Adventure World

Lv. 64 - Mall



Lv. 64 - Mall

0Ini adalah hari berikutnya setelah aku bergabung dengan Lily.     
0

"Perkenalkan semua, dia adalah Zen. Dan dia yang akan menjadi Alchemist kita dalam perjalanan kali ini."     

"Hai, kalian bisa memanggilku Zen," ucapku dengan nada sehalus mungkin.     

Yah, sekarang aku sedang berkumpul dengan seluruh anggota The Dreamer. Ternyata mereka hanya berisikan beberapa orang saja. Jika ditotal semua, termasuk Wendy dan Lily. Maka ada total 6 orang.     

Dan tentunya aku sudah mengetahui nama mereka semua, Lily yang memberitahuku. Dia gadis yang benar-benar terbuka. Banyak hal yang kami obrolkan.     

"Hah? lihatlah, bukankah dia terlihat seperti penipu?"     

Bocah dengan penampilan yang mungkin seumuran dengan Lily ini bernama Luis. Dari senjata tombak yang ia bawa, aku bisa tahu kalau ia seorang dengan Class Spearman. Dari kesan pertamaku, dia hanyalah bocah energik yang masih naif dan memiliki harga diri yang tinggi.     

"Tenanglah Luis, dia terlihat normal-normal saja kok. Kuakui wajahnua cukup tampan,"     

Lalu ada pria dengan gaya bicara yang feminim, namanya Pietro. Berkebalikan dengan gaya bicaranya, tubuhnya benar-benar seperti pegulat, tingginya sekitar dua meter, jadi ia lebih tinggindariku sekitar kurang lebuh 15 cm.     

Ia player yang menggunakan full armor dan senjata yang ia pakai adalah Battle Gauntlet. Dia pria yang baik menurutku, hanya saja aku benci cara dia mengedipkan mata ke arahku ketika menyelesaikan sebuah kalimat.     

"Lily, apa kau yakin dengannya? Kita akan pergi ke tempat yang berbahaya, setidaknya dia harus bisa melindungi diri sendiri walaupun seorang Alchemist."     

Lalu pria yang terlihat arogan itu bernama Zerk. Ia memiliki oenampilan dengan bodi slim dan tubuh yang tingginya setara dengan diriku. Zerk adalah player dengan Class Archer dan menggunakan longbow.     

Dia mungkin terlihat seperti orang yang sombong, tapi aku masuh perlu memperhitungkannya. Tergantung bagaimana hasilnya, mungkin aku akan memanggilnya 'Jerk'.     

"Kau tidak perlu khawatir, sub class ku adalah swordsman," ucapku sambil menunjukkan pedang yang tersarung di pinggangku.     

"Huh, jika kau memang seorang swordsman. Tunjukkan kemampuanmu padaku."     

Luis mengacungkan tombaknya ke arahku, tentu aku menahan diri. Jika tidak kepalanya mungkin sudah terpisah dari badannya.     

"Kalian hentikan!" bentak Lily. "Ayolah, Zen sudah bersedia bergabung dengan kita. Bahkan dia melakukannya dengan sukarela, setidaknya hargai dia."     

"Ohh, gadis kecil ini juga bisa tegas," batinku.     

"Lily tenanglah."     

"Bella?"     

Yang berbicara di belakang Lily adalah Bella, di kelompok ini dia dan Wendy lah yang terlihat paling normal di mataku. Ia nemiliki figur kakak perempuan yang sangat kuat seperti Wendy.     

Penampilannya kurasa cukup menarik, ia adalah Priest atau Healer. Jadi wajar kalau equipmentnnya serba putih, tapi jika sampai rambut dan manik matanya berwarna abu-abu seperti ini ... dia terlihat seperti makhluk yang kekurangan pigmen warna.     

"Sudahlah Lily, kau tidak perlu khwatir. Jika dia memang ingin sekali bertarung denganku. Maka aku akan meladenimu."     

"Hah, itu bagus."     

Lalu setelah beberapa proses kami mulai bertarung. Kali ini kamu menggunakan mode sparing, jadi tidak akan ada yang mati dan tidak ada skill.     

"Jika kau ingin menyerah, menyerahlah sekarang juga. Dan pergi dari tempat ini."     

Sepertinya ia mencoba memainkan permainan provokasi. Jika itu mau mu, akan kuladeni kalau begitu. Hitungan selesai dan pertarungan dimulai.     

