Cinta seorang gadis psycopath(21+)

TEMAN BAIK SELAMANYA



TEMAN BAIK SELAMANYA

0Chaliya terlihat murung dan tertekan. Ia memasang wajah heran dan bertanya pada Lina, "Kau? Bagaiman bisa sampai ke sini, Lin? Tahu dari mana alamatku?" tanya Chaliya. Padahal, dia juga sudah bisa menebak dan memperkirakan. Karena, dia adalah gadis cerdas yang memiliki ansumsi tinggi dan banyak benarnya.     
0

"Aku sudah tahu apa yang terjadi sama kamu. Aku minta maaf, ya?" ucap Lina sambil menangis. Entah, apa yang mmebuatnya menagis. Sakit hati karena Axel, atau merasa tak enak hati pada teman baiknya dulu. Sebab, sejak awal dia juga tak pernah mencintai Axel sedikitpun.     

Chaliya memeluk Lina. "Aku mintaa maaf. Aku ke Jakarta sebenarnya taka da niatan untuk menganggau rumah tangga akalian. Niatku murni ingin mengembalikan mobil milik mendiang calon suamiku dulu. Aku tak menyangka jika Axel menjalin hubungan baik dan erat dengan keluarga almarhum aku jadi bertemu dan rencana awalpun gagal."     

"Aku tidak menyalahkanmu. Memang pada kenyataannya dia masih mencintaimu. Dia masih belum bisa move on darimu," jawab Lina sambil terisak.     

"Ayo, duduk dulu!" ajak Chaliya setelah Lina duduk, dia berfikir mengambilkan minuman teman baiknya dulu.     

Ya, Chaliya sendiri juga mengakui kalau Lina adalah teman terbaiknya, meskipun dia juga menyukai Axel sejak dulu, setelah mengetahui jika dia memiliki hubungan dengan pria itu, dia langsung menjauh dari kehidupan Axel dan tetap menjadi temannya yang baik tak berubah. Maka, tidak ada niatan baginya menyakiti Axel. "diam di sini dulu. Aku ambilkan kau minum, oke?" Chaliya pun beranjak ke dapur.     

Sekitar sepuluh menit, Chaliya kembali membawa satu kotak susu uht, gelas kosong dan beberapa macam buah-buahan.     

"Cha… kenapa kamu repot-repot, sih?" tanya Lina.     

"Tidak, hanya ini saja tidak akan repot, kok. Kamu kan hamil. Jadi, harus banyak meminum susu dan konsumsi buah-buahan. Tapi, maaf. Ini hanyalah susu UHT. Bukan susu untuk ibu hamil," jawab Chaliya sambil tersenyum tipis.     

"Kau ini bisa saja. Cha, aku minta maaf ya atas apa yang Axel lakukan padamu," ucap Chaliya merasa bersalah.     

"Demi kamu aku akan memaafkan dia. Sudah, kamu jangan sedih dan bawa susah, oke? Kasian anak kamu jika kau sedih, dia juga akan sedih dan bisa stress seperti kondisi mamanya. Jika sampai itu terjadi, maka tidak baik juga untuk tumbuh kembang si janin. Kau tak ingin kan, hal buruk terjadi padanya?" ucap Chaliya berusaha menenangkan hati Lina.     

"Makasih, Cha. Kau memang adalah teman terbaikku. Aku malu sebenarnya untuk bertemu denganmu. Tapi, aku tak ingin jadi pengecut. Lalu, apa rencanamu ke depannya ini?" tanya Lina.     

"Kita adalah teman baik sejak awal. maka, selamanya kita juga akan baik-baik saja. aku tak tahu harus bagaimana. Aku sudah terlanjur nyaman tinggal di sini. Jika harus pindah, ma uke mana juga? Dengan kejadian seperti ini, aku yakin, Axel pasti sudah jera dan tak akan mengulangi hal yang sama padaku," ucap Chaliya.     

Lina diam. Dia nampak menggusarkan sesuatu.     

"Aku berdoa, semoga secepatnya Axel bisa menerima dirimu, dan mencintaimu sepenuh hati." Ucap Chaliya lagi.     

"Aku rasa sulit, Cha. Itu tidak mungkin. Setelah aku hamil dan mengalami pendarahan kemarin dia memang nampak panik. Tapi, dia tidak mengkhawatirkan aku. hanya jani yang ada dalam kandunganku lah yang dia kawatirkan. Sekarang terbukti, kalau dia juga masih mencarimu, bahkan berfikir melecehkanmu agar kau mau bersamanya. Mustahil, Cha!" ucap Lina sambil menangis.     

