Adventure World

Lv. 179 - Setelah Perkumpulan



Lv. 179 - Setelah Perkumpulan

0Perkumpulan antar guild telah berakhir. Beberapa guild seperti Golden Sanctuary, Silver Dragon, Phantom, dan Scarlet Moon memutuskam untuk meninggalkan tempat terlebih dahulu.     
0

Dan sekarang, menyusul beberapa guild sebelumnya, High Order, Azure Rose, dan Nameless Party juga ikut meninggalkan markas Warblood Titan.     

"Luck! Kita bertemu lagi!"     

Ketika mereka keluar dari markas Warblood Titan, Nabi secara spesifik berlari tepat menuju Luck. Dan bukan hanya itu saja, ia bahkan dengan terang-terangan merangkul salah satu lengan Luck.     

"O-Oh Nabi ... yah, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"     

"Baik, dan sekarang lebih baik dari biasanya."     

Luck semakin tidak nyaman mendapatkan tatapan menusuk dari sekelilingnya. Perlu diketahui, Nabi itu termasuk player wanita yang cukup populer.     

Dan sekarang dirinya tepat di area di mana player lalu lalang dengan gamblangnya merangkul tangan seorang player pria.     

Lalu Erika, dirinya yang juga baru keluar secara bersamaan melihat hal tersebut dengan cepat ia menuju sisi Luck, dan melakukan hal yang sama dengan Nabi. Ia merangkul lengan Luck yang lain.     

"Luck~ Apa maksudnya ini?" ucap Erika dengan kalem, namun tiap kata yang ia keluarkan dapat dirasakan sebuah intimidasi.     

"E-Erika??"     

Sekarang Luck benar-benar dalam keadaan yang sulit. Ia sempat mencoba mencari bantuan, namun tidak ada orang yang bisa ia harapkam saat ini. Zen hanya tertawa dari kejauhan bersama Hiro dan Ken. Raven juga terlihat sudah menjauh bersama Aria. Dan Irene, ia terlihat sudah tidak peduli dan hanya menghela napas.     

"Oh~ bukankah ini sang mantan idol, Erika. Apa kau punya urusan dengan Luck?"     

"Ara! Seharusnya aku yang bertanya, apa hubunganmu dengan Luck?"     

Memang tidak terlihat, tetapi dari hanya mendengar saja Luck bisa merasakan aura permusuhan yang sangat kuat dari dua wanita yang ada di hadapannya ini.     

"Hei, bukankah dia terlalu serakah untuk menjaring mereka berdua?"     

"Semuanya, targetkan pria sialan itu!"     

"Kita habisi dia ketika di luar."     

"Jangan biarkan dia bermain dengan tenang."     

Walaupun hanua terdengar sebagai beberapa bisikan, Luck masih bisa mendengar semua perkataan yang dikeluarkan oleh player di sekitar mereka.     

"Lihat! Ini hadiah yang diberikan oleh Luck padaku. Dan sejauh itulah hubungan kami berada," ucap Nabi dengan bangganya menunjukkan pedang pemberian Luck.     

"K-Kau memberikan hadiah pada wanita lain!!" bisik Erika dengan geram ke telinga Luck.     

"Aku bisa jelaskan, kumohon dengarkan penjelasanku," jawab Luck lirih dengan ekspresi panik.     

Kehabisan kesabaran, Erika pun mulau melakukan tindakannya sendiri. Ia menarik tangan kiri Luck dari rangkulan Nabi dan mensejajarkan punggung tangan Luck dengan miliknya.     

"Lihat! Kau memang mendapatkan pedang, tetapi kami sudah menikah di sini!!"     

Dengan saksi sekitar puluhan player di area yang sama, Erika dengan lantang menegaskan kalau dirinya telah menikah di dalam game dengan seorang player pria.     

Mungkin kalimat di atas akan menjadi topik yang sangat panas di forum diskusi A-World. Tidak ada yang bisa berkata-kata, bahkn Nabi sampai tidak kuat menahan dagunya dan membiarkannya tergantung.     

Dan player lain, seakan-akan ingin menerjang Luck, namun tidak bisa sebab Erika sendiri ada di sampingnya. Lalu Zen dan Hiro, mereka hanya bisa menepuk jidat mereka ketika menyaksikan hal tersebut, sedangkan Ken masuk dalam keadaan syok.     

Nabi sendiri terlihat sedang menahan sesuatu sambil menunduk, ia terlihat sangat kesal sedangkan Erika tersenyum dengan sombongnya, menandakan kalau ialah yang mendapatkan kemenangan.     

Perlahan Nabi mendekat ke posisi Luck, lalu tanpa aba-aba dirinya menggenggam tangan kiri Luck sambil berkata, "Jika kau memang sudah menikah, maka ja–"     

"Baik, waktunya berhenti."     

