One Night Accident

SADIS



SADIS

0Warning : Terdapat adegan kekerasan, yang tidak tahan silahkan di skip.     
0

Enjoy reading.     

****     

"Sir, ada apa? Kenapa anda memukul saya?" Vicky terus melangkah mundur berusaha menghindari Pete.     

"Kanapa?" Pete menyeringai dan mulai mengeluarkan pisaunya, lalu menjilat ujung pisau itu seolah akan segera menikmati mangsanya.     

"Kau bertanya kenapa? Harusnya kau berfikir seribu kali sebelum melukai seorang Cohza."     

Vicky kembali mundur dengan wajah ketakutan. "Saya tidak akan berani melukai seorang Cohza sir, anda pasti salah paham."     

"Yang ada di penjara adalah seorang Cohza." Pete mendekati Vicky dengan langkah santai. Namun Vicky tahu sekali Pete bergerak dia tidak akan bisa kabur kemana-mana.     

"Saya hanya menjalankan tugas dari Ratu."     

"Tugas?" Pete memiringkan wajahnya.     

"Aku juga menjalankan tugas, menghabisi semua yang berani melukai keluargaku."     

Sebelum Vicky bisa menghidar satu sabetan sudah bersarang di wajahnya, darah mengalis membasahi pipi dengan cepat.     

Vicky mencari jalan keluar, Kuat dugaan, perbuatannya sudah di ketahui dan sekarang pasti dia sudah dicurigai. Vicky tahu dari semua anggota keluarga Cohza Pete adalah yang paling tidak mudah ditipu.     

Vicky melihat ke kanan dan ke kiri. "Tahan dia!" Perintah Viky pada beberapa anak buahnya yang melihat kejadian itu.     

"Dia sedang hilang akal, kalian jangan biarkan dia pergi. Aku akan memanggil kakak-kakaknya." Vicky berbalik pergi membiarkan anak buahnya yang mengatasi Pete.     

Mata Pete langsung menatap tajam, dia benci dengan penghianat dan pengecut. Maka tanpa memandang siapa pun di depannya dengan sadis Pete segera memukul, menendang, menusuk. bahkan mematahkan tulang anak buah Vicky yang berusaha menghalanginya. Hanya dalam sekelbat mata semua sudah tumbang tak berdaya. Semua yang di sana tahu, tak ada yang bisa menghentikannya.     

Viky berlari menuju ruang kerjanya. Tapi belum sempat dia menutup pintu, Pete sudah menendang pintu itu hingga Vicky ikut terdorong ke belakang.     

Vicky segera maju dan melayangkan pukulan ke arah Pete, dengan sigak Pete menghindarinya dan menyayat punggung Vicky hingga kemejanya robek dengan luka melintang yang panjang.     

Vicky hendak berlari namun Pete tidak membiarkan itu terjadi dalam sekali terjangan Pete sudah berhasil mengejarnya.     

"Aaarghhhh!!!" Vicky menjerit saat pisau yang Pete lempar menancap di pahanya. Membuat Viky jatuh seketika.     

"Larilah ... larilah yang jauh ...." Pete berujar dengan suara berdesis layaknya suara seekor ular. Vicky menyeret kakinya berusaha menjauh, namun Pete sudah meraih kaki Vicky yang terluka dan menyeretnya menuju ruangan yang lebih luas. Kemudian melemparnya ke dalam salah satu kamar tamu di kerajaan.     

Vicky meronta-ronta di sepanjang lorong sebelum mendengar pintu tertutup dan dikunci. Wajah Vicky semakin pucat pasi dan meringis menahan sakit di pahanya.     

Vicky terbatuk, lantaran dadanya menghantam lantai dengan keras hingga napasnya tersenggal-senggal.     

Setelah Pete menutup pintu dan menguncinya. dia Lalu menarik lemari dan ranjang. Ia pakai untuk menahan siapa pun yang akan mengganggu kesenangannya. Viky berjalan terpincang-pincang karena sebelah pahanya yang terluka. Melihat Pete sibuk dengan lemari dan ranjang, Viky berusaha mengisi peluru pada pistol di pinggangnya. Setelah memastikan isipelurunya sudah penuh, Vicky langsung mengacungkan pistol itu ke arah Pete.     

"Berhenti di situ, Sir!" Vicky berseru.     

Sementara Pete sendiri, kini menyeringai senang karena mainannya sudah mulai putus asa. "Mau melawan?" Pete bertanya sambil meregangkan badan, seolah melakukan pemanasan sebelum olahraga.     

DORRRRRRR!!!     

Vicky menembakkan pistolnya kearah Pete, mengenai tepat di dadanya.     

Tapi Pete tak bergeming sedikit pun. Padahal darah sudah merembes di kemejanya. Dia hanya melihat dadanya sebentar lalu berjalan santai ke arah Vicky seolah-olah tidak ada yang terjadi.     

Vicky yang mengacungkan pistolnya semakin gemetaran. Pete bukan manusia, dia pasti monster, bagaimana mungkin dia bahkan tidak bereaksi saat tubuhnya tertembak.     

