Cinta seorang gadis psycopath(21+)

ANDRA



ANDRA

0Tiga hari sudah Andra di rawat di rumah sakit. Tiga hari pula, dia pura-pura sibuk demi menutupi kebenaran dirinya. Hingga suatu hari, saat Andra sudah berada di rumah, dan kebetulan, kondisi Andra sudah mualai membaik. Mungkin saja besok dia sudah bisa kembali beraktifitas dan bekerja. Walau mungkin masih perlu banyak istirahat. Tak seperti biasanya.     
0

"Ting tong!"     

Biar aku yang membukakan pintu," ucap Sisca setelah menyiapi Andra makan siang.     

"Baiklah. Makasih, ya? Sudah hampir semuggu ini kau yang menemani aku dan mengurusku dengan baik," ucap Andra sebelum meneguk minuman yang Sisca berikan.     

"Itu karena kau yang memang suka merepotkanku dengan tidak mau mengabari keluargamu kalau kau di sini sakit," jawab Sisca, mulai mencablak.     

Andra hanya tertawa saja. ia senang, jika semua kembali Normal. Sisca juga tak sesedih seperti kemarin-kemarin.     

"Ya sudah, baik-baik di sini, ya? Kamu bersandar saja janga berbaring dulu setelah makan. Biar aku membukakan pintu dulu."     

Sisca terkejut begitu mendapati siapa yang datang. Ia hanya diam terpaku dan sampai tak bisa berkata-kata.     

"Kau? Kenapa bisa berada di sini? Apakah kau datang bersama Andra kemari?" tanya Chaliya tanpa tatapan yang mencurigakan.     

"Tidak… aku datang untuk menjenguknya, dia tadi bekerja," jawab Sisca dengan hati-hati. Ia tak ingin mengatakan sakit apa yang Andra idap. Tapi, juga tak ingin kesalah pahaman terjadi. Karena dia tahu, kalau Andra dan Chaliya saling mencintai satu sama lain. Tak adil baginya jika harus berpisah atau bertengkar karna sebuah kesalah pahaman.     

"Apa? Apakah dia sakit? Apa-apaan ini? Kenapa dia tidak mengabariku?" ucapnya seorang diri kemudian sedikit menggeser tubuh Sisca di tengah pintu agar dia bisa masuk.     

Sisca hanya diam mematung. Ingin dia menghentikan Chaliya agar tidak masuk ke dalam kamar Andra karena bekas makan siangnya belum dibereskan dan juga obat-obat masih berserakan di nakas. Tapi, ia takut nanti malah membuat Chaliya curiga. Karena bagaimanapun, dialah wanita yang lebih berhak masuk ke dalam kamar Andra dari pada dirinya yang hanya teman.     

"Andra!" panggil Chaliya setelah membuka lebar pintu kamar.     

Andra yang tengah dengan kilat membereskan obat-obat ke dalam nakas dan sebagian ia sembunyikan di bawah kasur ia duduk santai dan bersandar sambil tangannya membawa buku bacaan, pria itu nampak surprise dan tersenyum. "Chaliya? Kamu kok gak kasih kabar aku, sih kalau kamu ma uke sini? Setidaknya aku bisa jemput kamu," ucap Andra. Kemudian meletakkan bukunya dan hendak beranjak.     

"Kau diam jangan bergerak!" seru Chaliya.     

Tidak hanya Andra. Sisca yang masih berada di rumang tamu juga mematung dan mendadak badannya terasa kaku mendengar ucapan Chaliya yang sedikit tingg. Mereka takut kalau Chaliya mengira dia ada main bersama Sisca di rumah.     

Chaliya beranjak menghampiri Andra dan mendekap tubuh itu erat. "Pantas saja perasaanku tidak enak. Rupanya kau sedang sakit? Kenapa tidak mengabariku agar aku bisa segera datang kesini untuk merawatmu?" ucap Chaliya seolah ia enggan melepas tubuh Andra dari pelukannya.     

"Aku hanya tak ingin membuatmu khawatir. Apalagi merepotkanmu, Sayang," ucap Andra sambil membalas pelukan Chaliya.     

Sisca yang tanpa sengaja melihat adegan itu di depannya merasa hatinya sakit dan teriris. Ingin sekali ia berlari dan langsung ke kantor. Tapi, itu tidak benar. Lebih baik tetap diam, atau mending berpamitan saja? pikirnya agar tidak lama-lama mereka berpelukan seperti itu. Melihatnya, dia tidak kuat.     

