Adventure World

Lv. 99 - Hiroyuki Airi



Lv. 99 - Hiroyuki Airi

0Di tepi danau Zen dan Dio berdiri beesebelahan. Keduanga memainkan sesuatu dengan melempar batu kecil dengan bentuk pipih ke danau, dan secara diam-diam berkompetisi siapa yang bisa melempar paling jauh.     
0

"Dio, bagaimana kau bisa kenal dengan Ai?"     

"Kenal dengannya? Kami itu satu sekolah di dunia nyata. Lebih tepatnya dia adalah adik kelasku."     

"Ohh, jadi bocah ini orang Jepang juga," batin Zen. "Lalu? Apa memang cuma kebetulan seperti itu kalian tiba-tiba bermain bersama?"     

"Hmm ... kalau aku jujur, jawabannya bukan. Bagiku, game ini adalah tempat untuk bebas sendirian. Jadi aku akan pilih-pilih jika ingin bergaul dengan seseorang. Lalu alasanku bersama Ai, ada kaitannya dengan masalah yang ia alami di sekolah."     

"Masalah? Masalah seperti apa?"     

"Di sekolah Ai itu anak yang terbully."     

BYUAR!!     

Zen secara tiba-tiba dengan tidak terkendali melempar kepingan batu dengan kekuatan penuhnya. Dan hal itu mengakibatkan sebuah efek ledakan besar di permukaan air.     

"Hei, apa ada masalah?!" teriak Luck dari kejauhan.     

"Tidak ada masalah!!" balas terial Dio. "Oi Zen, kendalikan dirimu."     

"Maaf, tiba-tiba aku merasa sangat kesal. Jadi, bagaimana kondisi Ai sekarang?"     

Sesaat, Dio menatap Zen dengan tatapan terkejut dan heran. Tetapi ia masih tetap menkawab dengan normal, "Tidak perlu khawatir, aku sudah mengurusnya. Mungkin akan segera berakhir."     

"Syukurlah. Kau tahu, setelah beberapa kali aku berinteraksi dengan Ai, aku menyadari sesuatu kalau dia adalah tipe yang akan menutupi semua hal yang ia rasakan dengan senyuman palsu dan tingkah bersemangatnya. Karena itu, syukurlah kalau ada yang bisa memahaminya sepertimu."     

"Zen, aku penasaran. Hubungan seperti apa yang kau miliki dengan Ai? Kalian bukannya hanya pernah bertemu di game saja bukan?"     

Zen kemudian tersadar, kalau dipikir-pikir ia juga tidak tahu kenapa bisa sedekat itu dengan Ai. "Entahlah, aku merasa seperti punya suatu hubungan dengannya. Dia memberiku perasaan yang familiar, kalau di mataku aku menganggap dia lebih seperti adikku."     

"Entah kenapa aku merasa lega," benak Dio. "Tapi ... ini juga cukup aneh, terlalu banyak kebetulan. Aku memutuskan dekat dengan Zen karena sifatnya mengingatkanku dengan dia, dan aku juga menolong Ai karena aku tidak ingin hal yang terjadi pada dia terulang kembali," lanjut Dio dalam pikirannya.     

"Apa yang kau lamunkan?" tanya Zen tiba-tiba.     

"Bukan hal yang penting."     

"Oh ya untuk masalah Ai, jika itu menjadi lebih parah, aku akan memberimu dua kontak seseorang yang mungkin bisa kau minta bantuan. Aku juga baru ingat, mereka berdua pernah bilang kalau akhir-akhir ini Ai seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Aku akan mengirimmu nanti, kontak dan username mereka dalam game ini."     

"Terima kasih, atas bantuanmu."     

"Tidak masalah."     

Entah kenapa, kali ini mereka berdua merasa herqn sendiri. Biasanya keduanya akan mengakhiri obrolan mereka dengan keributa, tetapi kali ini dapat berakhir dengan tenang.     

"Dio-san! Kak Zen! Ceoat kemari, Kak Raven sedang membuat sesuatu yang enak. Sebelum Kak Luck menghabiskannya, cepatlah kembali!"     

Zen dan Dio sesaat saling menatap, dan bertukar sebuah senyuman tipis. Lalu mereka pun berjalan bersama menuju rumah kecil itu.     

....     

Dio dan Ai memutuskan untuk pergi setelah perayaan rumah baru milik party Nameless. Dan menyisakan anggota party itu sendiri.     

"Baiklah, kalian bisa pergi. Dan aku akan melakukan beberapa hal kepada rumah ini," ucap Luck.     

"Beberapa hal? Memangnya apa? Jangan bilang kau ingin membangun sesuatu, atau memodifikasi rumah ini?" Zen penuh dengan perasaan curiga ketika mendengar ucapan Luck.     

