Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KELUARGA YANG ANEH



KELUARGA YANG ANEH

0Seperti yang sudah Hengky janjikan. Pukul setengah enam dia sudah tiba di rumah Chaliya. Ia memencet bell tanpa ragu-ragu lagi. Ini kali kedua dia datang, terlebih lagi mau malus ama siapa? Chaliya tinggal sendirian di sini.     
0

Dengan penampilan yang masih belum sempurna, wanita itu buru-buru berlari ke ruang tamu untuk membukakan pintu untuk tamunya.     

"Kau? Hehehe, masuklah. Maaf, aku belum selesai," ucap wanita itu malu-malu merasa jika dirinya sangat karet.     

Hengky tidak merespon ucapan Chaliya. Dia malah bengong terpukau oleh kecantikan yang wanita di hadapannya itu pancarkan. Dia menggenakan gaun malam warna merah yang simple, elegant dan terlihat sangat anggun sekali.     

"Masuklah dulu, akum au siap-siap," ujar wanita itu lagi, membuyarkan lamunan Hengky.     

"Kau masih mau apa, sih Cha? Kamu sudah tampil cantik dan perfack begini," ujar pria itu.     

"Iya, aku juga tak mungkin membiarkan rambutku tergerai seperti ini, kan? Rambutku panjang, berketombe dan rontok. Akan sangat memalukan jika sampai ada sehelai rambut jatuh di atas makananku," jawab Chaliya. Sukses membuat perut Hengky kaku karena tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.     

"Kau ini… bisa bercanda juga ya ternyata," ujar pria itu sampai memegangi perutnya.     

"Ayo, masuk dan duduk lah di dalam. Atau, kau akan tetap berdiri di sini menunggu aku yang gak tahu kapan selesainya," ucap Chaliya lagi.     

Dia sejak dari jaman Alea juga seperti itu. memiliki sikap yang supel, ramah baik serta mudah bergaul. Tak jarang, dia selalu memberi kata-kata bijak untuk memotivasi teman kantornya yang dalam maslaah dan curhat padanya. Jadi, taka da satupun yang bakal mengira kalau di dalam dirinya terdapat sisi monster yang kejam dan tak berperasaan dengan tega membunuh orang, memutilasi tanpa perasaan.     

Tidak lama kemudian, Chaliya sudah keluar. Dia menguncir rambutnya. Modelnya biasa saja. buka ikatan ekor kuda yang sangat tinggi seperti Ariana grande. Tapi, hanya ikatan rendah dari rambutnya sendiri tanpa bantuan ikat rambut. Membuat penampilannya kian menunjang dan terlihat lebih mewah dan berkelas saja.     

"Aku sudah siap," ucap Chaliya.     

Kembali, Hengky diam.     

"Hey, kau kenapa?" taanya Chaliya. Tapi, masih tidak ada jawaban dari pria di hadapanya. "Bagaimana menurutmu? Aku lebih cantik dengan rmabut tergerai lurus, atau diikat begini?" tanya Chaliya lagi setelah ia berdiri lebih dekat dengan Hengky.     

"Sama saja begini kau juga sangat cantik," jawab Hengky. Dia pun berdiri dari duduknya dan kemudian menuju mobil untuk pergi ke rumahnya.     

Tidak menunggu lama, sekitar setengah jam perjalanan mereka berdua pun telah sampai di sebuah rumah besar bertingkat wanra putih dan kuning. Bagunan itu terbuat dari marmer. Pagarnya pun juga bukan dari besi saja. tapi, juga dari tumpukan batu alam hitam yang memberi nuansa mewah dan megah. Halamannya juga luas. Memang, tidak sebesar rumah Dicky. Tapi, sepertinya Hengky juga adalah seorang yang sangat tajir.     

Itu wajar, ayahnya pemilik salah satu perusahaan tambang di Kalimantan sana, ibunya seorang dekan kampus, dan Hengky sendiri juga model terkenal dengan bayaran yang bisa dikata mahal.     

"Ini rumahmu, Hengky?' tanya Chaliya. Tiba-tiba dia merasa minder dan kakinya bergetar. Ingin tetap berada di dala, mobil saja rasanya.     

Mengetahui apa yang dirasakan oleh teman wanitanya, Hengky berusaha agar wanita itu merasa nyaman dan gak minder lagi. "Ini bukan rumahku. Tapi, ini adalah rumah kedua orangtuaku. Aku numpang di sini. Jika kelak aku sudah menikah juga tidak akan tinggal di sini lagi. Ayo, turunlah!" ujar pria itu sambil mengulurkan sebelah tanganya untuk Chaliya.     

