhati lembut dan dermawan,' ucap Dicky dalam hati.     

****     

"Apa? Jadi, nyonya hamil?" ucap Chris dan Dwi hampir bersamaan.     

"Iya, masa tuan Dicky yang hamil? Siapa lagi, coba jika bukan nyonya," ucap bibi pengurus rumah.     

"Bibi Ina tahu dari mana memang kakau nyonya sedang hamil? Atau jangan-jangan hanya menebak saja karena sikapnya yang akhir-akhir ini terlihat aneh?" tanya Dwi.     

"Tadi sepulang dari jalan-jalan tidak berselang lama datang seorang ojek online. Dia mengirimkan paket palu setelah Tuan membukanya berisi buah dan susu untuk ibu hamil. Apakah itu tidak cukup untuk meyakinkan bahwa nyonya sedang hamil?" ucap bibi Ina. Wanita berusia tiga puluh tujuh tahun, yang tak jarang suka sekali tampil seksi ketika sedang melakukan pekerjaan rumah.     

"Astaga... Syukurlah. Semoga mereka berdua berbahagia dan dikaruniai seorang anak yang tampan jika laki-laki cantik jika perempuan," ucap Dwi lagi.     

Namun, Chris mendadak terdiam tidak bergairah entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu.     

"Chris, kenapa kamu diam saja? Tidakkah kau senang dengan kabar ini?" tanya Dwi sambil memandang sahabatnya dengan penuh tanya.     

"Entahlah, Dwi. Aku tak tahu. Harus senang atau tidak. Akhir-akhir ini saja Nyonya sudah sangat jarang sekali membutuhkan kita. Dia sudah tidak lagi paranoid dan berani tanpa ditemani. Apalagi Sekarang dia sedang hamil, tuan, lebih sering meluangkan waktu untuknya. Mengurangi jam kerja, dan memperbanyak jam di rumah. Lalu, kita? Kita hanya pandai dalam bidang bela diri. Jika bayi itu sudah lahir, yang mereka butuhkan adalah seorang baby sister. Sementara satu pun dari kita tak bisa. Mungkinkah kita akan kembali ke asrama?"     

Mendengar penjelasan Chris Dwi pun juga mendadak terdiam. Air mukanya berubah drastis.     

"Kau benar. Sekarang, rasanya sangat canggung jika menghampiri nyonya ketika sendiri. Dia sangat begitu menikmati kehamilannya. Sering mendengarkan musik klasik dan mengajak ngobrol bayi dalam kandungan itu. Apalagi saat ada tuan."     

"Makanya. Mungkin kita perlu lain kali jika ada kesempatan bertanya langsung saja pada nyonya," jawab Chris lagi.     

Mereka berdua pun diam. Sama-sama membisu di depan meja TV. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa peduli dengan sereal yang tengah mereka tonton.     

Keduanya terperanjat ketika mendengar suara langkah kaki menapak di anak tangga. Selain tidak ingin terlihat kalau mereka tengah melamun mereka juga meletakkan kaki di atas meja guru guru mereka menurunkannya dan berdiri memberi sapaan kepada tuan mereka.     

"Selamat pagi, Tuan," siapa Christie dan Dwi bersama anak sambil tersenyum dan membungkuk memberi hormat.     

"Selamat pagi! Apakah kalian sudah sarapan?"     

Dua gadis itu saling berpandangan satu sama lain menahan tawa lalu menjawab, "Sudah, Tuan."     

Setelah majikan laki-lakinya keluar meninggalkan rumah mereka berdua terbahak. Bagaimana tidak? Menanyakan sudah sarapan apa belum saat waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Tentu saja bahkan jika ada sarapan untuk season 2 perut mereka juga masih kuat untuk menampung. Karena mereka berdua sudah sarapan sejak pukul 6 pagi.     

Tidak berselang lama, Chaliya pun juga turun dengan mengenakan pakaian dress warna biru muda. Ia terlihat sangat cantik dengan rambut yang dia warnai pirang digerai begitu saja.     

"Selamat pagi, Nyonya!" sapa mereka.     

"Selamat pagi," jawab Chaliya dengan wajah yang nampak sangat berseri.     

"Tanya mau ke mana perlukah kami menemani?" tanya Christie.     

"Aku cuma mau jalan-jalan di sekitar rumah saja. Jika kalian tidak keberatan, ayo!" jawab Chaliya.     

"Tentu saja tidak bukankah kami diundang ke sini dipekerjakan untuk menemani Nyonya? Namun kami merasa bahwa akhir-akhir ini sepertinya Nyonya sangat jarang sekali meminta kami untuk menemani. Nggak enak makan gaji buta," jawab Christie.     

Chaliya tersenyum. "Iya aku memang merasa lebih baik dan tidak ketakutan seperti sebelumnya."     

"Nyonya sedang hamil, kan?" tanya Christie langsung tanpa tedeng aling-aling.     

"Iya, Bagaimana kau bisa tahu?"     

"Bi Ina yang menceritakan pada kami semalam. Katanya dia melihat kalau tuan telah membeli susu untuk wanita hamil via online. Bahkan dia juga langsung membuka dan membuatnya untuk siapa lagi jika bukan untuk nyonya, kan?"     

