Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MARKAS INTELIJEN



MARKAS INTELIJEN

0Barusaja ada laporan, semoga ini bisa membantu penyelidikan kaluan. Kasusu hilangnya seorang gadis kemarin telah ditutup pleh pihak kepolisian. menurut informasi yang beredar, ada salah satu anggota kita yang pernah melihat gadis hilang itu bersama bapak Rafi yang tak lain adalah ayah kandung Alea."     
0

Axel nampak berfikir keras. Setelah lima menit, ia berkata pada kapten mereka, "Apakah ada kemungkinan, Intan adalah selingkuhannya pak Rafi?"     

"Kemungkinan saja. Mungkin, kita bisa menjadikan novel itu sebagai petunjuk. Setelah selingkuhan ayah Revanda menghilang, ayahnya nampak galau. Kemudian, gadis itu berkata pada ayahnya akan membawakan menu makan siang sepesial yang akan diam asak sendiri. Dia menjadi syock dan gila setelah tahu kalau yang dimakan itu adalah potongan daging selingkuhannya," jawab seorang pria paruh baya dengan postur tubuh tegap dan muka gahar.     

"Saya tahu apa yang harus saya lakukan, captain," ujar Axel dengan cepat.     

"Bagus. Apakah kau perlu bantuan Levi dalam menangani kasus ini?"     

"Boleh, agar masalah segera terpecahkan."     

Di luar gedung intelegent.***     

"Senior, apa yang harus aku lakukan? APakah perlu datang ke kantor pak Rafi dan meminta rekaman cctv tersebut?" tanya Levy, meminta persetujuan.     

"Tidak sekarang. Ada satu hal lagi yang perlu diurus. Lebih baik, kau sekarang pulanglah dan istirahat."     

"Kenapa? Bukankah semakin cepat kasus ini diusut akan semakin baik?"     

"Tapi, kita tidak tahu kapan tepatnya kejadian itu terjadi, Lev."     

"Iya, juga. lalu, apa rencanamu?"     

"Karena ini sudah malam, maka aku akan pulang dulu. Makan siang versama keluargaku. Setelah itu, aku bisa pergi ke rumah Alea sebagai kekasihnya. Kali saja, ada hal baru yang bisa membantu."     

"Baiklah. Terimakasih, senior. Kau adalah intel dan detektif terbaik. Semoga, dengan seringnya menjalankan tugas bersamamu, aku bisa ketularan kecerdasanmu ini," ujar Levy dengan bangga.     

"Apa perlu tumpangan?"     

"Tidak. Aku menaruh motorku di sini. Jadi, aku bisa langsung pulang sendiri tanpa harus merepotkanmu, Senior."     

"Ya sudah. Hati-hati!" Axel tersenyum seorang diri sambil melihat tingkah Levy yang usianya tiga tahun lebih muda darinya. Melihat keuletan dan kejeliannya, serta oergerakannya yang cepat dalam menyusup mengambil sesuatu dari lawan, ia pun yakin. Kelak Levy akan menjadi intelegent terbaik seperti dirinya. Bahkan, bisa juga melebihi.     

"Tante bahkan baru tahu kalau kamu ternyata jago masak, Wulan," puji tante Elizabeth saat terkagum dengan hidangan yang tertata rapi di atas meja makan.     

"Hahaha, Tante terlalu berlebihan. Mana mungkin aku bisa sesukses ini kalau bukan bibi yang membantu, iya kan Bi?" ujar Wulan malu-malu sambil meletakkan lengannya di atas Pundak bibi.     

"Saya kan hanya menuruti intruksi dari nona Wulan. Mana bisa saya memasak makanan luar negeri begini?"     

"La in ikan bisa? Oke, ini Kerjasama kita yang oertama, dan aku tidak akan pernah melupakannya."     

"Baiklah. Sebentar lagi Axel pasti sudah pulang. Jadi, kau segeralah mandi sana. Melihatmu bau begini, tante takut dia ilfeel dengan masakanmu," canda tante Eliz.     

"Baik-baik."     

"Aku pulang!" teriak seorang pria dari luar rumah. Lalu,disusul dengan suara pintu ruang utama yang terbuka lebar. Di sana seorang pria memakai jeans panjang dan kemeja putih yang sudah dilipat bagian lengannya sebatas siku, serta dua kancing baju yang sudah dilepas bagian atasnya nampak berdiri dengan wajah lelah.     

"Axel, kamu kok sudah pulang?" gugup Wulan.     

