Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PERTENGKARAN AXEL DAN WULAN



PERTENGKARAN AXEL DAN WULAN

0Dari sini tidak ada yang mencurigakan. Soal dia adalah trangender atau tidak, mungkin pihak kantor imigrasi juga tidak tahu. Jadi, ya harus ada orang yang menyelidiki langsung ke sana.     
0

Tidak sampai satu minggu, Levy sudah memberikan alamat lengkap tentang wanita cantik itu. axel pun puas. Karena, yang dia cari memang daerah asal dia, dengan begitu, dia bisa melakukan tour untuk merefresh otak bersama istrinya sekalian menyelidiki kebenaran itu lebih lanjut.     

***     

Chaliya memperhatikan bosnya akhir-akhir ini nampak murung. Ridak hanya itu, penampilannya juga nampak kucel. Kebetulan, dari rumah dia membawa bekal rujak Bangkok buatan mamanya. Ia tahu, kalau pria itu sangat menyukainya. Jadi, ia memberikan satu box kecil Axel, dan yang box besar untuk ia makan bersama rekan kerjanya di jam istirahat nanti.     

"Selamat pagi, Pak," sapa Chaliya dengan senyuman terbaiknya.     

"Pagi, Ya. kamu datang lebih awal?"     

"Saya selalu datang lebih awal. hanya beberapa kali saja datang mepet di jam kerja."     

"Oh, Maaf. Aku tidak pernah memperhatikanmu,: ucap Axel sambil tertawa kikuk.     

"Apakah harimu buruk, Pak? Kau terkihat sangat kacau beberapa hari ini. Wajahmu juga kucel, dan pagi ini, kedua kelopak di bawah matamu juga terdapat lingkar hitam," ucap Chaliya sambil memandang wajah Axel dengan tatapan polos.     

Axel tertawa. "Kau rupanya sangat jeli, ya?"     

"Ini untuk Bapak," ucap Chaliya sambil memeberikan satu box rujak Bangkok yang sudah lengkap dengan sambal keringnya, di dalam box berbahan transparan tersebut.     

"Wah, terimakasih, apakah kau sengaja menyiapkan ini untukku?"     

"Tidak. Karena kurasa anda waktu itu menyukai, mungkin dengan makan ini anda bisa mendapatkan kembali mood baik anda. Permisi, Pak." Chaliya langsung pergi begitu saja meninggalkan Axel tanpa sedikitpun menoleh.     

Axel melihat gadis itu, yang sudah enam bulan bekerja di tempatnya, tapi susah untuk di tahlukkan. "Masa, sih di aitu adalah Alea? Tapi, jika memang iya, kenapa tidak ada reaksi apa-apa saat bertemu dengan Jevin?" gumam Axel. Kemudian, ia tiba-tiba saja menemukan sebuah ide. Ia tersenyum, kemudian buru-buru menuku ke dalam ruangannya.     

Sepuluh menit sebelum jam istirahat para karyawan, dengan sengaja Axel langsung menelfon Chaliya. Seperti biasanya, gadis itu akan cepat menjawab panggilan itu. sebab, ia memang tidak pernah menyepelekan pekerjaan. Baginya, selama masih ada di kantor, atau apapun yang berhubungan dengan tugas, itu adalah prioritas.     

"Halo, selamat pagi dengan Chaliya, ada yang bisa dibantu?" jawabnya, merdu seperti seorang pramugari. Entah, belajar di mana dia seperti itu. padahal, kalau ngomong juga logatnya kaku.     

"Ya, ini aku, Max. Sekarang kau masuk lah ke ruanganku. Bawa tas mu."     

"Baik, Pak," jawab gadis itu. kemudian langsung mematikan telfon, meletakkan kembali ganggang gawai tersebut di tempatnya, dan pergi meninggalkan meja kerjanya setelah memasukkan ponsel ke dalam tasnya.     

"Tok… tok… tok!"     

Tidak berselang lama pintu ruangannya sudah diketuk seseorang dari luar. Karena penasaran, dan setengah tidak percaya kalau itu Chaliya, maka pria di yang ada di dalam sana bertanya, "Siapa?"     

"Saya, Pak. Chaliya!"     

"Masuk!"     