Sebelum Nabi menyelesaikan kalimatnya, Irene sudah menutup mulutnya terlebih dahulu dan menyeretnya pergi. Ia juga sempat menunduk sebagai ajuan permisi dan akhirnya meninggalkn tempat.     

Sedangkan Luck, tidak sadar kalau sebenarnya tanpa sengaja ia menggenggam tangan Erika.     

"Luck, sampai kapan kamu mau memegang tanganku?" tanya Erika lirih dengan ekspresi malu-malu.     

Luck kemudian memnyeret Erika menjauh ke tempat lain sambik menggandeng tangannya. Beberapa player dengan sengaja mengikuti mereka, Ken yang melihat hal itu merasa akan menjadi menarik. Jadi ia memutuskan untuk mengikuti deretan player yang sedang mengejar Luck dan Erika.     

Dan saat ini, keadaan hanya menyisakan Zen dan Hiro. Sesaat mereka saling menatap memperhatikan satu sama lain.     

"Jadi kau Zen? Senang bertemu denganmu," salam Hiro sambil mengulurkan tangannya.     

"Oh~ suatu kehormatan ketika Ketua dari High Order memulai suatu obrolan denganku." Dan Zen menjawabnya dengan ucapan dan jabat tangan yang hangat.     

Sebenarnya, pertemuan antara Zen dan Hiro sedikit tidak terduga. Belum lagi mereka berdua bisa dibilang terlihat cukup mirip dalam penampilan, dan mungkin juga dalam sifat, gaya equipment mereka.     

Bahkan beberapa player yang melihat hal itu sedikit merasa adanya keserasian dalam mereka berdua. Tentunya bukan dalam artian yang aneh. Lebih seperti ... jika ada orang asing yang melihat mereka bersama, maka tidak aneh jika nereka mengangga kedua orang ini adalah saudara.     

"Aku mendengar banyak hal tentangmu dari beberapa anggotaku. Sepertinya kau cukup dekat dengan Ai, Celyn, dan juga Adikku."     

".... Hah? Adik? Siapa?"     

"Ayolah, apa kau yakin melupakannya?"     

Zen sesaat terdiam dan berusaha mengingat siapa yang Hiro maksud. Dan dari semua orang yang ia pikirkan, dirinya yakin pada satu sosok.     

"Oh ... Ryok– maksudku Yuki kah ...."     

"Benar."     

"Kakak Yuki ...."     

"Yup, seorang Kakak yang memang benar-benar Kakak," ucap Hiro dengan beberapa penekanan.     

Mereka berdua tiba-tiba saling diam, tidak ada suara, tidak ada tindakan, benar-benar keduanya diam mematung.     

"Apa kau penasaran di mana dia sekarang?"     

"Eh?"     

Mendengar pertanyaan Hiro, tentunya Zen sedikit merasa terkejut. Sebab kalimat seperti itu bukanlah hal yang dapat Zen ekspetasikan muncuk dari Hiro.     

Zen sempat bimbang memberikan jawaban, ia bahkam sampai memutar-mutar pandangannya ke segala arah demi mencari jawabannya.     

".... Yah, jika kau memang mau mengatakn keberadaannya, mungkin aku akan berterima kasih," ucap Zen dengan nada agak malu-malu.     

Dan melihat hal tersebut Hiro hanya menunjukkan sebuah senyuman tipis di wajahnya. "Mungkin kau bisa menemukannya di menara jam jika sempat, di sana terakhir kali aku mengetahui keberadaannya."     

"Kalai begitu, terima kasih," tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, Zen melesat begitu saja meninggalkan Hiro sendirian.     

"Lihatlah Ryoko, masih ada kesempatan bagimu untuk memikatnya. Bahkan jika dia melupakan semua masa lalu, masih ada masa depan yang menunggu kalian," gumam Hiro.     

....     

Zen berlari menuju ke menara jam yang berada di Pulau Mesaia. Menara jam di Pulau ini hanya ada satu, jadi Zen jelas yakin arah mana yang harus ia tuju.     

Walaupun disebut menara jam, sebanarnya menara ini lebih sering disebut menaea lonceng.     

Sebab tepat di bagian bawah jamnya terdapat sebuah rongga kosong yang tersapat sebuah lonceng di dalamnya. Zen pun menuju langsung ke tempat itu, dengan menaiki satu persatu tangga yang ada.     

Kerika Zen sampai di tempat di mana lonceng menara berada, ia bisa melihat sesosok wanita berambut biru langit panjang sedang menghadap ke pemandangan kota yang ada.     

Ketika Zen mulai berjalan, suara langkah kakinya tanpa maksud, menyadarkan gadis itu akan kehadirannya.     

"Zen!"     

"Yo, Yuki."     

.....     

Zen? Ada apa dia di sini? Ini terlalu tiba-tiba.     

"Kenapa kamu ada di sini?"     

"Keebetulan saja, kebetulan aku sensiri suka tempat seperti ini," ucap Zen yang diiringi dengan langkahnya yang menuju ke sampingku.     