Senyum Pete semakin terlihat seperti malaikat pencabut nyawa, dengan wajah kaku dan pandangan mata tajam. Membuat Viky menelan ludah dengan susah payah. Tangannya yang menggenggam pistol, terlihat semakin gemetar tak terkendali.     

"Sir, kita bisa bicarakan baik-baik." Vicky mencoba bernegosiasi.     

Pete merespon dengan mengangkat sebelah alisnya dan senyum yang terlihat mengejek.     

"Arrgghhh ...!!" Dengan cepat, Pete melemparkan pisau dan langsung menancap tepat di tangan Vicky yang memegang pistol sehingga pistol itu langsung jatuh ke lantai sebelum ia berhasil menarik pelatuknya lagi.     

Vicky menjerit dengan memegang sebelah tangannya yang mulai mengucurkan darah. Dia hendak menghindar namun kalah cepat dan mendapati tubuhnya tiba-tiba sudah terhempas kelantai dalam satu tendangan. Pete mencabut kedua pisau di tangan dan paha Vicky membuat Vicky kembali menjerit kesakitan dan hendak bangun. Pete tidak membiarkan itu terjadi dan menendangnya lagi agar kembali terlentang.     

Vicky berusaha melawan dengan menendang Pete dengan kakinya yang sehat, namun perlawanannya malah membuat Pete semakin semangat. Pete mulai memukul Vicky hingga seluruh giginya rotok dan wajah babak belur tak bisa dikenali.     

Vicky berusaha menghindar sebisa mungkin namun percuma, dalam waktu singkat dia sudah tergeletak kehabisan tenaga.     

Melihat mangsanya sudah tidah berdaya Pete meraih dan menarik tangan kiri Viky. "Jadi tangan ini yang sudah berani memukul Jojo?" Pete bertanya dengan dingin.     

"AAARGHHHH!!!!" Vicky menjerit keras saat Pete mematahkan tangannya, hingga tulangnya mencuat keluar.     

"Dan tangan ini yang menggores tubuh Jojo?" Pete memegang tangan kanan Viky.     

"Sir, saya hanya melakukan perintah." Vicky berharap Pete menghentikan apa pun yang akan dilakukan padanya.     

Sayangnya Pete sudah dalam mode membunuh, apa pun perkataan Vicky akan percuma saja. Dengan santai dia menaruh tangan Vicky di lantai lalu memotong satu jari milik Vicky hingga terputus, Vicky kembali menjerit ketika darah segar mengucur deras dari jari yang terpotong itu.     

"Berani sekali kamu menuruti perintah yang salah." Pete memotong sisa jari di tangan Viky hingga kelima Jari itu habis tak bersisa. Setiap potongan menyebabkan jeritan kesakitan yang terdengar hingga luar kamar.     

"Katakan siapa yang menyuruhmu?" Pete bertanya dengan ekspresi wajah yang dingin. Vicky hanya menggeleng lemas. Dia sudah tak punya tenaga untuk melawan.     

"Katakan," Perintah Pete. Namun Vicky tetap diam.     

Tidak mendapatkan jawaban Pete kembali menancapkan pisau ke paha Vicky yang sebelah lalu dengan santai memutar pisau itu hingga mengaduk daging di dalamnya.     

"Acckkhhhh." Vicky kembali menjerit dengan suara serak, sakit yang dia rasakan sungguh tak terkira.     

"Apa aku perlu memotong kakimu juga?" Pete meletakkan ujung pisau di salah satu kaki Viky.     

"S-sa-saya akan beri tahu. saya beri tahu." Viky berujar cepat, sebelum pisau itu menusuk kakinya lagi.     

"Siapa?!"     

"K-ka-- Kakak anda yang menyuruh."     

Tangan Pete berhenti bergerak. 'Kakaknya?' Pete bertanya dalam hati.     

JLEBBBB ... KRAKKK ...!     

"AAAAAARRRGGGHHHH!!!" Pete melubangi kaki Viky dan mematahkannya.     

"Berani sekali kau menuduh Kakak ku!" Pete mencabik-cabik tubuh Viky dengan membabi buta.     

"Berani sekali kau mencoba mengadu domba kami!!" Pete sangat murka. Dia berdiri dan secara kebetulan melihat alkohol berada di meja.     

Pete mengambil satu botol dan membawanya ke arah Vicky menyiram tubuhnya yang terluka dengan minuman keras itu, Vicky menjerit blingsatan tidak karu-karuan.     

Baru pete mengambil satu botol lagi terdengar dobrakan di pintu. Pete tidak suka kesenangannya terganggu. "Nikmati minuman terakhirmu," ucap Pete lalu membuka mulut Vicky dan memaksanya menenggak minuman keras hingga terbatuk-batuk karena tidak diberikan jeda.     