"Yup, tidak salah juga. Lagi pula karena itulah aku menyarankan untuk lebih memilih membeli rumah kecil. Aku ingin agar penampilan luarnya biasa saja, tetapi di dalam akan kubangun sesuatu yang lebih megah."     

Zen pun tidak habis pikir dengan apa yang diucapkan Luck. "Hah~ terserah, lakukan semaumu."     

Raven yang memperhatikan, hanya memasang ekspresi datar. Baginya tidak masalah apapun yang terjadi, asalakan dia tetap bersama party ini.     

Luck kemudian mengeluarkan beberapa item berupa bola-bola kecil, yang kemudian di lempar ke bawah dan menjadi bentuk sebuah robot dengan tinggi sepinggang mereka.     

"Apa itu? tanya Zen seketika.     

"Ini adalah para robot yang akan membantuku. Jadi aku bisa membangun apa yang kuinginkan dengan lebih cepat."     

Zen sekarang sudah sampai di titik di mana dia tidak akan terkejut pada apa pun yang Luck lakukan, dia sudah sepenuhnya terbiasa.     

"Sekarang, lebih baik kalian pergi dan buru monster itu. Dan segera kembali dengan drop itemnya dan serahkan padaku. Kita harus segera melakukan peningkatan equipment. Karena Main Story dari party Nameless sedang menunggu."     

Mendengar itu Zen hanya tersenyum tipis, bahkan Raven juga. Kemudian mereka pun keluar dan pergi ke tujuan mereka masing-masing.     

"Baiklah, karena mereka berdua terlihat seperti terbakar oleh semangat, maka aku juga akan melakukannya dengan semangat," gumam Luck.     

....     

"Dio-san, hari ini benar-benar menyenangkan. Terima kasih."     

"Sama-sama."     

Dio merasakan tatapan aneh dari Ai, Dio yakin kalau dirinya telah menjawab ucapan Ai dengan baik. Tetapi Ai malah menatapna dengan aneh dan mendekatkan kepalanya ke Dio.     

Ai sendiri juga lama-lama merasa malu karena tidak mendapatkan respon yang ia inginkan. Lalu ketika ia akan menjauh, Dio meraih kepala Ai dan mengelusnya dengan lembut.     

"Dasar manja," celetuk Dio tiba-tiba.     

"Hehe~ maafkan Ai, Ai terlanjur menyukai sensasi ini."     

Dio pun melepaskan tangannga dan segera menyuruh Ai untuk log out. "Log out lah sekarang, besok kau masih harus sekolah. Jadi jangan tidur terlalu larut."     

"Eh ...! Tapi aku masih ingin bersama Dio-san."     

"Ai, aku juga akan segera log out. Jadi ayo keluar sekarang, lagi pula besok kita masih bisa bertemu di sekolah bukan?"     

"Baiklah ...."     

"Gadis pintar."     

.....     

Keesokan harinya, di ruang guru.     

Airi saat ini merasa sangat lega dan gembira dalam hatinya. Dirinya sendiri tidak tahu bagiamana bisa, guru yang biasanya menghiraukan perilaku komplotan Sayaka sedang mendapatkan sebuah peringatan.     

Ketika dalam perjalanan ke kelas, Airi secara tidak sengaja bertemu dengan Shinji.     

"Shinji-san, kamu mau ke mana?"     

"Airi?! Aku ada sedikit urusan dengan Kepala Sekolah."     

Airi kemudian memgedarkan pandangannya dan melihat kalau Kepala Sekolah sedang berada di dekatnya. Airi dengan reflel menundukkan kepalanya memberikan salam.     

"Aku mungkin tidak bisa datang ke atap, jadi kau tidak perlu menungguku."     

"Eh? Lalu kapan Shinji-san kembali?"     

Shinji kemudian berpikir untuk sesaat, lalu melihat kalau Kepala Sekolah sudah memberikan isyarat, ia pun spontan menjawab, "Kalau begitu, tunggu aku sepulang sekolah di sana."     

"Baiklah."     

"Aku pergi dulu Airi."     

"Hati-hati di jalan," ucap Airi sambil melambaikan tangannya.     

Di sana Airi tidak sadar kalau diam-diam ada yang mengupingnya.     

....     

"Apa gadis itu yang ingin kau lindungi?" tanya Kepala Sekolah pada Shinji.     

"Begitulah."     

"Huh, kau benar-benar seorang laki-laki."     

Mungkin kita harus kembali ke beberapa waktu yang sebelumnya untuk mengetahui apa yang terjadi antara Kepala Sekolah dan Shinji.     

"Katakan, apa yang kau inginkan Shinji-kun?"     

