Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SEBUAH INFORMASI



SEBUAH INFORMASI

0Mendengar penuturan dari salah satu perawat itu Elizabeth terkejut. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri, kenapa dia bisa lengah dengan hal itu. Karena pikirannya hanya terfokus pada cucunya yang hilang.     
0

Lain halnya dengan Axel. Dia sudah pernah merasakan hal ini. Jika saja pikirannya tidak teralihkan dengan anaknya yang hilang serta keadaan Lina yang memburuk, mungkin dia sudah bertindak untuk ini.     

"Terimakasih atas informasinya. Ini untuk kalian," ucap Elizabeth. Memberikan sepuluh juta rupiah uang pada dua perawat itu lalu pergi.     

"Axel, ayo pulang!" ucap Elizbath buru-buru. Tiba di dalam mobil dia langsung menelpon anak buahnya dan meminta agar menangani kasus ini.     

"Kau tahu berita yang tengah menyebar mengenai anak dan menantuku, bukan?" tanya wanita itu dengan nada datar.     

"Iya, Nyonya. Tapi, bagaimana cara mengatasinya kami belum tahu," jawab seorang pria dari seberang sana.     

"Itu mudah. Pertama, hentikan penyebaran video tidak senonoh itu. Jika sudah, cari seorang pria dan wanita dengan ciri-ciri sama seperti Axel dan Lina, suruh mengaku sebagai mereka, siap dipenjara, dengan iming-iming uang masing-masing seratus juta," ucap Elizbath.     

Sementara Axel yang berada di sampingnya untuk mengemudikan mobil, cukup dibuat kagum oleh mamanya yang bisa dengan cepat menemukan ide atau jalan keluar. Tinggal, mendapatkan saja atau tidak.     

Setelah mamanya mematikan panggilan, Axel memandang ke arah wanita itu.     

"Mama hebat sekali, dalam mengatasi masalah sepelik ini?" tanya Axel. Sambil memuji.     

"Mama ini sudah berpengalaman mengatasi berbagai masalah. Tidak selalu dengan cara baik. Setidaknya, dengan begitu, nama baik keluarga kita akan kembali.     

"Aku hanya berfikir menarik video saja. Tapi, jika mencari seseorang untuk mengakui peran dalam video itu sama sekali belum terpikirkan," ucap Axel menerawang jauh.     

"Oh, iya. Apakah kira-kira Lina sudah bangun, Xel?" tanya Elizabeth mengalihkan pembicaraan.     

"Habis ini kita lihat saja, ya Ma."     

Begitu tiba di rumah mereka langsung menuju kamar Lina. Di ambang pintu, Elizabeth dibuat mengalah sampai tercengang melihat seperti apakah dan menantunya. Baru sehari saja dia tidak melihat kenapa, sekarang jadi separah ini?     

Bila nampak tengah sibuk dengan gulungan kain yang dibentuk seperti bayi. Dia menimbangnya dan menidurkannya sesekali dia menggendongnya lagi sambil berkata, "Anak mama yang ganteng pinter ya jangan nangis terus. Mama, ngantuk Sayang juga pengen tidur. Apakah kau haus?" Bentar, ya? Biar suster buatin susu," ucapnya pada gulungan kain yang sudah dia anggap sebagai anaknya.     

Setelah itu, dia berteriak, "Suster! Tolong buatkan susu untuk anak ganteng ini!"     

Mendengar panggilan Lina, suster yang dipekerjakan untuk menjaga Lina pun datang. Sebenarnya dia bukanlah seorang baby sister. Melainkan seorang perawat yang dikirim dari rumah sakit jiwa untuk mengawasi keadaan Lina.     

"Iya, Nyonya muda," jawab wanita itu.     

"Sus, tolong ya, buatkan susu untuk anak saya, kasihan dia. Sudah nangis. Asiku masih belum bisa keluar," ucap Lina, santun. Dengan tatapan yang memelas agar setelah itu mau ke dapur untuk membuatkan susu untuk putranya.     

"Ba... Baik, Nyonya," jawab wanita muda itu. Bingung. Harus dibuatkan benar atau tidak. Jika tidak, takut dengan mudahnya akan marah dan sedih karena, tadi pagi dia curhat padanya kalau dia bukanlah orang dari keluarga kaya. Terlahir miskin dan sejak kecil sudah menjadi yatim piatu. Andai di keluarga ini dia tidak dianggap, dia berusaha ikhlas. Jadinya, ya serba salah. Jika dibuatkan siapa yang meminum susu nya jika tidak nanti dia malah merasa kalau dirinya terabaikan karena bukan berasal dari keluarga bangsawan seperti suaminya.     