"Ting tong!"     

'Siapa lagi, sih?' gumam Chaliya dalam hati.     

"Sayang, sepertinya ada yang datang."     

"Iya, kamu lihatin tolong, ya?" ucap Chaliya pada Dicky.     

Ternyata dia lupa tadi tidak menutup pagar. Jadi, orang yang memencet bel itu pun kini sudah berdiri di depan pintu ruang tamu. Dua orang di luar itu tercengang melihat dua orang yang tengah duduk di atas sofa ruang tamu itu.     

"Mama, Axel?" lirih Lina.     

"Lina? Bagaimana dia bisa di sini?" gumam Elizabeth dan Axel bersamaan.     

Chaliya beranjak dan menuju ke depan pintu.     

"Apakah kau mengizinkan kami masuk, Cha?" tanya Elizabeth.     

"Baik, kalian masuklah!" ucap Chaliya kemudian menggeser tubuhnya memberi akes lewat untuk kedua tamunya yang baru saja datang.     

"Lina, bagaimana bisa kau di sini?" tanya Elizabeth heran.     

"Maaf, Ma. Tadi aku diam-diam mengikutimu. Aku sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya," jawab Lina, dengan kedua mata yang berlinang lagi.     

Elizabeth diam. Kebohongan akhirnya terkuak juga. Hal yang susah paya ia tutupi sejak tadi akhirnya terbongkar.     

"Lina... " Elizabeth tidak bisa melanjutkan lagi Kalimatnya. Hatinya terasa kian pilu melihat Lina sudah menangis tersedu-sedu seperti itu.     

'Ya Tuhan, kenapa anakku harus seperti ayahnya? Kenapa harus ada wanita yang sakit mencintai putraku. Sebisa mungkin aku berusaha supaya mereka bisa saling mencintai dan menerima satu sama lain. Tapi, yang ada... Dia juga harus sakit hati seperti dirinya.     

Axel hanya diam. Ia benar-benar dilema. Melihat Lina yang seperti itu, dia juga kasihan.     

"Xel, kau minta maaflah pada Chaliya. Berjanji padanya untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang sama lagi," ucap Elizbath setelah mengusap air matanya.     

"Cha, aku minta maaf. Tolong maafkan aku," ucap Axel sambil menatap Chaliya.     

Wanita itu menatap Axel dengan tatapan yang susah diartikan. Kemudian dia berkata,"Kau tak perlu meminta maaf padaku. Tapi, minta maaflah pada Lina istrimu. Coba kau lihat dia? Dia menangis sakit hati karena ulahmu. Jangankan berbuat kurang ajar. Wanita manapun yang sudah diperistri, juga akan merasa sakit dan tak terima melihat suaminya dekat dengan wanita di masa lalunya? Apakah kau juga tak berpikir?"     

Semua diam dan terpatung mendengar apa yang Chaliya katakan. Lina juga sudah mulai tenang. Tapi, isakannya masih terdengar memecah keheningan ruangan tersebut.     

Sedangkan Dicky, dia tidak mau ikut campur urusan Chaliya. Wanita itu tidak ditindas juga tidak merasa ditindas. Jadi, dia santai di ruang tengah sambil bermain game.     

"Dulu, kau inginkan istri yang patuh, mau diam di rumah tanpa bekerja. Lina sudah meninggalkan pekerjaan yang teramat dia cintai, pekerjaan yang sejak kecil dia impi-impikan demi kamu. Demi kamu juga, dia juga mau mengandung anakmu! Tapi, apa balasanmu padanya, Xel? Tidakkah kau berfikir bahwa dia itu sempurna dan jauh lebih baik dari mantan istrimu dulu. Kau itu sama halnya dengan membuang berlian demi pecahan kaca di jalanan."     

Chaliya diam. Ia ambil nafas sambil berfikir, kira-kira apa yang nanti akan dia katakan lagi padanya agar dia bisa mencintai temannya itu.     

"Satu hal yang perlu kau ingat, jika kau ingin hidupmu sukses dan bahagia, fokus dan bersukur saja dengan apa yang kau punya. Jangan memikirkan apa yang tak kau miliki."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.