Cinta seorang gadis psycopath(21+)

CEMBURU?



CEMBURU?

0"Siapa yang perhatian? Kamu geer deh!" timpal Dicky sambil tertawa.     
0

"Lalu, untuk apa kamu menanyakan hal itu jika tidak perhatian namanya?" tanya Chaliya tidak terima.     

"Karena ini aku menuju perjalanan ke rumahmu. Jika masih terbuka semua kan enak aku tinggal masuk. Jika tidak, maka jangan biarkan aku menunggu terlalu lama di depan pintu gerbang rumahmu," jawab Dikcy.     

"Baiklah sekarang kamu ada di mana? Kira-kira berapa menit lagi sampai rumahku?" tanya Chaliya sambil mendesah kesal.     

"Aku sudah berada di sekitar rumahmu. Keluar saja bukakan pagar untukku," jawab Dicky kemudian langsung mematikan panggilan.     

Tak tahu sudah tiba di mana Dicky, Chaliya langsung beranjak begitu saja menuju ke pintu gerbang. Jika saja itu orang lain, pasti dia masih menunggu kepastian sampai dimana orang itu. Sebab, dia tidak terbiasa membiarkan pintu pagar terbuka lebar terlalu lama, dan juga dia jika tidak mau kalau dia yang menunggu di depan pagar lama-lama. Entah kenapa dengan Dicky seperti ini. Pria itu seperti memiliki magic yang tidak bisa dia tolak apa yang diperintahkannya.     

Setelah membuka pagar dengan lebar, itu mencoba melihat keadaan di luar. Tepat di depan rumahnya di seberang jalan sana sebuah mobil Ferrari warna merah sudah terparkir di sana entah sejak kapan.     

"Bukannya itu mobil milik Diki?" gumam Chaliya lirih yang ditujukan pada dirinya sendiri.     

Saat mobil itu mengklakson, wanita itu tertawa. Bagaimana bisa dia berkata akan sampai jika sebenarnya dia pun sudah sampai tujuan? Pikirnya.     

"Katanya kamu masih berada di jalan? Kok nggak ngomong, sih?" tanya wanita itu saat Dicky sudah keluar dari mobil.     

"Kan, benar Sayang. Aku masih berada di jalan. Namanya sampai, ya sekarang ini. Sudah masuk ke dalam rumah," timpal Dikcy sambil terkekeh.     

Chaliya melotot memandang pria di depannya. Dia merasa telah dipermainkan.     

"Kamu kok melotot gitu, sih? Kan, bener apa yang aku katakan. Tadi, aku juga ada ngomong kan sama kamu lama nggak nya aku tergantung kamu. Jika kamu lama membukakan pintu untukku, jelas aku juga tidak akan segera sampai dan masuk ke dalam rumah ini," ucap Dicky lagi. Menjelaskan.     

"Iya deh iya kamu benar! Aku yang salah dan tidak segera paham dengan maksud kamu. Kamu sih ngomongnya ambigu banget," protes Chaliya sambil memanyunkan bibirnya.     

Dicky tersenyum memandang ekspresi wanitanya. Ia menjadi kian gemes saja. "Dih, ngambek ya? Iya kan kamu ngambek?" goda pria itu sambil menggelitik perut Chaliya.     

"Nggak, kok. Siapa juga yang ngambek?" jawab Chaliya sambil buang muka.     

Tak tahan dengan ekspresi Chaliya yang sangat menggemaskan, pria itu langsung mengangkat tubuh Chaliya dan menggendongnya membawa ke atas sofa.     

"Hey, Dick! Apa yang kau lakukan?" pekik wanita itu. Dia terkejut dengan apa yang Dicky lakukan.     

"Kamu ini tanya apa? Apa yang aku lakukan? Tentu saja sekarang aku telah menindihmu," jawab Dicky ketika dia sudah telungkup di atas tubuh Chaliya yang ia baringkan di atas sofa.     

"Kalau sudah begini kamu mau apa?" tanya wanita itu dengan tatapan menggoda sambil menunjukkan senyuman genit dan nakalnya.     

"Kamu pikir apa? Haruskah aku mengatakannya?"     

"Sepagi ini dan kau baru saja tiba? Aku yakin kalau kamu masih belum sarapan di rumah. Apakah kau tidak mau makan sesuatu dulu?" tanya Chaliya yang tidak menunjukkan penolakan terhadap Dicky.     

