Adventure World

Lv. 167 - Akhir Hari Itu



Lv. 167 - Akhir Hari Itu

0Sebelumnya, Arka memutuskan untuk log out setelah memeriksa detail baru pada senjatanya. Dan tepat ketika ia log out, ternyata langit sudah meenunjukkan warna merah, dan matahari sudah dalam proses turun menghilang.     
0

Seperti biasa, setelah bermain game dalam waktu kurang lebih setengah hari, hal pertama yang akan Arka lakukan adalah mengisi ulang perutnya.     

Dan ketika selesai, biasanya Arka tidak langsung membersihakan diri. Tetapi ia akan memilih untuk berdiam diri sesaat dan melakukan sedikit latihan fisik untuk mencari beberapa tetes keringat.     

Ada dua pilihan untuk Arka, antara melakuakn gerakan latihan simpel di rumah, atau keluar untuk berlari sekaligus mencari udara segar. Tetapi tidak untuk saat ini, ia lebih msmilih untuk tetap di dalam rumah.     

"Baik, makan selesai, istirahat 15 menit selesai. Sekarang waktunya mencari sedikit keringat."     

Hal pertama yang akan Arka lakukan tentunya adalah pemanasan. Tentu ini penting di setiap akan melakukan latihan fisik apapun itu. Siapa pun itu pasti tidak mau terkena cedera di tengah kegiatan bukan?     

Di tengah-tengah pemanasan, pikiran Arka sempat berpindah ke beberapa tempat. Ia ternyata cukup khawatir pada apa yang terjadi dengan Celyn, atau Cecil sebelumnya. Sebab, sangat aneh apabila seseorang merasakan rasa sakit yang sampai membuatnya menangis di dalam game itu.     

Sejauh ini, rasa sakit normal yang berada di game itu hanya sesakit gigitan semut kecil. Bahkan jika memang player ingin mengatur rasa sakit itu, mereka harus melakukannya secara manual. Antara ingin meningkatkan rasa sakitnya, atau menghilangkannya.     

Fitur ini disebut Pain Effect, yang terdiri dari tingkat 1 sampai dengan 5. Normalnya akan berada di tingkat 1, dan jika player memang tidak ingin merasakan apapun, dia bisa menonaktifkannya.     

Dan jika player ingin merasakan rasa sakit dengan lebih jelas, ia bisa mengaturnya ke level 2 sampai dengan 5. Mereka bilang, Pain Effect di level itu sudah setara dengan sengatan lebah, level 3 seperti di tusuk oleh jarum, dan level 4 seperti tersayat silet, dan level 5 sekaligus level terakhir masih belum ada yang berani mencobanya.     

Mungkin akan ada yang bertanya-tanya, memangnya ada yang ingin meninggikan rasa sakit itu? Tentunya ada, beberapa orang menginginkan pengalaman yang lebih baik dan lebih real, karena itu mereka menggunakan fungsi fitur ini.     

Untuk Arka, ia hanya menngaturnya pada tingkatan normal. Sebab, bagi dirinya, meningkatkan rasa sakit hanya untuk orang-orang yang masokis saja.     

"Seharusnya jika itu Cecil, kemungkinan besar ia akan membiarkan Pain Effect di level 1, atau mungkin menonaktifkannya. Tapi ... dafi ekspresinya aku bisa tahu dengan jelas, kalau itu rasa sakit sungguhan."     

Arka berkali-kali berusaha untuk mengabaikannya. Tetapi tetap saja, bahkn sampai selesai pemanasan ia akan selalu teringat, ekspresi dari seorang gadis yang menahan rasa sakit luar biasa sendirian. Itu merupakan sesuatu yang tidak bisa Arka abaikan begitu saja.     

"Huh, aku harus fokus."     

Kembali fokus, Arka pun melanjutkan kegiatannya. Dimulai dari Lunges, lalu dilanjut dengan gerakan lain seperti Squats, Sit Up, Push Up, Plank, dan lain-lain.     

Sekitar 40 menit terlewati, dan menurut Arka itu sudah cukup untuk latihan malam hari. Ia tidak boleh terlalu banyak mengeluarkan energi, bagi Arka ini bertujuan agar kualitas tidurnya tidak terganggu.     

"Ini lebih baik," ucapnya sambil mengelap keringat di dagu dan pipinya. "Baiklah waktunya untuk membersihkan diri sekarang."     

Sela beberapa menit, Arka akhirnyabkeluar dari kamar mandi. Setelah itu ia pun menuju ke kamar memilih sesuatu untuk menutupi tubuhnya.     

Drt! Drt!     

Mendengar smartphone miliknya berbunyi, Arka pun pergi mendekatinya. Ia melihat sebuah nama yang tidak asing sedang berusaha menghubunginya.     

"Om Raka? Ada apa beliau menelpon malam-malam? Ah! Apa ini soal ...."     

Menghentikan kata-katanya, Arka pun mengangkat telepon tersebut.     

