Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MUKA DUA



MUKA DUA

0"Iya, Cha kau benar. Kita tak tahu apa statusnya di dalam keluragnya. Tapi, siapapun dia, pasti dia adalh seorang anak dari kedua orangtuanya dan mereka akan sedih untuk itu," ucap salah satu temannya.     
0

"Iya, kau benar." Chaliya mengigit kuku ibu jarinya dan mengerutkan kedua alisnya menampakkan bahwa dirinya sangat prihatin, yang sebenarnya justri lebih di tujukan pada dirinya sendiri.     

Satu minggu pasca ditemukannya mobil terbakar itu, polisi menyimpulkan bahwa itu terjadi karena murni kecelakaan. Di tampah, keluarga korban yang berinisial R membenarkan jika semasa hidupnya R suka sekali melakukan kemah bersama teman-temannya. Jadi, itu cukup membantu Chaliya dalam menutupi kejahatannya. Walaupun dari semua orang yang mengadakan camping kala itu, tidak ada yang merasa membuat janji dengan korban, R. Tapi, lagi-lagi Chaliya beruntung, sebab keluarganya membenarkan bahwa jika dia dalam masalah selalu larinya ke tempat perkemahan seorang diri. terlebih lagi, korban tengah terlilit hutang sebesar tiga seratus juta dari beberapa  rentenir.     

Dengan adanya kesaksian itu, ada dua kemungkinan, korban mengalami kecelakaan, lalu yang kedua, korban melakukan hal itu dengan sengaja karena tak bisa bayar hutang.     

Mengetahui kesimpulan itu dari pihak kepolisian, Chaliya tertawa puas dan merasa memang banyak. Artinya, dia benar-benar aman dan tak akan pernah ketahuan, seperti apa saja kejahatannya. Bahkan, dia juga mengadakan perayaan sambil sesekali meminum bir di dalam kamr berdua bersama mayat Andra dan semuanya tak luput, gadis itu ceritakan semuanya pada Andra.     

****      

Tanpa terasa, dua bulan sudah Chaliya menjabat sebagai ketua devisi. Tapi, gaya hidup dan sikapnya pada teman-temannya tidak berubah sedikitpun. Dia tak ingin semua anak buah yang dia pimpin bersikap formal padanya.  Tapi, ingin tetap diperlakukan bagaimana layaknya menjadi seorang teman saja. Mungkin, itulah yang membuat dirinya sangat dicintai. Bahkan, sifat rendah hati, dan ramahnya pun mampu meluluhkan hati dua orang yamb dulunya membenci atas apa yang ia dapatkan.     

Beberapa kali, Chaliya mengatakan, apapun jabatannya tidak penting. Yang terpenting, kita tahu berapa usia dari kita masing-masing agar bisa soan dalam menyapa dan memanggil, untuk bunda Rita, dan pak Tobi, jangan memanggil saya, bu. Anda usianya lebih tua, saya yang harus hormat pada anda, dan tugas anda berdua, ya menyayangi saya karena lbih muda. Lagian, di sini kita sama-sama bertatus buruh, hanya sebutan dan tugasnya saja yang berbda. Karena tujuan kita di sini mencari gaji, bukan?     

Semua staf bertepuk tangan, memuji pola pikir dan kebijakan Chaliya dalam memimpin. Jadi, mereka semua bekerja merasa nyaman dan rilex. Tidak pernah tegang, ataupun bekerja di bawah tekanan. Tidak hanya staf lama, yang lebih tahu, seperti apa sosok Chaliya saat dikantor.Bahkan, pada karyawan baru, Bernama Novi, dia juga membimbing dengan sangat baik, sikapnya yang be friend membuat Novi dan yang lain tidak sungkan untuk bertanya, dan tak penah keberatan jika pas kepepet Chaliya minta tolong mengerja.     

Selain disukai oleh rekan satu devisinya, kini Chaliya juga sudah mulai dekat dengan Axel. Sering sekali Axel mengajak  Chaliya datang ke rumahnya hanya sekedar mengunjungi ibunya yang sudah lama ini tidak kembali ke luar negeri hanya demi melihat sejauh mana perkembangan hubungan Axel dan  Chaliya. Bahkan, tak jarang juga Chaliya datang seorang diri membawakan buah dan makanan kesukaan tente Elizabeth yang diam asak sendiri.     