Luis seketika maju dengan posisi siap menyerang. Aku menahanna dengan pedangku, terus menahan, menahan, dan menahan.     

Oh ya, Zetaubo benar-benar hancur. Luck sensdiri bilang kalau memperbaikinya memang mustahil. Karena itu sekarang aku menggunakan senjata pengganti.     

Ternyata cukup menjengkelkan menggunakan senjata biasa. Hal itu karena aku tidak biaa skill Armament hanya akan menghancukannya dengan cepat.     

"Hoo~ kuat juga ternyata," gumamku.     

Ketika ia berlari sekali lagi, aku mencoba akan menghindar dan sedikit memberinya sesuatu. Ketika serangannya mulai kembali berjalan, aku hanya sedikit menggeser posisiku dan menendang salah satu kakinya dan ia pun terjatuh.     

"Bagaimana rasa berciuman dengan tanah?" tanyaku. Tentunya ini membuatnya akan semakin marah.     

Sekali lagi ia menyerang, namun karena aku bosan. Aku pun mengakhiri dengan serangan kuat dan ia terlempar. Setelah itu semuanya berjalan lancar. Aku berhasil membuat mereka menerimaku dan diskusi kami pun dimulai.     

Yah, ini cukup membosankan karena hal yang mereka bahas berhubungan dengan persediaan, kondisi kapal yang mereka gunakan, tapi masih ada yang penting bagiku. Kalau kami akan berangkat keesokan harinya. Mengejutkan bagiku ternyata Lily cukup pintar mengatur sesuatu.     

....     

Aku memutuskan log out setelah itu. Karena sekarang jam satu siang, aku ingin bermalas-malasan sambil menunggu waktu kerja. Namun hak mengejutkan terjadi, tempat kerjaku menelepon dan bilang kalau cafe akan tutup.     

Jadi aku sekarang benat-benar free, apa yang harus kulakukan? Ahh~ mungkin aku bisa pergi ke sana, mungkin aku juga bisa membeli sesuatu untuk persediaan.     

....     

Arka memutuskan untuk tidur siang beberapa jam lalu bangun di pukul tiga sore. Ia lalu memutuskan untuk pergi ke Mall yang sebelumnya.     

Karena ia terpikirkan untuk setidaknya membelanjakan uang yang telah ia banyak kumpulkan dari bermain game.     

Lalu ia terkejut melihat Ryoko dari kejauhan, ia bimbang haruskah menyapanya, atau menjauh. Ia sekarang bimbang, antara rasa ingin bertemu dan takut dibenci karena sok dekat.     

"Huh, lakukan atau tidak sama sekali," gumam Arka.     

.     

.     

.     

"Selamat sore Ryoko-san, kebetulan sekali kita bertemu."     

"Arka-kun? Apa yang kamu lakukan di sini? Duduklah!"     

Arka pun duduk berhadapan dengan Ryoko, laku mulai berbicara, "Aku hanya membeli beberapa kebutuhan rumah, lalu pakaian, dan bahan-bahan makanan."     

"Kenapa sampai ke Mall? Bukankah belanja kebutuhan sehari-hari bisa ke supe market, dan pakaian juga bisa di beli ke toko baju secara langsung."     

"Entahlah, aku hanya ingin saja," ucap Arka dengan senyum kecut. "Karena jika aku tidak ke sini, aku mungkin tidak bertemu denganmu," batin Arka.     

"Lali, apa yang kau lakukan sendirian di sini? Di mana Erika dan Cecil?"     

"Mereka ada sesi pemotretan di suatu tempst. Jadi aku pergi sendiri."     

Setelah itu percakapan mereka berhenti. Melihat Ryoko yang fokus pada laptopnya mengalihkan perhatian Arka. Teringat kembali akan wajah Ryoko saat di game membuatnya melamun dan menatap wajah Ryoko dengan fokus tanpa sadar.     

"Arka-kun, jika kamu menatapku seperti itu aku akan merasa tidak nyaman."     

"Hoo~ benarkah. Aku hanya sekedar mengingat-ingat kembali penampilanmu saat di game. Ternyata tidak ada bedanya di dunia nyata, kau benar-benat memikat mataku."     

"Kamu benar-benar paham ya cara bersikap manis," ucap Ryoko dengan nada kesal karean merasa seperti dijahili.     

"Ahaha~ maaf, tapi aku serius."     

Ekspresi Ryoko seketika berubah, bahkan Arka terkejut melihatnya. Ryoko kemudian menutup laptopnya dan mendekamkan wajahnya ke lipatan tangannya.     