Kebetulan? Apa memang semudah itu kami bertemu? Tiba-tiba, bahan obrolan kami berhenti begiti saja, dan dirinya sedang menatap kota dengan angin yang menghembus ke arah wajahnya.     

Aku benar-benar tidak paham apa yang ia pikirkan. Tetapi, melihatnya saja seperti ini sudah membuatku merasa benar-benar tenang.     

"Apa senyaman itu melihat wajhku?" ucap Zem tiba-tiba sambil melirikku.     

Ah, sial. Dia menangkap basah diriku. Selanjutnya aku benar-benar kesulitan menatapnya secara langsung. Dan dia semakin mendekatkan wajahnya ke diriku.     

"T-Tidak, itu hanya kebetulan."     

Aku tidak bisa seperti ini terus ... semakin lama aku menatapnya, semakin sulit pula aku menjauhinya. Tapi ... aku sendiri tidak ingin menjadi penengah antara dirinya dan Cecil.     

Bagaimana ini? Bahkan aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak egois, tetapi tetap saja ... aku sendiri tidak ingin terus membohongi diriku sendiri. Semakin lama aku menutupi perasaan ini, semakin besar pula rasa sakit yang terkumpul di hati ini.     

"Yuk– Ryoko, apa yang terjadi?" Zen semakin mendekat, ketika ia bertanya bahkan salahstu tangannya sudah memegang beberapa helai rambutku.     

"T-tidak apa-apa," jawabku dengan wajah yabg terpaling.     

"Benarkah? Sesaat kau seperti tidak ada di sini loh. Apa ada sesuatu yang membuatmu sangat kepikiran? Hei jujurlah saja, terus menahannya tidak akan membuatmu merasa lebih baik,m. Dan juga ... jangan memaksakan dirimu sendiri, terkadang beban di hati akan terasa lebih ringan ketika kau membicarakannya dengan orang lain."     

Lihat! Bahkan kamu masih mengatakan hal yang sama, bahkan setelah lebih dari 10 tahun. Kamu memang tidak akan pernah berubah, selamanya Arka tetaplah Arka di mataku. Baik itu di masa lalu, ataupun masa yang sekarang.     

Baiklah, sudah kuputuskan. Aku akan mengatakannya.     

"Arka!"     

Ekspresi yang ia keluarkan ketika memanggilnya sedikit mengejutkan, mungkin karena aku memanggilnya dengan nama asli. Tetapi, dengan segera ia memasang sebuah senyuman lembutnya kembali, dan menatap kedua mataku dalam-dalam.     

"Arka, aku ...."     

".... Aku?"     

"Ada yang ingin aku katakan. Mungkin ini terdengar mengejutkan, ataupun sulit dipercaya, tetapi yang kukatakan ini tulus dari hatiku yang terdalam."     

Ekspresi yang ia berikan tetap tidak berubah sama sekali, senyuman yang menenangkan hati itu, masih setia di tempatnya.     

"Arka, sebenarnya aku–"     

Tidak, aku tetap saja masih tidak.bisa mengatakannya. Setiap aku berusaha mengeluarkan kalimat itu, pikiran itu selalu muncul di kepalaku.     

"Ryoko-chan, bisakah aku memiliki dia?"     

"Ryoko-chan, bukankah tidak adil jika kamu terus yang bersamanya?"     

"Ryoko-chan, kenapa dia lebih nemilihmu dari pada aku?!"     

"Ryoko-chan ... kenapa kamu merebut semua yang menjadi keinginanku ...?"     

Aku tidak ingin, semua ingatan yang berusaha kukubur dalam-dalam selalu muncul ketika aky bersamanya. Rasa bersalah ini ... aku tidak ingin mengingatnya, aku ingim membuangnya. Tapi ... aku takut jika itu terulang lagi.     

Tepat ketika aku memberhentikan perkataanku, di saat itu juga lonceng yang berada di atas kami mulai berbunyi menandakam pergantian sebuah waktu.     

"Huh? Ryoko? Apa yang ingin kamu katakan? Maaf aku tidak bisa mendengarnya karena bunyi lonceng ini," ucap dia sambil menunjuk lonceng yang ada di atas.     

Haha, biarlah ... setelah kupikir-pikir. Tetap seperti ini juga tidak terlalu buruk, atau mungkik imi sudah keputusan yang tepat untuk tetap diam.     

"Tidak, tidak ada apa-apa kok!"     

Sesaat aku bisa merasakan, kalau dirinya sedang menghela napas. Sekecewa itukah dirinya? Tapi maaf, setelah ratusan kali aku berpikir, tetap saja aku tidak bisa mengatakannya langsung padamu.     

Maaf ....     

....     

[ Keadaan darurat terjadi pada Central of Kingdom, Diamon Kingdom. ]     

[ Quest darurat di serahkan. ]     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.