Sebelum Vicky berhasil menghirup napasnya lagi, Pete menancapkan pisaunya, tepat di tenggorokannya hingga terdengar bunyi 'grooook' menandakan napas yang terputus. Mata Vicky langsung terbuka lebar dan napasnya tercekat seketika berusaha mencari oksigen yang sudah tidak bisa dia dapatkan lagi. Tubuhnya mulai mengejang berusaha mencari kehidupan.     

Dobrakkan di pintu kembali menyadarkan Pete. Dia harus cepat, walau Vicky sudah dalam keadaan sakaratul maut, namun Pete ingin memastikan Viky benar-benar mati.     

JLEBBBB.     

Pete menancapkan sebilah pisau lagi ke bagian dada Vicky dan langsung membedahnya seperti membedah seekor babi. Setelah dadanya terbuka lebar dan seluruh organ dalamnya terlihat, dengan cepat Pete mengambil jantung Vicky dan memotong semua yang terhubung sehingga dia bisa memisahkan tubuh dengan jantungnya.     

Pete berdiri dan memegang jantung Vicky yang bahkan masih berdetak pelan di tangannya.     

Di waktu yang bersamaan, pintu terbuka lebar menampakkan Ratu yang menerobos masuk namun tubuhnya langsung kaku dengan wajah pucat pasi begitu melihat keadaan Vicky.     

Pauline yang juga tidak tahan langsung berlari keluar lalu muntah-muntah di luar kamar.     

Sedang Paul yang mengerti adiknya tidak berani bergerak dan berdiri tegang di belakang Ratu agar Stevanie tidak pingsan ditempat.     

Petter sendiri akhirnya berhasil mendobrak jendela di belakangnya.     

"Astaga ...!!!" seru Petter melihat kekacauan yang di buat adiknya.     

Semua diam tak berani bergerak saat Pete dengan santai menghampiri Ratu.     

"Berikan kedua tanganmu," Pete berujar pada Ratu, yang langsung mengulurkan kedua tangannya.     

"Tengadahkan!" Pete berseru.     

Stevanie mengikuti keinginan Pete. lalu Pete meletakkan jantung Vicky di telapak tangan Ratu. "Jantung penghianat," kata Pete memberitahu.     

Ratu hanya bisa mengangguk dengan gemetar dan perut luar biasa mual menahan muntah. Petter langsung menghampiri Ratu begitu Pete berjalan melewatinya. Ia membuang jantung Viky sembarangan dan memeluk istrinya yang terlihat gemetar karena shock.     

Paul juga langsung menghampiri Pauline yang masih muntah-muntah begitu Ratu sudah bersama suaminya.     

"Apa yang terjadi?" tanya Ai yang baru saja sampai dan langsung berpapasan dengan Pete yang berlumuran darah dengan wajahnya terlihat makin menyeramkan. Semua mata langsung tertuju pada Ai, berharap kemarahan Pete sudah tersalurkan.     

Semua jantung langsung berdetak kencang ketika melihat Pete mendekat kearah Ai. Membuat Ai merinding seketika. Tapi Ai ingat, bahwa dia tak boleh memperlihatkan wajah takut di hadapan pamannya.     

"Paman terluka?" tanya Ai. Menahan detak jantungnya yang berdegup kencang dan menahan bibirnya menjerit keras melihat tubuh penuh darah Pamannya. Apalagi saat melihat dada Pete yang berlumuran darahnya sendiri. Luka tembak itu masih terus mengeluarkan darah segar.     

Pete tersenyum melihat Ai, membuat semua yang disana membeku seketika. Pete tak pernah tersenyum secara terang-terangan selama ini.     

"Welcome!" Kata Pete membuat semua orang semakin heran.     

Pete lalu mendekatkan tubuhnya kearah Ai membuat semua orang yang di sana menahan napas. Namun secara mengejutkan Pete malah mengendus aroma tubuhnya pelan dan tersenyum lagi lalu secara tiba-tiba meletakkan tangannya di perut Ai yang rata.     

"Daniel Junior," bisiknya pelan, lalu melepaskan tangannya dan pergi meninggalkan tempat itu.     

Sekali lagi, membuat semua orang kini memandang Pete dan Ai penuh kelegaan karena calon istri Daniel selamat dari tangan Psycopath.     

Ai mengembuskan napasnya yang tidak dia sadari dia tahan dari tadi. Lalu memandangi perutnya. Daniel Junior? Apa maksudnya?     

Astaga! Apa dia hamil lagi?! Lalu AI ingat dia dan Daniel tidak pernah menggunakan pengaman selama ini. Oh ... tidak.     

Ai menatap ke arah Ratu dan semua yang ada di sana. Mereka juga masih memandangnya dengan heran. Tapi sepersekian detik kemudian, mata Ai menatap mayat yang mengenaskan di sana. Dan entah karena ucapan paman Pete tentang Daniel Junior yang terngiang-ngiang di kepalanya. Atau karena melihat mayat yang tercabik-cabik di depan matanya. Sepersekian detik berikutnya kepalanya terasa berputar dan tubuhnya melorot jatuh ke lantai dengan mata terpejam.     

****     

TBC.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.