Arka yang melihat itu tentunya sedikit khwatir. "Apa kau tidak apa-apa? Ryoko-san?"     

"Diam!" ucap Ryoko tiba-tiba.     

"Arka-kun, bagaimana bisa kamu mengatakan sesuatu seperti itu pada wanita yang belum lama kamu kenal?"     

"Arka-kun?"     

"Arka-ku? Kamu masih di sana kan?"     

Tidak mendengar jawaban Ryoko pun menaikkan wajahnya, dan ia melihat Arka yang diam saja di tempat."     

"Arka-kun? Kenapa kamu diam saja?"     

"Kau yang menyuruhku diam."     

Lagi-lagi Arka berhasil membuat Ryoko menunjukkan ekspresi lain selain wajah datarnya.     

"Kalau begitu jawab pertanyaanku yang sebelumnya. Jangan diam saja."     

"Baiklah ... walaupun disuruh menjawab, aku sendiri tidak tahu jawabannya. Ini seperti sesuatu yang muncul tiba-tina dan ingin langsung kusampaikan."     

"Arka-kun memang aneh."     

"Hal itu berlaku juga untuk Ryoko-san."     

Suasana berubah, keduanya terdiam. Tidak ada yang melanjutkan obrolan. Sampai Ryoko menayakan sesuatu tiba-tiba.     

"Ingin berkeliling bersama?"     

Dengan senyuman Arka menjawab, "Dengan senang hati."     

....     

Keduanya lalu jalan-jalan berdua menghabiskan waktu. Barang-barang yang Arka beli sebelimnya ia serahkan pada jasa pengiriman untuk diantar ke rumah.     

Bersama-sama mereka benar-benat menarik perhatian, seperti seluruh sorotan mengatah pada mereka. Tentunya kedua orang ini tidak menyadarinya karena sibuk dengan dunia mereka sendiri.     

Bermain bersama, makan bersama, berbincang bersama, keduanya pun bertanya-tanya tentang sesuatu yang sama.     

"Apa ini kencan?"     

Satu kalimat di pikiran mereka dan itu membuat situasi canggung tanpa sebab yang jelas.     

Arka pun mengambil inisiatif, "Ingin menonton film?"     

"Tidak masalah."     

"Kalau begitu ke sini," ucap Arka yang menggandeng tangan Ryoko menuku bioskop.     

Ryoko bisa melihat dengan jelas punggung lebar Arka dan itu membuatnya tenang, tidam terasa punggung kecil yang dulu selalu ia ikuti sekarang sudah sebesar ini.     

....     

"Itu tadi cukup bagus," ucap Arka.     

"Yah, aku juga menikmatinya," balas Ryoko.     

Merasa ada yang kurang pas Arka pun mengajak Ryoko ke mesin capit yang berisikan boneka. Di sini skill Arka akan diuji sebagai gamer, dengan mudah ia berhasil mendapatkan sebyah bonek dengan bentuk pinguin. Lalu ia menyerahkannya ke Ryoko.     

"Untukmu, anggap saja kenang-kenangan dari waktu yang ia habiskan."     

"T-terima kasih."     

"Tentu."     

"Nah, sekarang kita harus kemana."     

Ketika memikirkan sebuah rencana, Ryoko tiba-tiba menarik oelan baju Arka. Dan dengan malu-malu menunjuk ke sebuah mesin foto. Arka pun menariknya ke tempat itu begitu saja.     

Beberapa foto mereka ambil bersama, dan keduanya mendapatkan masing-masing bagian. Dalam hati Arka dan Ryoko berpikir, "Aku berharap hari-hari seperti ini selalu ada."     

"Arka? Ryoko?"     

Hal mengejutkan terjadi, ketika mereka berdua baru saja keluar dari mesin foto, entah muncul dari mana Cecil sudah ada di deJKat mereka.     

"Apa yang kalian berdua lakukan?"     

Dengan ekspresi dingin Celyn melontarkan pertanyaannya. Arka terlihat tenang karena ia bisa saja menjelaskan, namun wajah Ryoko benar-benar terlihat berbeda.     

"Celyn-chan aku bisa jelaskan ...."     

Bahkan sebelum Ryoko melanjutkan kata-katanya Celyn telah berlari lebih dulu dan disusul oleh Ryoko. Arka yang tidak paham sama sekali dengan situasi hanya bisa ikut mengejar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.