"Tapi, Ky… "     

"Kau turu sendiri, apa aku harus menggendongmu membawa masuk ke dalam rumah untuk bertemu ayah ibuku dan juga Sinta adikku?"     

Chaliya diam. Ia nampak panik dan bingung. Mungkin jika dia tinggal tidak dengan kedua orangtuanya, pasti akan sediit percaya diri, lagian, bertamu ke rumah mewah milik seorang konglomerat bukanlah yang pertama kali baginya.     

"Baiklah! Aku akan jalan sendiri," jawab Chaliya. Dia menerima uluran tangan Hengky dan sama-sama berjalan menuju rumah mewah tersebut.     

Tiba di ruang tamu, Chaliya dihadapakan dengan interiror yang sangat megah mewah dengan nuansa kebarat-baratan. Rasanya, dia tengah ikut syuting film di luar negeri saja. tapi, ada yang aneh. Yang jelas, membuat dirinya merasa kikuk dan tak nyaman.     

Ia melihat seorang pria dan wanita paruh baya dengan pakaian formal, sepertinya, mereka adalah kedua orangtua Hengky, dia menatap aneh pada dirinya. Nyaris tak berkedip dengan wajah datar tanpa senyuman. Tidak hanya mereka berdua. Tapim juga salah satu pelayan yang mungkin sudah diangkat sebsgai kepala pekayan, menatap dirinya penih selidik dari ujung kepala sampai ujung kaki.     

'Kenapa? Apakah aku seorang teoris? Apakah aku… ah, kurasa mereka tidak tahu jati diriku yang sebenarnya. Aku tidak membawa benda tajam bersamaku. Tidak akan mencurigakan,' batin Chaliya menangkan dirinya sendiri.     

"Apakah dia, wanita yang kau ceritakan kemarin, Hengky?" tanya pria itu. Yang chaliya duga, adalah ayah dari Hengky.     

"Iya, Pa. dia adalah Chaliya. Kenalkan," jawab Hengky dengan santun. chaliya merasa sedikit bingung dengan keadaan keluarga ini. Kenapa, sikap hengki pada papanya seperti itu? Ini bukan hanya rasa hormat yang berlebih, namun juga takut, layaknya bawahan pada atasannya.     

'Aneh sekali, keluarga ini,' batin Chaliya.     

"Hartono, aku papanya Hnrkgy, dan ini Ayumi, istri saya, mama dari Hengky," uap pria itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk menjabat Chaliya.     

Chaliya berusaha tenang dan tetap memberikan senyuman terbaiknya. Ia menerima uluran tangan itu dan bersalaman, "Saya Chaliya, Tuan," jawabnya. Untuk memanggil om saja dia tidak berani. Chaliya sedikit kaget, Ketika pria paruh baya itu menggenggam tangannya dengan sangat erat. Salaman saja, seperti ini. Rasanya, tulang jarinya seperti mau remuk saja.     

Tidak hanya sanga ayah. Ibunya juga demikan sama. Mereka sangat kaku.     

"Duduklah, Nona! Mari, kita nikmati makan mala mini. Jangan sungkan-sungkan. Kemarin, katanya kau juga menjamu putra kami dengan baik," ucap bu Ayumi dengan wajah yang masih tetap datar.     

'Duh, kenapa tak sesuai dengan bayanganku. Terlahir dari keluarga yang bagaimana, Hengky ini sebenarnya? Kenapa semuanya terasa sangat misterius begini?' batin Chaliya.     

Suasana meja makan pun hening. Tak ada obrolan atau sekdar sapaan untuk perkenalan agatr lebih dekat. Hanya denting bunyi sendok dan garpu mereka saja yang saling beradu dengan piring yang terdengar. Lainnya, tidak sama sekali. Saat Chaliya sudah hampir memakan separuh dari makanannya, seorang gadis cantik seusia dengan Arabella turun dari tangga dan setengah berlari. Dengan ramah dia menyapa semuanya.     

"Hey, kalian semua sudah mulai makan malam tidak memanggilku? Wah, kak Kiky, apakah itu kak Chaliya yang kakak ceritakan? Kau benar-benar kenal dengannya dan membawanya pulang?" sapa gadis itu dengan ramah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.