Wanita itu pun akhirnya menyanggupi membuatkan walaupun dengan yang paling kecil agar tidak terlalu banyak membuang susu.     

"Lina, kenapa kamu jadi seperti ini?" gumam Elizabeth dengan tubuh bergetar. Dia tidak menyangka, kehilangan putranya membuat mental menantunya bisa benar-benar tergoncang. Padahal, mereka sudah mendatangkan seorang perawat yang diutus oleh dokter dari rumah sakit jiwa ternama.     

"Aku tidak tahu mah sejak tadi pagi dia sudah seperti itu. Sibuk dengan kain yang digulung menyerupai bayi katanya itu anak kami," jawab Axel dengan wajah yang menyerah dan tak tahu harus berbuat apa.     

Elizabeth menggigit ujung telunjuknya. Dia berusaha mencari cara namun bukanlah solusi yang dia temukan melainkan sesuatu yang tadi siang dikatakan oleh Chaliya. Wanita itu mengaku bahwa dia adalah Alea yang pernah disakiti oleh Axel putranya.     

Walaupun saat kejadian itu dia berada di luar negeri, sedikit banyak dia juga tahu seperti apa kasusnya. Sebab Axel lah yang menangani kasus tersebut dan menjadi intelijen yang menyelidikinya.     

Termasuk kasus Rafi ayah kandung Alea yang dibuat gila. Alea, walau tidak memiliki hubungan dengan seorang mafia, dan bisa dikatakan dia adalah manusia biasa. Tapi, cukup berbahaya juga. Mungkin, karena dia psikopath, dia menjadi liar luar biasa dan dia tetap melakukan ide itu walaupun terkesan sangat gila.     

"Axel, lebih baik kita datangkan dokter saja untuk memeriksa keadaan Lina. Periksa darahnya ada kandungan apa saja," ucap Elizbath. Dia tidak ingin semuanya jadi terlambat.     

"Maksud Mama, apa?" tanya Axel sambil mengernyitkan dahi.     

"Kita tidak tahu obat apa yang diberikan oleh suster itu. Daripada kita mengambil Sevenfold obat dan membawanya ke laboratorium lebih baik langsung memakai darah Lina saja," jelas Elizabeth tanpa mengalihkan pandangannya dari menantunya.     

"Maksudnya Mama mencurigai suster itu melakukan hal buruk terhadap, Lina?" tanya Axel.     

"Mama sendiri juga tidak tahu Mama curiga apa tidak. Mama tahu berprasangka buruk itu tidak boleh dan sangat dilarang untuk agama manapun. Tapi, antisipasi dan waspada itu dianjurkan, bukan?" jawab Elizabeth.     

"Baiklah Ma. Aku akan mengajaknya keluar tanpa mengajak suster," bisik Axel pada mamanya.     

"Ya sudah, mama istirahat dulu," ucap Elizbath. Kemudian pergi meninggalkan kamar putra dan menantunya. Dalam kondisi seperti ini, pasti Lina hanya ingin bersama suaminya saja. Apalagi, dia sendiri juga merasa lelah karena perjalanan pulang pergi sendirian ke Bandung. Belum lagi, luka pada lengannya yang baru saja selesai di jahit terasa sakit dan mulai nyut-nyutan.     

Axel melangkah perlahan. Dia duduk di tepi ranjang memperhatikan keadaan istrinya yang kian memperihatinkan. Sebenarnya ia tidak bisa mengikuti jalan pikiran Lina yang mulai tidak waras. Tapi, mengingat wanita itu yang sudah banyak mengorbankan perasaannya menikah dengannya dulu. Terpaksa dia lakukan demi kebaikan Lina. Dia takut, jika tidak di iyakan merasa dirinya dianggap aneh. Oleh semua orang.     

"Apakah dia sudah tidur?" Rasanya canggung sekali Axel bertanya seperti itu.  Jelas-jelas itu adalah gulungan kain yang menyerupai bayi. 'Ah, anggap saja, kami bermain bayi-bayian seperti di masa kecil dulu. Bersama Wulan, Aldo dan temannya yang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.