"Chaliya, kau ke sini, lah! Biark kukkasih lihat foto-foto Axel saat ia masih kanak-kanak," ucap wanita paruh baya itu sambil membawa sebuah album foto yang cukup besar dan tebal.     

"Apa itu, Tante?" tanya Chaliya setelah kembali dari dapur untuk menyedukan teh untuk Elizabeth, dan juga Axel yang sebentar lagi akan kembali dari membeli sesuatu.     

"ini adalah album foto saat Axel masih kecil dulu. Ada banyak foto-fotonya yang sangat jelek di sini. Apakah kau mau lihat?" tawar Elizabeth sambil mengangkat album berwarn hitam dan emas di bagian pinggirnya.  Membuat album itu nampak elegan, dan mewah. Tapi, yang menjadi poin penting dari sampul itu bukan tentang seberapa mewahnya. Tapi, juga memberikan kesan misterius isi di dalamnya.     

Mendengar akan hal itu, jelas saja gadis itu penasaran. Sebab, dari sejak dirinya masih menjadi Chaliya juga tidak tahu banyak tentang Axel seperti apa.  Tentu saja, sebab dia tidak serius mendekatinya dan pura-pura pacarana hanya demi mendapatkan kepercayaannya dan dapat membungkar kedoknya sebagai seorang psychopath. Tapi, sekarang jangan harap.     

Buru-buru Chaliya meletakkan satu poci dan tiga cangkir teh itu di atas meja, dan duduk di dekat Elizabet.     

Dengan rasa riang dan bahagia yang tiada taranya, Chaliya mulai membuka sampul itu. di sana, di halaman pertama ia melihat foto bayi yang sangat lucu dan imut. Rambutnya keriting dan matanya biru bagaikan lautan.     

"Apakah ini Axel, Tante?" tanya Chaliya Ragu. Sebab, manik mata Axel tidak sebiru itu. namun bercampur keabu-abuan.     

"Iya. Dulu, saat ia masih kecil matanya sangat biru bak Samudra. Tapi, seiring berjalannya waktu, dia kian dewasa warna biru itu memudar dan jadilah seperti yang sekarang. Lucu, bukan?" jelas Elizabeth.     

Chaliya tersenyum. "Iya, lucu sekali!"     

Elizabeth tiba-tiba mengelus rambut hitam lebat Chaliya yang diikat ekor kuda. Lalu, dengan lemah lembut ia berkata, "Kau gadis Thailand, kau sangat cantik, kulitmu putih bersih dan tinggi. Jika kau menikah dengan Axel, tante yakin, kalian akan memberiku cucu yang sangat lucu dan menggemaskan, dan jika mereka dewasa nanti, mereka akan menjelma sebagai pria dan wanita yang cantik dan sempurna."     

"Tante, bisa saja," jawab Chaliya malu-malu. Tapi, dalam hati, ia berkata, "Cucu dalam mimpimu? Siapa yang akan mau menikahi pria plin-plan setengah jadi dan tak berpendirian seperti putramu? Lebih baik jika aku tinggal dengan Lucinta Luna saja!'     

"Apa yang akan tante harapkan lagi di usia tante yang sudah tua dan tak lagi mud aini, Cha selain kehadiran seorang cucu setelah bisa melihat putranya bahagia dengan wanita yang dia cintai?"     

"Tante belum tua. Tante Elizabeth masih sangat muda dan cantik!" timpal Chakiya dengan suara canggung dan terdengar konyol.     

"Hahaha, kau pikir tante ini berusia berapa, sih Cha?" tanta wanita itu tertawa.     

"Berapa, ya? Pasti empat puluh, kan? Hanya saja wajah  Tante seperti wanita berusia tiga puluh tujuh an, sih."     

Elizabeth kian terbahak mendengar pernyataan Chaliya yang begitu polos dan tak berusaha menghitung sama sekali dari usia Axel.     

"Empat puluh tahun, Cha? Jadi, Tante punya anak Axel pas usia 11 tahun, begitu? Axel usianya sudah duapuluh sembilan, loh!" bahkan. Elizabeth sampai memegangi perutnya saking merasa lucunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.