Pintu pun terbuka. Nampak oleh Axel seorang gadis cantik memakai dress selutut lengan panjang berwanra biru dengan ikat pinggang putih besar menghiasi pinggannya yang ramping. Rambutnya dibiarkan tergerai indah, dan kalung roncenan batu beraneka warna, nampak serasi dengan wajahnya yang cantik, tubuhnya yang tinggi serta kulitnya yang putih bak pualam     

"Permisi, Pak," sapa gadis itu. tak pernah meninggalkan sopan santunnya.     

"Masuklah. Kau tahu, kenapa saya emmanggilmu dan sekalian memintamu membawa tas kerjamu?" tanya Axel saat gadis itu sudah duduk di depannya dengan baik.     

"Saya tidak tahu. Tapi, dengan anda memanggil saya melalui telfon kantor, pasti anda memerlukan sesuatu dari saya yang ada kaitannya dengan pekerjaan."     

Axel tersenyum, dan membatin, kalau kali ini tebakan gadis itu salah. Tapi, bagus juga, dengan jawaban itu, pria itu beranggapan kalau Chaliya adalah sosok yang bertanggung jawab dalam pekerjaannya. "Ayo, ikut denganku!" ajak Axel.     

"Baik, Pak," jawab gadis itu patuh, dan berjalan di belakang pria itu. 'Ke mana kau mau mengajakku jika tidak ada kaitannya dengan pekerjaan? Apakah kau mau mempertemukan aku dengan istrimu lagi?' batin Chaliya. Gadis itu berabi bertaruh. Melihat kondisi Axel beberapa hari ini nampak berantakan, pasti dia dan istri tercintanya itu sedang bertengkar karena mempermasalahkan identitas dirinya. Dia juga tahu, kalau diam-diam Axel meminta bantuan tim intelijennya untuk menyelidiki dirinya. Selidiki saja, maka kau akan kecewa dengan hasilnya. Sementara Wulan, dia bisa gila dengan sendirinya tanpa diberi obat.     

"Masuklah!" ucap Axel membukakan pintu mobil tepat di samping ke mudia.     

Gadis itu tersenyum, mengangguk pelan lalu masuk, duduk dengan baik, lalu memaang sabuk pengaman tanpa di suruh.     

'Coba, bagaimana ekspresimu nanti jika ketemu dengan om Rafi dan tante Yulita. Apakah kau masih bisa tenang?' batin Axel dengan muka datar dan sedikit tersenyum tipi. Sangat tipis sekali nyaris tak terlihat. Tapi, sayang. Apa yang dia batin, Chaliya bisa mengerti walau di telinganya dia tidak mendengar apa-apa.     

'Oh, percaya sama Wulan, ya? Baiklah. Akan kutunjukkan bahwa anggapan Wulan itu salah menilai aku adalah Alea meskipun aku sendiri yang mengatakan dan mengakui padanya. Akan kubuat dia kian histeris dan menjadi-jadi saja, dan poin terpenting adalah, tidak ada seorang pun yang percaya padamu, termasuk Axel. Akan kubuat Axel jatuh cinta padaku, dan aku tinggal dia saat lagi sayang-sayangnya, agar dia tahu, seperti apa sakitnya aku di masa lalu. Karena, kalian berdua memang layak untuk dihukum.     

"Ini, kita ke mana, ya Pak? Sudah jam istirahat," ucap Chaliya memberanikan diri.     

"Aku akan mengajak kamu ke panti asuhan. Karena, perusahaan kita, setiap bulannya selalu memberi donasi di beberapa panti. Apakah kau tahu itu?"     

Chaliya mengeleng. "Anda benar-benar hebat," ucap Chaliya dengan ekspresi seolah-olah ia sangat kagum pada Axel. Sesekali membuat lawan tersanjung juga tidak masalah, bukan?"     

"Kau boleh saja anggap aku hebat. Tapi, tanpa bantuan karyawan dan staf tanpa kamu, aku tidak akan sanggup membawa perusahaan warisan dari keluargaku ini sampai ke jenjang ini. Kita sudah berada di puncak. Makasih, ya Chaliya," ucap Axel. Mulai menggombal.     

"Kenapa hanya pada saya? Berterimakasihlah nanti di perusahaan, di depan semua karyawan. Karena, yang bekerja keras bukan hanya saya seorang."     

"Hahaha, kau tidak suka dipuji?" tanya Axel.     

"kenapa? Semua wanita suka memang. Tapi, jika pujian hanya membuat lengah dan jatuh, tidak bisa maju, buat apa? Saya tidak suka," jawab Chaliya. Kemudian, di susul dengan gelak tawa dari Axel yang tengah mengemudikan mobil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.