Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENCARI DALANGNYA



MENCARI DALANGNYA

0Lagipula Elizabeth jika sudah merasa pusing dengan suara yang ditimbulkan dari ujung tongkat yang berbenturan dengan lantai itu. Makanya dia mengucapkan pendapatnya agar papanya menghentikan apa yang dia lakukan.     
0

Ternyata benar. Ucapan Elizabeth bisa membuat papanya menghentikan langkahnya. Dia diam berdiri di tempatnya sambil memandang kearah Elizabeth yang baru saja mengeluarkan pendapat.     

"Itu masuk akal juga. Tapi untuk apa dia menginginkan anaknya Axel kalau memang dia inginkan dia lagi kenapa tidak bayi yang lain saja? Yang menculiknya mungkin lebih mudah tidak sesulit untuk masuk ke, sini," tanya kakak Hardi.     

"Elis juga tidak tahu, Pa. Mungkin saja mereka ada dendam pada kita," jawan wanita itu menyerah. Karena dia tidak memiliki gambaran siapa kira-kira yang melakukan tindakan tersebut.     

"Apakah selama ini kita punya musuh? Musuh ada tapi jika menjadikan seorang bayi menjadi sandera sepertinya tidak masuk akal. Karena dalam dunia bawah tanah sekalipun, bayi diambil mereka akan berfikir lawan bisa memiliki anak lagi. Dan lagi mengasuh bayi itu bukanlah hal yang gampang. Kita semua tahu itu."     

Axel dan Elizbath hanya diam. Sementara di dalam kamar, Lina terus menangisi anaknya yang tak kunjung ketemu. Untung saja dia dibantu oleh dokter kejiwaan, psikolog dan diberi obat penenang. Jika tidak, tidak menutup kemungkinan wanita itu menjadi gila.     

"Ya sudah ini sudah malam. Kalian cepatlah istirahat. Pencarian kita lakukan kembali besok," ucap kakek Hardi pada cucu dan putrinya.     

"Baik, kakek."     

"Baik, papa," ucap mereka bersamaan     

Axel memasuki kamarnya. Di sana, di sebuah tempat tidur berukuran king size istrinya tengah tidur pulas di bawah pengaruh obat penenang.     

Sementara, seorang suster duduk di kursi sebelah ranjang. Dia di sana untuk memastikan agar tidak baik-baik saja.     

"Sudah berapa lama dia tidur, Suster?" tanya Axel.     

"Jangan Lina sudah saya tidur sejak 20 menit yang lalu Tuan," coba wanita berseragam serba putih tersebut sambil berdiri dan duduk dengan tangan menyilang didepan.     

"Oh, terimakasih, ya Sus. Sekarang, anda bisa ke kamar dan istirahatlah. Besok anda harus bekerja lagi," ucap Axel penuh wibawa.     

"Terimakasih, Tuan," ucap suster itu kemudian undur diri meninggalkan kamar majikan dan pergi ke kamar yang sudah disediakan untuk dirinya, selama bekerja di rumah itu.     

"Axel memandang teduh wajah Lina. Ia merasa iba. Dia membenarkan slimutnya. Kemudian mengecup kening lalu berbaring di sebelahnya lalu tertidur.     

Sudah satu jam lebih Elizabeth di dalam kamarnya tidak bisa tidur. Dia bingung terus membolak-balikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Bahkan tidak jarang pula dia bangun meninggalkan kamar untuk pergi ke dapur sekedar mengambil minum. Dalam satu jam saja dia sudah menghabiskan air putih hampir sebanyak satu liter. Bolak balik ke kamar mandi juga tak bisa dihitung lagi.     

"Siapa kira-kira yang melakukan ini? Kalaupun lawan yang merasa kalah tender, harusnya dia menelfon dan meminta agar Axel melepaskan tender yang dia dapatkan. Bukan terus diam seperti ini," pikir Elizabeth.     

Dia tak habis pikir. Semalaman penuh ia tidak bisa tidur. Hingga ketika waktu menjelang pukul empat dini hari, tiba-tiba wanita itu teringat akan Chaliya. Siapa tahu saja dia melakukan karena dendamnya. Sementara, wanita itu tidak butuh apa-apa. Pekerja, uang atau kedudukan. Dia sudah memiliki hidupnya sendiri tanpa saingan. Menggunakan kecantikan dan butuhnya yang bagus juga sudah bisa menghasilkan uang dari endorse beberapa brand kecantikan.     

