Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BERMAIN API



BERMAIN API

0Gadis itu berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang. Nampak olehnya seorang pria berpakaian rapi mengenakan setelah kemeja lengan panjang hitam dan celana berwarna khaki berdiri di bawah gerimis dengan raut maka merasa bersalah.     
0

"Maafkan aku, Chaliya. Maaf, aku khilaf. Kau boleh marah, tapi aku mohon jangan embenciku apalagi sampai menjauhiku. Aku berjaji, aku tak akan mengulangi lagi hal bodoh ini," teriak Axel.     

Chaliya tidak berkata apa-apa. Ia masih terisak. Dia bukan kecewa atas tindakan Axel barusn. Tapi, ia kecewa dan benci dirinya sendiri. Dia juga menyadari, kejadian barusan bukan sepenuhnya salah Axel. Sebab, yang pertama menyalakan api. Dia penyebab kebakaran.     

"Aku janji sama kamu, aku tidak akan mengulanginya lagi. Maafin aku, ya?" ucap Axel canggung. Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa sakit dan tersiksa sendiri melihat Chaliya menangis terisak. Ia merasa sangat buruk dan bagaikan binatang yang tak bermoral saja.     

Chaliya masih diam. Ia enggan menjawab pertanyaan Axel. Sesekali, tangan kanannya mengusap air mata yang bercampur dengan titik air gerimis yang tiada henti turun dari langit.     

"Sekarang, aku antar kamu pulang, ya?" bujuk Axel lirih.     

"Tidak perlu. Saya bisa jalan kaki. Ini sudah dekat," jawab Chaliya sambil menghempaskan genggaman tangan Axel yang memegang lengan kanannya.     

Axel terus memandng gadis itu. ia terpaku dan mengutuk dirinya sendiri. 'Kau yang kurang ajar, Xel! Dia adalah wanita baik-baik yang tak pernah tampil seksi seperti staf lain. Jika saja ada dua kancing bajunya yang terlepas, itu artinya dia tidak sengaja dan tak menyadarinya. Kalau memang ingin mejebakmu, kenapa tidak dari dulu saja?' umpat Axel dalam hati. Kemudian, pria itu menjambak rambutnya sendiri dan berteriak kesal "AAAAARGH!"     

***     

"Chaliya, kenapa kamu pulang terlambat? Nomor ponselmu bahkan juga tak aktif?" ucap mama Thassane, merasa lega saat melihat putrinya tiba.     

Chaliya diam, ia menunduk menyembunyikan matanya yang merah.     

"Apakah tidak ada angkot? Kenapa kamu bisa basah kuyup begini? Ya sudah, kamu cepat mandi keramas pakai air hangat biar tidak flu, mama buatkan kamu wedang jahe dulu."     

"Iya, Ma," jawabnya singkat. Kemudian ia beranjak menuju ke kamarnya.     

Sampai di kamar, Chalita langsung menuang isi tasnya, mengambil ponsel dan juga chargernya. Setelah mengisi baterai, gadis itu segera mandi, agar hpnya bisa nyala. Dia berani jamin, kalau nanti setelah ponselnya aktif, aka nada banyak notif panggilan tak terjawab, dan banyak pesan masuk dari Andra.     

Ternyata benar. Tak ingin membuat pria itu khawatir, gadis itu pun menghubungi Andra via telefon.     

"Kenapa nomornya tidak aktif? Lamu baik-baik saja, kan?" tanya Andra.     

"Iya, aku baik-baik saja, kok. Kamu, kapan akan datang ke Jakarta lagi?" tanya Chaliya dengan suara sedikit bergetar. Ia berfikir, apakah layak masih mengharapkan Andra yang baik dan tulus sementar dia di luar sana baru saja menggoda pria lain yang sudah beristri?     

"Mungkin minggu depan. Kenapa kau tanya begitu? Kangen, ya?" goda Andra sambil tertawa.     

Chaliya hanya tersenyum. Namun tidak menimbulkan sedikipun suara.     

"Kamu ada masalah? kenapa diam terus sih dari tadi? Apakah kau menangis?" tanya Andra. Akhirnya ia tak bisa untuk tetap tenang, menyembunyikan rasa paniknya.     