"Ya aku memang belum sarapan dan sekarang aku ingin makan kamu terlebih dahulu sebelum makan yang lain," jawab Dicky sambil menenggelamkan wajahnya pada leher jenjang Chaliya.     

"Kenapa kau sekarang jadi nakal sekali sih, Dick?" ucap Chaliya sambil menjambak rambut Dicky.     

"Nakal? Tapi kamu menyukainya kan? Setiap kenakalan kamu juga tidak pernah menolak," jawab Dicky sambil menggigit leher Chaliya.     

Saat ia mengangkat wajahnya menjauh dari tubuh Chaliya dia memperhatikan dada Chaliya yang terdapat banyak bekas cupang di sana.     

"Apakah kamu lakukan dengan Hengky?" tanya Dicky. Melihat Dari gelagatnya sepertinya pria itu sedang cemburu.     

"Ya, dia memasang obat perangsang pada minumanku," jawab wanita itu jujur.     

Seketika, Dicky pun beranjak dari atas tubuh Celia ia duduk disebelah wanita itu tanpa mau memandang ke arahnya.     

"Kau yakin dia memasang obat perangsang? Apakah kamu tahu pasti?" tanya pria itu dengan ekspresi marah yang tak bisa disembunyikan lagi.     

"Tentu saja aku yakin aku melihat dia memasukkan sesuatu ke dalam air minerku. Setelah aku meminum air itu hingga setengah botol, tiba-tiba aku merasakan reaksi yang aneh. Aku sangat ingin berhubungan badan dengan siapapun yang ada dan itu tidak bisa ditahan. Selain itu, aku merasakan sensasi panas dari dalam tubuhku. Aku panik dan gugup karena... "     

Dicky meletakkan tunjuk tangan kanannya di depan bibir Chaliya. "Cukup. Aku tidak mau mendengar lagi penjelasan darimu. Aku percaya apa yang kau katakan. Sekarang, aku mau apakan dia?" tanya Dicky dengan serius. Dia tidak mau marah dan berantem dengan Chaliya. Yang ia inginkan saat ini hanyalah bisa menikah dan hidup bersama selamanya dengan Chaliya.     

Belum juga wanita itu menjawab pertanyaan Dicky, malah keduluan dengan suara perut lapar nya yang keroncongan.     

Mereka pun saling pandang lalu sama-sama tertawa. Terlebih dik ih dia merasa sangat konyol dengan apa yang terjadi pagi ini.     

"Kau lapar?" tanyanya sambil tertawa garing.     

Chaliya diam menahan malu. Memandang pria dihadapannya dengan kedua matanya yang bulat kemudian ia mengangguk pelan.     

"Hahaha kenapa kau tidak katakan kalau kau lapar atau belum sarapan?"     

"Kan aku sudah mengajak dan menawar ibu untuk sarapan dulu. Tapi tadi kamu malah bilang katanya mau makan aku dulu," jawab Chaliya.     

"Oke baiklah Apakah sekarang kamu sudah masak? Jika belum kita keluar saja cari makanan di luar," usul pria itu.     

"Aku menawari mu artinya aku sudah menyiapkan makanan untukmu. Kok tahu kan selama ini kalau aku tidak suka jajan diluar? Aku tuh lebih suka makanan rumahan karena tidak ada yang masakin buat aku ya aku masak sendiri."     

"Oke baiklah kalau gitu kita sarapan saja dulu apa yang kamu masak?" tanya Dicky .     

"Kali ini aku tidak menyiapkan roti bakar dan sandwich. Aku membuat roti parata dan kari. Bagaimana? Apakah kau suka?" tanya Chaliya ragu.     

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku menyukai roti prata dan curry. Di mana? Masih hangat, atau sudah dingin? Mari, kita sarapan!" ajak Dicky dengan semangat.     

"Ada di meja makan dan aku yakin pasti masih hangat," jawab wanita itu lalu beranjak dan mengekor dibelakang Andra menuju meja makan.     

Chaliya senyum-senyum sendiri ketika mengingat seperti apa ekspresi Dicky yang memperlihatkan bahwa dirinya cemburu. lucu dan menggemaskan sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.