Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BUKAN KENCAN BUTA



BUKAN KENCAN BUTA

0"Oke, sampai sekarang pertemuan hari ini. Apakah ada yang ingin kalian tanyakan?" ucap Chaliya di depan teman satu divisinya.     
0

"Tidak. Semua sudah sangat jelas," jawab salah satu dari mereka.     

"Oke, baiklah. Kalau begitu, kita lanjut saja nanti, untuk kalian bisa pergi meninggalkan ruangan dan pergi makan siang," ucap Chaliya lagi sambil tersenyum hangat.     

Seketika, duabelas anggota pun buyar meningalkan ruangan. Tapi, tidak dengan gadis berambut curly yang diwarnai oren. Gadis itu nampak buru-buru mengemasi barang-barangnya yang berserakan menjadi satu meja lalu buru-buru berlari mendekati Chaliya.     

"Chaliya! Kenapa sebagai ketua devisi sekarang kau jadi sering terlambat datang?" tanya gadis itu. yang tak lain adalah Lina.     

"Aku tidak terlambat, kok Lin. Tapi, akua da hal yang dikerjakan begitu tiba di kantor sebelum masuk ke ruanganku sendiri," jawab Chaliya dengan penuh wibawa dan sangat dewasa.     

"Oh… tapi, Sisil bilang, katanya kau berada di ruangan pak Max, ya saat kita semua di sini menunggu kedatanganmu?"     

Chaliya menoleh memeperhatikan wajah dan sorot mata Lina yang memelas. Ia seolah berharap keduanya tidak memiliki hubungan kusus selain antara bos dan atasan. Karena, seluruh karyawan juga tahu, jika Chaliya sering pulang dan pergi bersama CEO mereka. Tapi, hanya satu dan dua saja yang tahu bagaimana hubungan mereka sebenarnya.     

"Iya. Aku memang ada di ruangan pak Max. sebab, saat aku masih dalam perjalanan dia menelfonku dan meminta agar aku langsung ke ruangangannya karena memang ada yang di bahas. Ayo, kita ke cafetaria saja kalau begitu!" ajak Chaliya dengan ramah.     

"Baiklah!" gadis itu pun berjalan sejajar di samping Chaliya. Beriringan menuju kantin.     

"Chaliya, akum au tanya sama kamu. Sebelumnya aku minta maaf, ya?" ucap Lina nampak ragu-ragu.     

"Apa, itu? Katakan saja! Kamu gak perlu sungkan-sungkan begitu sama aku!" jawab gadis itu sambil berjalan membawa makanannya mencari meja yang kosong.     

"Em…. Anu. Apakah kau juga menyukai pak Max?" tanya Lina sambil menunduk.     

Chaliya menyeringai. 'Sudah kuduga!' serunya dalam hati. "Kenapa kau bertanya demian?" tanya balik wanita itu.     

"Karena, aku sering melihat kau pulang dan datang selalau barengan bersama dengan dia. Pak Max nampak memperlakukanmu sangat istimewa."     

Chaliya diam tidak menjawab. Ia tahu. Lina mulai curiga kalau dia memiliki hubungan dengan Axel. Lagian, jika melihat kedekatan mereka yang nampak tak wajar, meskipun tidak begitu mencolok siapa yang tida beranggapan demikian?     

Lina akhirnya melahap makanannya. Percuma menunggu jawaban dari Chaliya. Sepertinya gadis itu tidak menjawab. Untuk memaksa menjawab pertanyaannya Lina juga tak memiliki keberanian. Entah, kenapa. Seperti ada aura yang berbeda yang tak bisa gadis itu jelaskan. Meskipun, dia tidak pernah dibentak walau hanya sekali saja, tapi merinding saja rasanya kalau memaksa kehendak temannya yang satu ini.     

Seperti yang sudah disepakati, Setelah jam istirahat, Chaliya menepati permintaan Axel agar menemaninya datang ke sebuah hotel mewah untuk bertemu dengan client besar dari luar negeri.     

Namun, karena masih ada yang dia kerjakan, terpaksa, tugasnya di handle oleh Reyna yang sama sekali bukanlah bidangnya.     

"Astaga! Aku yakin ini pasti kalian akan mengadakan kencan buta dan aku yang dijadikan tumbal di sini!" omel Reyna saat di dalam ruangan Axel.     