"Aku tidak apa-apa, Ndra. Aku Cuma pengen ketemu kamu saja," jawab gadis itu kian terisak saat diperhatikan. Itulah alasan kenapa Andra selalu bertingkah konyol saat melihat ada yang gak beres dengan Alea, maupun Chaliya. Dia paling mengerti, jika gadis itu tak suka ditanya dan diberi perhatian berlebih. Sebab, jika dia sudah tenang, dan siap untuk bercerita, ia akan ngomong dengan sendirinya tanpa harus diminta.     

"Ya sudah, mungkin kamu lelah. Minggu depan ketemu sama mama aku, mau?"     

"Iya, akum au," jawab Chaliya sambil menghapus air matanya.     

"Ya sudah. Cepat tidur, ya? Good night!"     

Setelah andra menutup telfonnya, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.     

"Iya, Ma," jawab gadis itu. tak ingin menemui mamanya dengan keadaan seperti itu.     

"Minumlah ini dulu biar tubuhmu hangat dan tidak amsuk angin. Apakah kau sudah makan malam?"     

Chaliya tidak menjawab. Ia beranjak membuka pintu yang memang sengaja ia kunci dari luar. "Aku tidak lapar, Ma. Maksih, ya?" ucapnya sambil mengambil segelas wedang jahe panas lalu kembali gadis itu menutup pintu dan menguncinya dari dalam.     

Thassane tidak merasa aneh dengan putrinya. Sejak dulu, Chaliya memang begitu jika ada masalah. diam memendam sendiri, dan baru akan cerita jika ia sudah merasa tenang dan siap.     

***     

Dengan keadaan kacau dan pakaian basah karena terlalu lama terkena gerimis Axel pulang. ia tahu, pulang trlambat saja sudah pasti akan memancing keributan dengan istrinya. Apalagi, jika dalam keadaan berantakan dan basah begini. Tapi, mau bagaimana lagi, tak pulang pun juga salah.     

Axel sedikit lega Ketika mendapati lampu rumah sudah gelap. Ia berharap Wulan sudah tidur. Namun, begitu ia membuka pintu.     

"Tak!" ruangan menjadi terang benderang. Wulan ternyata sudah menunggunya di bawah saklar lampu. Langsung menyalakannya begitu ia masuk.     

"Kau sangat terlambat. Apa yang kau lakukna dengan si jalang itu?" tanya istrinya dengan tatapan penuh mengintimidasi.     

Axel mengepalkan kedua tangan. Ia merasa benci dan sangat marah saat mendengar Chaliya disebut jalang sekalipun oleh istrnya sendiri. Tapi, karena ia sudah lelah dan tak ingin ribut lagi, ia diam.     

"Kenapa bajumu sampai basah begini? Di luar tidak sedang hujan deras, kan? Untuk bisa sampai basah begini, pasti butuh waktu lama berdiri di bawag gerimis."     

"Wulan, aku lelah. Besok masih harus bekerja," ucap Axel dengan suara bergetar menahan emosi yang sudah berada di ubun-ubun.     

"Kamu menghindariku, Xel?" ucap Wulan sambil menghadang Axel.     

Axel menatap Wulan. Tapi, sepertinya pikirannya sudah kacau dan otaknya telah dipenuhi oleh bayangan Chaliya saja. jadi, ia membayangkan wanita di hadapannya itu adalah Chaliya yang juga marah padanya karena masalah pelecehan yang hampir ia lakukan tadi di dalam mobil.     

"Aku tidak menghindarimu. Sama sekali tidak. Aku Cuma tidak suka, jika harus bertengkar denganmu," ucap Axel lirih sambil memeluk Wulan.     

Wulan tersenyum. Ada rasa senang saat pria itu memeprlakukan dirinya seperti itu. "Maafkan aku. Xel, bagaimana kalau sebaiknya kamu pecat saja Chaliya itu."     

Axel langsung melepaskan pelukannya. Kemudian bertanya, "Kenapa aku memecatnya? Dia bukan Alea, tak mungkin dia akan mencelakaiku, Wulan."     

Wulan diam. Berdebat juga percuma. Karena, tidak ada bukti yang kuat kalau dia adalah orang yang merubah penampilannya. Karena, sudah ada tiga ahli bedah sekaligus dari Indonesia, Thailand dan Korea tadi datang untuk memeriksa Chaliya. Tapi, semuanya asli bukan hasil oprasi. Namun, rupanya ada hal lain yang ditakutkan Wulan. Hanya saja, ia tak tahu apa. Baginya, Chaliya adalah ancaman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.