"Kenapa? Apakah ada masalah jika aku pulang lebih awal dari perkiraan?" tanya Axel. Ia bingung, apa lagi yang akan ditunggu. Hidangan di atas meja juga sudah tertata rapi dan sempurna.     

"Tentu saja tidak. Aku akan mandi dulu," ujar Wulan kemudian langsung berlari menuju kamarnya.     

Axel hanya tersenyum tipis melihat tingkah Wulan yang baginya lucu.     

Axel yang sudah merasa sangat lelah langsung menghempaskan tubuhnya di atas kursi dan menghela napas panjang lalu mengeluarkannya dengan cepat dari mulut.     

"Dari mana saja? Masa dari Bandung langsung kelayapan saja. apakah ada misi rahasia lagi?" tanya mama Eliz dengan tatapan wajah yang selalu tegas.     

"Iya, Ma."     

"Apakah rumit?"     

"Tidak juga. hanya saja, ini tidak bisa ditangani dengan asal-asalan, Ma. Semua harus ektra hati-hati. Jika tidak, semua akan berdampak."     

"Baiklah. Jika memang ada masalah, dan perlu bantuan Mama, katakana saja. anak buah mama siap membantumu."     

"Iya," jawab Axel dengan raut wajah sedikit masam kemudian ia pun beranjak menuju kamarnya untuk mandi sebelum makan malam bersama.     

Sementara mamanya hanya diam menatap pilu sang anak. Namun, tak lama kemudian, ia sadar. Ia harus kuat, tetap tegar dan gak boleh lemah. Elizabet tersenyum tipis setelah menghabis titik air matanya. 'Semua akan baik-baik saja. lihatlah putramu! Dia tetap sayang dan menghargaimu sebagai seorang ibu,' gumamanya seorang diri.     

"Loh, di mana Axel, Tante?" tanya Wulan yang sudah emmakai rok putih polkadot hitam sepanjang mata kaki di padukan dengan outfit putih lengan pendek berbahan sifon dengan renda di bagian dadanya. Terlihat sangat feminism dan manis sekali.     

"Dia ke kamarnya. Mandi katanya sangat gerah," jawab tante Eliz dengan ekspresi tenang dan tersenyum tipis.     

"Apakah sudah lama dia pergi?" tanya Wulan sambil memandang tante Eliz. Kemudian, pandangannya dialihkan menuju pintu kamar Axel.     

'Apakah Axel mengalami masalah yang pelik? Apakah sebenarnya masih ada hal lain yang dikerjakan di Bandung, dan tanpa sepengetahuanku dia kembali lagi ke sana? Terlihat sekali tadi sangat kelelahan. Aku harus meminta maaf padanya secara pribadi.'     

Di tengah-tengah lamunan Wulan yang memandang pintu kamar Axel, tiba-tiba saja pintu itu terbuka, dan keluar penghuni kamar dengan memakai pakaian rapi. Seperti mau keluar, meskipun tidaklah formal. Axel memakai cinos warna abu-abu fosil di padu dengan kemeja putih lengan pendek yang mencetak bentuk tubuhnya yang maskulin. Seketika, Wulan pun gelagapan mencari alasan agar tidak ketahuan kalau sejak tadi memperhatikan ke kamarnya.     

"Kok rapi sekali?" tanya Wulan dengan tenang.     

"Iya. Habis ini aku masih harus bertemu dengan salah satu kolega."     

"Ehem," mama Eliz pun berdehem. Axel tahu, apa yang dimaksut oleh mamanya. Mungkin saja, mjika berurusan dengan masalah kantor, ia meminta agar dirinya mengajak serta Wulan agar tidak suntuk di rumah. Namun, jika beururusan dengan dunia inteligen, ya. sebaiknya memang Wulan tetap di rumah bersamanya.     

"Ini juga sudah larut. Kamu di rumah saja, ya? Lain kali, jika terlalu larut, aku akan mengajakmu."     

"Siapa yang mau ikut?" jawab Wulan sambil tertawa. Meskipun tawanya memaksakan sekali. Axel tahu itu. tapi, ia diam. Pura-pura tidak menyadari saja. mungkin dengan begitu juga baik.     

"Wah, menunya special sekali? Siapa nih yang masak? Aku langsung lapar," ujar Axel mengalihkan topik pembicaraan agar tidak canggung.     

"Aku, dong, belajar. Ya, aku kangen dengan suasana di US. Sebentar lagi, aku juga sudah akan kembali, kan?" jawab Wulan. Mengelak. Sebenarnya ia sengaja memasaknya special untuk Axel. Karena, sia sangat suka olahan daging dan spageti seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.