Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MASAKAN WULAN



MASAKAN WULAN

0"Oh, beggitu, ya? tapi, pasta pada spageti ini, khas Italia?" tanya Axel.     
0

"Di sana kan ada banyak kuliner dari berbagai belahan dunia. Aku kan hobinya wisata kuliner. Jadi, apakah aneh jika aku memasak makanan khas italia, dan menyukainya?"     

"Tidak. Tidak ada yang salah, kok," jawab Axel dan mulai mengambil stik daging dan mulai memakannya. Jelas-jelas semua menu adalah makanan favoritnya. Tapi, dia yang memang harus cepat karena buru-buru, tak mau berdebat lagi dengan Wulan. Bagaimana rasa stieak buatan Wulan juga tidak dia komen. Karena, dengan bicara, makan tidak akan cepat selesai.     

Sementara Wulan yang duduknya berhadapan sedari tadi terus mencuri-curi pandang pada Axel menunggu komentar dari Axel. Namun, rupanya pria itu tidak juga memberikan pujian sampai ia menghabiskan satu porsi steak daging sapi beserta acaranya. Kemudian, ia mengambil mangkuk berisi sup krim jamur. Dengan cepat juga ia melahapnya. Lalu yang terakhir Axel meraih segelas air putih, meminmumnya sampai habis.     

"Kamu sudah selesai makannya, Xel?"     

"Sudah, Ma. Sekarang Axel mau pergi dulu."     

"Apakah makanannya Enak?"     

"Lumayan." Jawabnya acuh. Menyadari ekspres kecewa Wulan, Axel menjawabnya lagi. "Maksutnya, kan daripada beli, untuk makanan seperti ini harus datang ke engara asalnya. Yang ada di Indo, tidak akan seenak ini. Ya sudah, daaah aku pergi dulu."     

Wulan tersenyum tipis. 'Dasar Axel! Sekali saja kau membahagiakanku tanpa membuatku kecewa lebih dulu, atau membahagiakan jangan dengan ending membuat aku kesal seperti tadi siang, coba? Bisa, gak sih?' batin gadis itu.     

***     

Di dalam mobil, Axel membuka ponselnya. Begitu mendapatkan inturuksi agar segera pergi, ia langsung tancap gas. Di depan rumah Alea, ia mendengar suara kegaduhan di dalam. Buru-buru Axel masuk ke dalam. Awalnya ia berencana memencet bel dulu. Tapi, Ketika mendengar suara benda terbuat dari kaca pecah, dan dua orang pria dan wanita berteriak memanggil nama Alea, Axel pun langsung mendobrak pintu rumah tersebut dan masuk ke dalam. Alhasil, ia tahu dan melihat, apa yang terjadi sebenarnya di dalam rumah itu.     

"Alea?" lirih Axel.     

Di depannya nampak pemandangan yang sangat tidak mengenakan. Di mana, seisi rumah berantakan. Banyak darah berceceran. Sementara Alea, jatuh tak sadarkan diri dengan tangan sudah penuh luka. Sementara, ibunya dan seorang pria muda nampak tidak berdaya melihat kejadian di depannya.     

"Alea!" teriak pria muda berwajah blasteran Indonesia – Arab tersebut.     

Sementara Yulita berteriak memanggil nama suaminya. Semua berteriak histeris kecuali Axel yang langsung berlari ambil tindakan. "Mas Rafi! Hentikan!"     

Dengan kesigapan Axel, ia berhasil menahan Rafi agar tidak menusuk Alea yang sudah tidak berdaya.     

"Ambilkan sesuatu yang bisa menahannya!" teriak Axel sambil terus berusaha keras menahan kedua lengan Rafi yang sudah dikuasai sepenuhnya oleh mahluk halus yang memasuki dirinya.     

De ngan ceoat Jevin berlari mengambil suntikan penenang. Seketika, Rafi pun menoleh dan hendak melakukan serangan pada Jevin. tapi, lagi-lagi ia tidak berdaya dan langsung ambruk.     

"Alea, sadar Alea!" Axel langsung menghampiri Alea yang sudah tak berdaya dan mengangkat kepalanya di pangkuannya. Melihat lukanya di lengannya cukup dalam dan memanjang akibat sayatan pisau, Axel segera mengambil ponselnya dan menghubungi dokter keluarganya agar datang ke rumah Alea untuk memberi penanganan utama pada Alea. Karena, rasanya buruk jika dia harus ke rumah sakit. Ia takut tidak mendapatkan tambahan informasi penting un tuk penyelidikannya.     