"Kencan buta palamu? Aku menemui mr. T dari Macau di hotel Grand mantion. Lagian, kan Chaliya sudah menyelesaikan semua penjelasan pada anak buahnya. Kau cukup berdiri mengawasi saja, Rey! Kamu boleh sambil duduk, makan nungging juga bisa," jawab Axel.     

"Ya sudah, oke baiklah! Aku tidak akan membangkang lagi. Karena, undang-undang perusahaan bos tidak pernah salah!" jawab Reyna kesal.     

"Nah, itu kamu ngerti. Jadi, ya sudah! Buruan ke sana. kamu ke divisi pemasaran awasi mereka bekerja. Pastikan, semua melakukannya dengan baik, oke adikku!" jawab Axel sambil tertawa.     

"Emang nasib, memiliki penampilan tidak se goog looking Chaliya. Diri ini berasa jadi buang-buangan saja!" keluh Reyna sok melas dan merasa yang paling teraniaya.     

"Baiklah! Aku tambahkan sepuluh persen gaji kamu bulan ini!" jawab Axel sambil menjambak rambutnya sendiri.     

"Nah, begitu baru benar. Kau memang kakak sepupuku yang paling terbaik," jawab Reyna sambil tertawa riang.     

Saat gadis itu hendak membuka pintu untuk keluar meninggalkan ruangan tersebut, ternyata Chaliya dengan panampilan formalnya sudah berdiri di depan pintu.     

'Waduh! Ada kakak ipar! Bagaimana, ini? Semoga saja dia tidak mendengar semua keluahanku pada kak Axel!' umpat Reyna dalam hati.     

Chaliya tersenyum saat pandangannya bertemu dengan Reyna. Kemudian, kembali ia berpesan pada gadis itu dengan penuh rasa sungkan. "Rey… aku titip anak buahku dulu, ya? Tolong awasi mereka dengan baik. Nanti, aku kasih tips, atau jika tidak, bagaimana kalau besok?" ucap Chaliya terdengar sangat manis sekali. Membuat gadis berusia duapuluh tiga yang ycenderung masih labil itu pun tak dapat menolak senyuman dan tawaran itu.     

"Iya, kak Cha. Kamu gak perlu repot-repot. Aku akan jaga dan awasi mereka dengan sepenuh hati," ucap gadis itu kemudian dengan riang dia berlari menuju ruangan Chaliya.     

Sementara Chaliya, ia hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala sendiri melihat tingkah lucu Reyna yang masih labil dan tempramen.     

"Beruntung sekali si tua bangka itu, memiliki pacar cantik, baik pula bagaikan peri. Setiap permintaan tolongnya selalu diucaokan dengan ucapan yang sopan dan lemah lembut. Tiak seperti si tua bangka itu yang memerintah seenak jidatnya seoerti penjajah saja!" umpat Reyna kesal.     

"Masuklah, Sayang! Kenapa, kau tetap berdiri di ambang pintu?" ucap Axel sambil menatap ganas ke tubuh Chaliya yang mengenakan kemeja lengan panjang warna putih, dan setelan jas dan rok span warna hitam serta sepatu pantofel hak tinggi berwarna senada.     

Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah Axel. Ia berjalan pelan yang setiap langkahnya diiringi bunyi sepatu yang khas. "Kau membuli saudara sepupumu lagi?" tanya Chaliya.     

"Kau seoerti tidak kenal Reyna saja. setiap kali dimintai tolong dia selalu merasa ditindas," jawab Axel dengan muka bosan.     

Chaliya pun tertawa kecil. Kamu bagaimana caranya ngomong memintanya tolong? Kenapa setiap kali kau yang meminta dia selalu merasa ditindas seperti itu? bersikaplah yang baik padanya, kasian!"     

"Iya, Sayang. Aku sudah bersikap baik kok sama dia. Aku katakana, bulan ini gajinya aku tambah sepuluh persen. Apakah aku masih kurang baik?" ucap Axel sambil menarik lengan Chaliya dan menempelkan hidungnya pada hidung gadis itu sehingga saling beradu.     

"Kau mau apa? Bercumbu denganku, atau bertemu dengan client penting?" tanya Chaliya sambil tersemyum meledek. Bahkan, dengan segaja, dia menyenggol lengannya dengan buah dadanya.     

"Chaliya! Kau…. " wajah Axel seketika memerah menawan emosinya karena sejak tadi, Chaloya seolah tak hentinya bertingkah menggoda dirinya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.