"Iya, baru ketahuan kemarin. Saat kami ke rumah sakit untuk memeriksakan, ternyata sudah jalan 3 bulan. Kami benar-benar sangat tidak berfikir kalau aku tengah hamil. Soalnya selama ini aku mengira kalau penyakit maag ku kambuh jadi sering mual-mual. Ternyata... Aku sebentar lagi akan menjadi seorang ibu," ucap Chaliya sambil mengelus perutnya.     

"Kami tidak tahu harus bagaimana menyikapi berita ini nyah!"     

Chaliya melihat ke arah Chris. Kris mengatakan dia tidak tahu, apalagi dia jauh lebih tidak tahu apa maksud dari perkataannya itu. "Kenapa?"     

"Karena kalian adalah majikan yang sangat baik. Jadi pantas jika kalian mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa keturunan. Kalian pantas berbahagia. Namun, bagaimana dengan kami jika kalian sudah tidak membutuhkan kami lagi?" ucap Chris menunjukkan betapa sedihnya dia.     

"Kenapa kalian mesti bingung? Harusnya tidak perlu."     

"Iya kami mengerti. Kami masih bisa bekerja di tempat lain. Namun kami tidak tahu apakah majikan kami akan bisa sebaik kalian? Kami sedih hampir 1 tahun bekerja mengikuti kemanapun ia pergi, sulit rasanya bagi kami jika harus berpisah dengan nyonya. Jangankan dalam waktu lama akhir-akhir ini saja kami sudah merasa rindu padahal setiap hari juga bertemu. Namun, tidak selalu bersama seperti sebelumnya."     

"Sudahlah kalian tidak perlu khawatir. Tetaplah tinggal di sini selama kalian mau. Jika kalian ingin bekerja dan pergi berlatih silakan saja. Rumah ini terbuka lebar untuk kalian berdua," ucap thalia sambil tersenyum melihat kedua gadis muda di depannya yang sangat menyayangi dirinya.     

"Terimakasih nyonya. Kau dan tuan memang adalah yang terbaik."     

Sejak awal hingga akhir kebersamaan mereka bertiga, tetap Christie yang terlihat aktif dan banyak bicara. Sementara Dwi, dia hanya diam menyimak mendengarkan dan sesekali ikut tersenyum apabila mereka tertawa.     

Sejak awal dia memang cenderung sangat pendiam. Entah, apa yang ada dalam pikirannya. Jika diperhatikan dari raut wajah apalagi jika masuk ke dalam sorot matanya sepertinya dia tengah memikul beban yang sangat berat dalam pikirannya.     

Sebenarnya ingin sekali Chaliya ngobrol berdua saja dengan Dwi dan menanyakan apakah ada masalah? Jika dia mau bercerita dan tahu apa masalahnya, selama bisa pasti dia tidak akan keberatan untuk membantu mengatasi permasalahan yang dipikul oleh Dwi selama ini. Namun, sepertinya kesempatan itu sangat jarang ada. Karena peristiwa terus saja ngintilin mereka. Mungkin, jika memang Chaliya ingin ngobrol berdua saja dengan Dwi harus mengatur strategi Bagaimana caranya supaya Chris meninggalkan mereka.     

"Oh, iya Chris. Kamu tanya bibi, dia jadi tidak belanja kebutuhan dapur? Kalau jadi tolong kamu temenin ya. Katanya kemarin saat keluar dari supermarket ada seseorang yang mencurigakan mengikuti dia. Aku takut hal buruk mengintai dirinya jadi tolong kamu jaga dia, ok?" ucap Chaliya. Rupanya dia sudah menemukan ide tersebut.     

"Baik, Nyonya. Dwi, kamu temani nyonya di sini, ya?" ucap Chris kemudian berhambur pergi.     

Ia tahu dan yakin kalau hari ini bibi pasti akan keluar untuk berbelanja membeli kebutuhan rumah. Sebab semalam sebelum istirahat, dia sempat menemui dirinya dan mengatakan, kalau banyak bahan yang sudah habis. Habis dalam artian, hanya tersisa untuk beberapa hari saja. Bukan benar-benar habis tak tersisa dan tidak ada apabila dibutuhkan.     

Semalam, suaminya pun juga sudah memberikan sejumlah uang padanya, dan ternyata dugaannya tidak meleset. Tidak berselang lama gadis itu kembali dan berpamitan bahwa dirinya akan pergi menemani bibi berbelanja di supermarket. Jadi, kini tinggal ada Dwi dan dirinya saja.     

"Dwi kuperhatikan sejak tadi kamu banyak diam saja? Kenapa? Apakah kamu ada masalah?"     

Gadis itu nampak gelagapan dan sedikit salah tingkah, kemudian menjawab, "Tidak Nyonya saya baik-baik saja."     

"Yakin kamu baik-baik saja? Tapi aku melihat kamu tidak seperti sedang baik-baik saja? Maaf bukan maksudnya terlalu ingin tahu dan ikut campur dalam urusan mu. Kamu, kan bekerja disini masalahmu, juga bisa dianggap masalah kita. Jika kamu percaya, ceritakan saja padaku, selama aku bisa, aku akan berusaha kasih solusi," ucap Chaliya meyakinkan.     

Dwi masih diam. Untuk mengucapkan sepatah kata saja, dia sepertinya penuh dengan pertimbangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.