"Halo, tolong datang ke jalan Melatai nomor 27 sekarang cepat. Ada yang terluka parah."     

"Alea, ya ampun, Nak," ucap bu Yulita dengan tangan gemetar. Tubuh dan bajunya pun juga terdapat banyak bercak darah.     

"Apa yang baru saja terjadi, Tante?" tanya Axel. Ia njuga tidak tega melihat Alea dalam keadaan seperti ini. Meskipun mungkin, cinta padanya hanyalah kata-kata dan sekedar kepentingan untuk bekerja saja. tapi, dia adalah manusia yang memiliki hati.     

Yulita diam, lalu menyeka air matanya. Selang beberapa saat, wanita itu terisak. Ia tidak mampu mengatakannya pada Axel. Bagaimana pun, ini adalah aib keluarga. Bagaimana bisa dia menceritakan pada orang lain? Sekalipun dia adalah pacar putrinya. Rasanya tak patut saja.     

"Apakah om Rafi baik-baik saja? Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit jiwa saja untuk penanganan agar segera stabil?" tanya Axel lagi.     

"Alea melarangnya. Dia bilang akan menjaga dan merawat ayahnya sendiri sebagai rasa baktinya menjadi anak pada ayahnya," jawab Jevin yang baru saja kembali dari kamar Rafi, dan menguncinya di sana.     

"Apakah setelah melihat kondisi ayahnya seperti ini dia tetap bersikeras merawatnya sendiri?" tanya Axel bingung. Mulanya, ia hampir kemakan omongan Jevin, yang berasal dari kata-kata Alea tentunya. tapi, karena dia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh mereka, ia berasumsi kalau itu hanyalah alasan Alea saja. sebenarnya gadis itu tidak pernah menginginkan kesembuhan sang ayah. Karena, jika ayahnya sembuh dan medapatkan kembali kesadaran serta mental yang kembali stabil, kseselamatannya terancam.     

"Ting tong!"     

Semua mata menuju kea rah pintu utama. Raut ragu dan takut terlihat jelas di wajah Yulita. Tapi, dengan cepat Axel mengatakan kalau itu adalah dokter yang dia panggil.     

"Tolong, Jev bukakan pintunya. Dia adalah dokter yang kuundang ke sini untuk memberikan perawatan pada Alea. Kebetulan rumahnya berada di dekat sini. Jika aku membawanya ke rumah sakit, aku takut, macet jadi penghambat."     

Tanpa berfikir panjang Jevin pun berlari ke ruang tamu dan mempersilahakan dokter dan satu asistennya ke dalam memberi perawatan pada Alea.     

***Setengah jam kemudian.     

"Apakah luka putri saya parah, Dok?" tanya Yulita khawatir.     

"Ada dua luka kecil yang hanya cukup dibalut saja. sementara pada lengan pasien, ada satu luka yang cukup dalam, tapi, anda tidak perlu khawatir, karena saya sudah meberikan jahitan dan juga anti biotik."     

"Apakah dia masih belum sadar?" tanya Jevin yang juga kawatirkan kondisi Alea. Sejak dulu dia sudah menyayangi Alea. Sekaran, dia kehilangan adiknya dan menganggap Alea sebagai pengganti sang adik.     

"Sudah, tapi ini dia tertidur karena pengaruh bius. Anda tidak perlu kawatir. Ya sudah, saya izin dulu," ucap dokter tersebut memohon diri.     

"Baik, Dokter. Terimakasih," jawab Axel kemudian dia yang mengantarkan dokter dan asistennya tersebut sampai di depan pintu gerbang.     

Ketika Axel kembali, dia tidak mendapati Jevin di ruang tamu. Ia hanya melihat tante Yulita saja yang duduk dengan kepala menunduk.     

"Tante," panggil Axel.     

"Nak, tante tahu hubunganmu dengan Alea. Kau sudah tahu aib keluarga kami seperti ini. Apakah kau masih akan mencintai Alea? Tidakkah kau malu menjalin hubungan dengan gadis yang terlahir dari keluarga broken berantakan seperti ini?" tanya Yulita masih dengan tatapan kosong dan kepala menunduk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.