"Saya ingin anda sedikit memperingati siswi bernama Kusanagi Sayaka dan teman-temannya."     

"Oh ... dia kah, lalu sebagai gantinya?"     

"Saya akan mengikuti olimpiade yang anda tawarkan itu."     

"Hm ... kau tahu, akan sedikit susah jika harus menegur siswi itu jika tanpa bukti, orang tuanya memang ketat kepada dirinya. Tetapi mereka juga tidak suka jika anaknya mendapatkan nama buruk, tanpa alasan yang jelas. Lalu apa kau yakin dengan mengikuti olimpiade itu? Pelaksanaannya hanya tinggal menghitung beberapa hari lo."     

"Anda tidak perlu mengkhawatirkan tentang masalah olimpiade, saya pasti bisa mengatasinya. Lalu ... akan segera kudapatkan bukti tentang kelakuakan siswi itu."     

Dan hal itu berakhir dengan kondisi Shinji yang sekarang.     

"Aku tidak menyangka kalau kau akan mendapatkan sebuah bukti dalam hitungan jam."     

"...." Shinji hanya diam saja dan tidak menanggapi perkataan Kepala Sekolah.     

"Huh~ kau tidak perlu khawatir dengan gadis itu, dia akan baik-baik saja. Sekarang fokuslah pada kompetisimu."     

"Baik, Pak!"     

....     

Jam pulang, Airi benar-benar menunggu Shinji di atap. Lama sekali ia menunggu, memperhitungkan waktu yang tersisa, dalam setengah jam akan datang seorang petugas yang mengunci setiap ruangan di sekolah, jadi Airi akan menunggu sampai saat itu.     

Cklek!     

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Airi dengan semangat menyambut orang yang membuka pintu tersebut, namun ekspresi Airi tiba-tiba berubah 180°.     

....     

Sedangkan beberapa saat sebelumnya, di posisi Shinji. Ia sekarang berada di sebuah tempat yang terdapat beberapa siswa dengan seragam yang berbeda, dan semua siswa di sana melakukan hal yang sama, yaitu mengerjakan sesuatu di sebuah kertas.     

"Ah sial, aku khawatir dengan dia. Aku harus segera menyelesaikan ini."     

Duduk di bangku paling depan, ia bagaikan badai yang bergemuruh memberikan sebuah tekanan tersendiri pada saingan-saingannya yang ada di ruangan yang sama. Dan dalm kurun waktu setengah jam lebih cepat, Shinji berhasil menyelesaikan semua soalnya.     

Ia kemudian berdiri dan menyerahkam perkejaannya ke pengawas, dan pergi begitu saja. Tentu Kepala Sekolah dan para guru pendamping lain yang melihat sudah keluar ruangan menjadi terkejut.     

"Shinji-kun, kamu tidak main-main kan?"     

"Kepala Sekolah, cepat antar saya kembali ke sekolah."     

Kepala Sekolah yang pertama kalinya melihat wajah dan suara Shinji yang seserius itu membuatnya tertarik. "Baiklah, akan kuantar kau secepat mungkin."     

....     

Sesampainya di sekolah, Shinji dengan cepat turun dari mobil dan berlari masuk ke area sekolah. Namun sebelum itu Kepala Sekolah menahannya.     

"Aku akan memberimu waktu setengah jam dan selesaikan semuanya. Jika mereka laki-laki, lakukan semaumu. Namun jika mereka perempuan, aku mohon untukmu sedikit menahan diri."     

Shinji hanya mengangguk sebagai jawaban setuju. Ketika ia memasuki gedung sekolah, di sana ia tidak sengaja bertemu dengan Ketua Kelas dari kelas Airi.     

"Kau! Kau sekelas dengan Airi bukan?"     

Tentu siswi itu pun panik, namun berusaha tenang ketika melihat siapa yang mencegahnya. "Apa Senpai sedang mencari Hiroyuki-san?"     

"Ya, apa dia sudah pulang?"     

"Aku tidak tahu itu, tapi ... tadi aku tidak sengaja melihat komplotan Sayaka mengikuti Hiroyuki-san ketika keluar kelas."     

"Terima kasih."     

Shinji pun langsung melesat ke dalam bangunan dengan cepat.     

"Sa–ma-sama."     

....     

Dengan berlari tanpa henti, akhirnya ia berhasil mencapai atap sekolah. Kebetulan pintunya terbuka, Shinji juga samar-samar mendengar suara keributan dari sana, ia pun segera mendekatinya.     

"A-Airi ...."     

Seketika emosi Shinji memuncak, ketika ia berhasil mencapai atap, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah darah segar yang mengalir dari ujung bibir Airi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.