"Apa jangan-jangan yang melakukan semua ini Chaliya, ya?" Pikir Elizabeth. Meskipun dia tidak tahu atas dasar apa dia menuduh wanita itu. Hanya saja dia merasa yakin bahwa Chaliya dalang di balik semua ini. Walaupun, dendam apa pada keluarganya, hingga membuatnya berbuat separah ini.     

Membuat malu pergi dari pernikahannya dengan Axel sudah, masa iya harus menyebar video tak senonoh di depan publik saat perayaan besar yang dihadiri oleh banyak orang dari berbagai kalangan, selalu menculik anak Axel dan Lina.     

Karena terlalu fokus dengan bayi yang hilang, mereka tidak mebyadari dan menindak lanjuti tentang Video itu. Mereka menjadi lengah, hanya terfokus pada bayi yang hilang tanpa memikirkan seperti apa penyebaran video itu di dunia maya.     

Di dalam rumah keluarga Wijaya mereka sudah pusing memikirkan Bagaimana cara menemukan dan bisa membawa pulang kembali putra Axel dan Lina dalam keadaan selamat dan sehat seperti sedia kala.     

Namun di luaran sana orang-orang sibuk mempergunjingkan tingkah laku mereka yang tidak semangat dan dianggap tidak memiliki norma. Manusia berpendidikan tapi kelakuan seperti bintang.     

"Aku harus segera pergi, pagi ini," ucap Elizbath pada dirinya sendiri. Dia berkemas dan meninggalkan rumah tanpa berpesan pada siapapun. Bahkan ketika Pak Supri sopir yang akhir-akhir ini selalu mengantarkan dirinya menawarkan diri, Elizabeth juga menolak.     

"Nyonya, mau ke mana? Apakah perlu saya antar?" ucap pria berusia empat puluh tahun tersebut.     

"Tidak usah, Pak. Saya akan pergi sendiri saja," ucap Elizbath.     

"Oh, baik Nyonya."     

Merasa tidak enak, dan janggal dengan nyonya-nya. Pria itu pergi ke dapur untuk menemui asisten rumah tangganya. Dia berpesan jika ada yang mencarinya, dia ada urusan sebentar.     

Pak Supri menyupie pelan-pelan. Ia berusaha bagaimana supaya tidak ketahuan. Namun, ketika wanita itu mengarahkan mobil menuju gerbang tol ke Bandung, ponsel pak Supri berdering.     

"Waduh, mateng aku ketahuan," keluh pak Supri dengan tampang melas dan siap kena omelan.     

"Halo, Nyonya," jawab pria itu.     

"Pak Supri, sejak kapan anda menjadi tidak nurut dan kepo dengan urusan saya?" ucap Elizbath dengan nada datar.     

"Oh, ketahuan, ya? Hehe maaf nyonya. Bukan maksud saya buat kepo dan membangkang. Tapi, melihat anda seperti tidak tidur saya khawatir, makanya saya bersikeras untuk mengikuti anda, maaf ya Nyonya."     

"Di maafkan asal anda langsung pulang saja!" jawab Elizbath.     

"Baik, Nyonya." Akhirnya pria berusia empat puluh tahun tersebut putar balik dan kembali ke rumah.     

Benar saja, saat ia tiba di rumah tuan besar Wijaya mencari keberadaan Elizabeth. Ia bingung harus bagaimana. Memberi tahu apa tidak. Dia tahu, jika nyonya nya meninggalkan rumah sejak pukul lima pagi tadi dan menuju gerbang tol Bandung. Tapi, jika dia mengatakan pada tuan besar atau pada tuan Axel malah takut kena marah.     

"Kemana sebenarnya Elisabeth pergi sebagi ini? Tidak ada kamu kamu juga tidak dapat dihubungi. Tidak mungkin kan dia pergi ke pasar tradisional untuk membeli sayur dan buah serta ikan?" teriak sang kakek pada siapapun yang sudi mendengarnya.     

"Kenapa kalian semua diam? Apakah kalian tidak tahu?" tanya sang kakek lagi pada para pelayan yang ada di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.