"Ehem!"     

Mendengar deheman dari ambang pintu, seketika mereka berdua melepaskan pelukannya dan melihat ke arah pintu Sisca berdiri di sana. Chaliya langsung mengambil langkah mundur, menjauh dari Andra hanya untuk menjaga perasaan Sisca yang juga mencintai pria yang sama dengannya.     

"Ndra, aku ke kantor dulu, ya? Nanti jika kau perlu apa-apa, telfon saja. Chaliya, aku tinggal dulu, ya?" pamit Sisca memaksa diri dan hatinya agar tetap terlihat kuat dan tegar meski sebenarnya dia saat ini benar-benar sedang rapuh.     

Chaliya beranjak menghampiri Sisca sebelum gadis itu membalikkan tubuhnya dan bergi. Dia tahu, pasti hatinya sakit dan terluka. "Ayo, aku antar kau sampai luar," ucap Chaliya bersahabat.     

"Terimakasih," jawab Sisca lirih nyaris tak derdengar. Atau, memang Chaliya benar-benar tidak tidak mendengarnya.     

Keduanya berjalan sejajar sampai depan pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin saja mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.     

"Terimakasih, ya sudah mau bantu Andra. Sebagai sahabat, kamu begitu tulus," ucap Cahliya memecah keheningan.     

"Sudah seharusnya aku membantunya. Tapi, kenapa kau tidak mengabariku? Apakah dia melarangnya?"     

"Ya, dia terus melarangku untuk mengatakannya pada siapapun. Agar kalian tidak khawatir."     

"Boleh aku meminta sesuatu pada, Sis?" tanya Chaliya.     

"Ap aitu?"     

"Lain kali jangan dengarkan dia. Katakana saja padaku. Kalau Andra tak ingin ibu dan adiknya tahu, aku akan merahasiakan itu dari mereka."     

Sisca diam dan melamun. Dia bukan tak ingin mengianati Andra. Tapi, dengan merawatnya sendiri saat sakit setidaknya dia memiliki banyak waktu bersamanya.     

"Boleh, kah?" tanya Chaliya membuyarkan lamunan gadis itu.     

"Maaf. Aku tidak tahu, Cha. Dia adalah sahabatku dan berpesan keras padaku untuk tidak mengatakan pada siapapun. Tapi, di antara kita berdua, kau lah yang lebih berhak akan dia daripada aku. maafkan aku, tidak bisa menentukan sekarang."     

"Baiklah. Aku tidak menyalahkanmu. Mungkin memang Andra saja yang keras kepala."     

Chaliya kembali ke kamar Andra setelah Sisca keluardari halaman. Ia mendapati Andra masih duduk bersandar sambil menonton TV.     

"Bir aku tebak, kau menghilang akhir-akhir ini pasti karena sakit, kan? Kamu sakit apa?" tanya Chaliya sambil duduk di dekat Andra.     

"Gak, Sayang. Aku benar-benar sibukaku hanya hari ini saja kok tidak masuk kerja karena kelelahan. Tidak masalah. kau tak perlu khawatir."     

"Kamu mulai nakal, ya?"     

"Nakal kenapa?" tanya Andra sambil tersenyum menggoda memandang wajah Chaliya.     

"Kamu melarang Sisca untuk memberitahukannya padaku, dan juga semuanya yang di Jakarta."     

"Tapi, kau sekarang sudah tahu. Memang, taka da yang bisa aku sembunyikan dari kamu, Cha." Andra merangkul Chaliya dan mendekapnya sambil berbaring.     

"Tidakkah kamu takut aku memiliki pikiran buruk padamu jika begini? Bagaimana jika aku berfikir kau selingkuh, atau memilki wanita lain?"     

"Tapi, nyatanya kau tidak berfikir demikian, kan? Oh, iya kok tiba-tiba ke Bandung? Apa memang sengaja mengadakan slidak padaku?"     

"Awaknya aku memang ada acara di Bandung. Tapi, karena sudah selesai, dari pada aku buru-buru pulan, aku bermaksud demikian. ternyata kau tidak kerja, dan ada mobil Sisca pula di depan."     

"Apakah kau tidak berfikir macam-macam tadi?"     

"Tidak. Karena aku tahu, kau hanya mencintaiku, dan Sisca tahu itu. Aku tidak tahu kenapa dia ke sini, Namun pikiran kalian selingkuh sama sekali tidak ada."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.