[ Halo Arka, maaf menelponmu malam-malam. Apa saat ini kau sibuk? ]     

Arka pun sedikit menoleh ke arah jam dinding, dan waktu sedang menunjukkan jam setengah delapan malam.     

"Tidak Om, kebetulan saat ini saya sedang kosong. Apa Om ada keperluan?"     

[ "Kalai begitu, apa kau tidak keberatan kalau datang ke rumahku? Ada yang ingin kutanyakan soal keadaan Cecil." ]     

"Sudah kuduga," benak Arka. "Baiklah Om, saya akan segera ke sana."     

[ "Baiklah, tunggu di sana sebentar. Aku akan mengirim jemputan ke tempatmu. Terima kasih." ]     

"Eh, Om sebentar–"     

Tuuut!!     

Tiba-tiba panggilan tersebut berakhir, tepat ketika Arka ingin mengucapkan sesuatu. Dan pada akhirnya hal tersebut belum sempat tersampaikan sama sekali.     

"Huh~ padahal aku ingin bilang kalau aku tidak butuh jemputan. Sepertinya mau tidak mau aku harus menunggu jemputan dari Om Raka."     

...     

Di waktu yang sama, tetapi kita akan pergi ke tempat di mana waktu sudah menunjukkan dua jam lebih cepat dari pada waktu di tempat Arka berada.     

Kyoto, Jepang.     

Sebelumnya Itsuki batu saja menyelesaikan penaklulan Lustorius Castle bersama Dio. Dan ia memutuska untul log out setelahnya. Ketika kesadarannya telah kembali ke tubuh aslinya, ia menyadari sesuatu.     

"Kenapa, tubuhku terasa berat?" benak Itsuki.     

Lalu, ketika ia melepaskan Viviam yang terpasang dikepalanya, Itsuki dapat melihat kalah ada seseorang yang saat ini sedang menduduki tubuhnya dari atas.     

"Rika? Ada apa?" tanya Itsuki dengan anda sehalus mungkin.     

"Hmmph!" Tidak menjawab, Rika hanya mendengus kesal sambil mengalihkam wajahnya.     

"Ah sial, dia marah," batin Itsuki.     

Tidak ingin membiarkan keadaan yang semakin larut dan mengalir lebih jauh, Itsuki pun memaksa bangum dari posisinya dan mengubah posisi Rika ke pangkuannya.     

Rika nampak sedikit terkejut ketika Itsuki melakukan hal tersebut, tetapi ia juga tetap mempertahankan ekspresi cemberutnya.     

"Rika~ ada apa denganmu? Kenapa kamu kesal seperti ini? Apa aku membuat sebuah kesalahan?"     

"Hmph! Pikir saja sendiri."     

"Kamu menyuruhku untuk memikirkannya sendiri, tapi dirimu sendiri terlihat nyaman dengan posisimu saat ini."     

"I-I-Itu terserahku. Apa kau keberatan?!" Masih dengan nada membentak, tetapi Itsuki sadar kalau Rika sudah mulai melembut kepadanya, terlihat dari wajahnya yang memerah samar-samar.     

"Baiklah, kalai begitu ....."     

"Kya!! Itsuki, apa yang kamu lakukan?"     

Itauki saat ini tengah memeluk Rika menggunakan kedua tangannya. Dengan dua tangan yang panjang itu, ia memasukkan tubuh Rika yang bisa terbilang mungil bagi Itsuki. Selain itu, ia juga menenggelamkan wajahnua di leher putih gadis itu.     

"Aku suka aromamu, Rika."     

"H-Hei, cepat lepaskan."     

"Aku tidak mau."     

"T-T-Tapi, jika kmu tidak melepaskannya ...."     

"Hmm? Kenapa? Kenapa memangnya jika aku tidak melepaskannya?"     

Itsuki masih mempertahankan gaya bicaranya yang lembut dan santai, dan di sisi lain Rika sedang menahan diri dari kegugupannya yang meroket tiba-tiba.     

Rika sendiri walaupun merengek ingin untuk dilepaskan, kebenarannya ia sendiri juga menikmati posisinya saat ini. Saking nyamannya, ia bahkan tidak bisa jujur kalau ingin tetap di posisinya yabg sekarang lebih lama lagi.     

Melanjutkan langkah selanjutnya, Itsuki mulai melakukan pergerakan. Di mulai dengan memberikan kecupan-kecupan lembut ke leher Rika, lalu semakin ke atas, Itsuki pun sampai menggigit perlahan telinga Rika.     

"Hya! Itsuki! Apa yang kamu lakukan? Jangan di telinga, t-telingaku sedikit ...."     

"Sedikit? Sedikit apa?"     

"S-Sedikit sensistif tahu!"     

"Hmm~ kalau begitu ...."     

"Hya! Kya! Mm~! Itsuki, kumohon lakukn sedikit perlahan."     

Bukannya berhenti setelah peringatan sebelumnya, Itsuki malah semakin menjadi liar. Ia bahkan hampir melahap telinga Rika di saat itu juga.     

"I-Itsuki ...."     

Menghirauakan panggialan Rika, Itsuki masih tetao melanjutkan aksinya. Ia bahkan semakin jauh, sampai-sampai bekas cupang terluhat di beberapa bagian dari area sekutar telinga sampai dengan leher Rika.     

"Itsuki! Stop!"     

Menyadarkan Itsuki kembali ke sikap awalnya, Rika sampai mendorong kedua bahu Itsuki dan sedikit menjauhkan Itsuki dari dirinya.     

Bukannya memasang wajah bersalah, yang ada Rika hanya mendapatkan tatapan tidak berdosa dati Itsuki. Dan tidak berhenti di situ saja, Itsuki sampai menunjukkan ketika lidahnya menjilat ujung bibirnya sendiri.     

"Itsuki jahat! Bagaimana aku bisa marah denganmu lagi, jika ekapresimu seperti itu?!"     

Itsuki merasa kalau sudah waktunya menghentikan candaannya. Ia pun mulai memeluk Rika sampai wajah Rika sendiri yang tenggelam ke dadanya. Ditambah, ianjuga memberikan sedikit tepukan pelan ke kepala Rika.     

"Maaf, maaf, lagipula salah siapa yang terlalu imut, aku tidak bisa mengendalikan diriku."     

"Dasar bodoh," balas Rika wajah yang masih di posisi yang sama.     

Itsuki pun memberikan pelukan yang semakin erat ke Rika. Lalu ia pun akhirnya mencoba sekali lagi menanyakan alasan Rika yang marah.     

"Baiklah Rika, sebenarnya kenapa kamu marah?"     

"Kamu melupakanku."     

"Eh? Bagaimana bisa aku melupakanmu?"     

"Tengu kamu melupakanku, kamu hampir seharian bermain, bahkan setelah kita akhirnya bisa tinggal bersama, kamu mengabaikanku."     

"Ah!" Itsuki pun kembali mengingat-ingat, apa saja yang telah ia lakukan seharian ini.     

Pertama kali bangun, ia bersiap-siap seperti biasa. Karena tidak ada jadwal kuliah ia memutuskan untuk memeriksa pekerjaan yang diberikan Ayahnya.     

Lalu sarapan sendirian karena Rika belum bangun. Dan pada akhirnya setelah matahari sudah berada di posisi yang lebih tinggi, ia memutuskan untuk masuk ke dalam game.     

"Maaf, mungkin seharusnya aku membangunkamu tadi pagi. Aku terlalu takut mengganggu waktu tidurmu, jadi kubiarkan saja kamu tetap tidur."     

"Baiklah, sudah kuputuskan," ucap Rika ya g tiba-tiba berdiri dari posisinya.     

"Hmm, memangnya apa?" tanya Itsuki yabg penasaran.     

"Malam ini, aku akan tidur aatu ranjang denganmu."     

Seketika otak Itsuki seperti terkena serangan konsleting. Ia benar-benar membeku, sepertinya perkataan Rika sebelumnya terlalu berat untuk Itsuki proses menggunakan otaknya.     

"Aku tidak salah dengar kan?" pikirnya yang bertanya-tanya.     

"Itsuki~" panggil Rika tepat di hadapan Itsuki.     

Seperti mencoba menyadarkannya, Rika berkali-kali melambaikan tangannua di depan wajah Itsuki.     

"Rika, kamu tidak bercanda bukan? Dengan kalimatmu sebelumnya?"     

"Bercanda? Kenapa aku harus bercanda?"     

"T-Tapi, kamu akan tidur dengan seorang laki-laki loh! Setidaknya jangan longgarkan pertahananmu sendiri."     

"Jika iti Itsuki, menurutku tidak akan ada masalah. Baiklah, aku siap-siap ke bawah sebentar. Kamu pasti lapar bukan? Pergilah ke bawah dan akan kubuatkan sesuatu."     

Setelah itu, Rika pun pergi meninggalkan Itaumi yang masih membeku di atas ranjangnya.     

"Sial, ini akan menjadi malam yang panjang sekaligua berat bagiku."     

.....     

Ketika Arka dan Itsuki memiliki kegiatan mereka masing-masing. Inilah dia Rivan, duduk di hadapan televisi menyaksikan sebuah tontonan dengan kucing kesayangannya di pangkuan pahanya.     

"Felix, aku mengantuk. Mungkin sudah saatnya kita untuk tidur."     

"Miaw~"     

"Baiklah, sepertinya kau sendiri juga mengantuk. Kalau begitu ayo kita pergi ke kamar."     

Tidak ada yang istimewa, bagi Rivan kesehariannya di dunia nyata hanyalah kegiatan main-main bersama Felix.     

Bisa dibilang sebagai pecinta hewan berbulu, terutama kucing. Bermain bersama mereka merupakan keseharian rutin Rivan yang memang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.     

"Aku tidak sabar bertemu mereka di keesokan harinya," gumam Rivan yang telah di atas ranjang, sambil berandai-andai tentang kegiatan keesokan harinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.