One Night Accident

BONEKA 5



BONEKA 5

0Enjoy Reading.     
0

***     

Di sinilah sekarang Lin mey kembali ke habitatnya di Prancis, boneka alias pembantu a.k.a budak bagi Paul. Disuruh sana sini nggak jelas, apalagi kalau penyakit pelupanya kumat. Baru sehari dan Lin mey sudah terkurung di kamar mandi, bukan apa, si Paul brengsek itu lupa kalau Lin mey sedang berendam di dalamnya dan malah mengunci toilet dari luar. aAlhasil Lin mey menggigil seharian di kamar mandi, untung Paul pulang sore, coba kalau pulang dua hari setelahnya mati beku dia.     

Tapi di pikir-pikir Lin mey juga heran, mau Lin mey telanjangpun Paul sama sekali tidak terlihat berselera.     

Padahal Pete bilang Paul sangat terobsesi dengan Pauline. lalu kenapa sekarang melihat Lin mey yang berubah wujud jadi Pauline, Paul anteng-anteng saja? atau karena efek usia si Paul sudah tidak perkasa? Sayang sekali kalau seperti itu, padahal badannya masih kotak-kotak, wajah juga nggak kalah tampan dari pria Cohza yang lain tapi si burung sudah kisut. Kikik Lin mey dalam hati.     

"Otakmu habis kepentok di kamar mandi ya? Kok jadi gila?" tanya Paul saat melihat Lin mey tersenyum sendiri.     

Mendengar itu Lin mey cemberut seketika.     

"Sudah cepat makan." Paul menyodorkan sup yang mengepul di hadapannya.     

"Kenapa di lihatin doang? Cepat makan katanya tadi kelaparan? Atau masih kurang?"     

Lin mey meringis tidak berani membantah. sudah 1,5 tahun dia tinggal bersama Paul dan baru kali ini melihatnya masak sup ala indonesia. Bukan meragukan rasa masakan Paul karena Lin mey tau semua Pria di keluarga Cohza pintar memasak. Masalahnya adalah mereka biasa masak makanan ala barat seperti Steak, Croissant, Beef bourguignon dan kawan-kawan, bukan masakan Indonesia.     

"Ini apa?" tanya Lin mey pura-pura bertanya.     

"Ini Soto."     

"Ha ... soto? bukannya sup?"     

"Ih ... kamu gimana sih? Ini soto masak kamu yang orang indonesia nggak tau bedanya sup sama soto?" jelas Paul kesal. Lin mey semakin ragu, ini soto teraneh yang pernah dia lihat.     

"Lama ... sini aku suapin." Paul menyodorkan satu sendok kuah berwarna cerah dengan irisan daging entah apa dan touge serta wortel yang Lin mey yakin hanya di potong jadi tiga bagian saking besarnya.     

Lin mey dengan ragu membuka mulutnya dan ....     

Buummmm.     

Benar saja rasanya seperti yang sudah dia bayangkan.     

"Huekkk."     

Lin mey langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan soto yang rasanya mirip blugogi yang level pedasnya mencapai 10. Ini soto terlaknat yang pernah dia makan.     

Setelah berkumur beberapa kali Lin mey keluar dari kamar mandi, namun dia melihat wajah Paul yang memerah karena marah.     

"Kakak ...." panggil Lin mey takut-takut. Kenapa Paul marah? Apa karena dia memuntahkan masakannya? Tapi ... itu kan rasanya memang level setan.     

"Siapa."     

"Siapa apa?"     

"Siapa yang sudah menghamilimu?"     

"Hamil?"     

"Jangan pura-pura bodoh, siapa yang membuatmu hamil, JAWAB," bentak Paul membuat Lin mey gemetar seketika.     

"Aku tidak hamil kakak."     

"Jangan bohong, kalau tidak hamil kenapa kamu muntah-muntah?" tanya Paul sambil menatap tajam.     

Astagah ... Lin mey ingin mengguyur kepala Paul dengan kuah sotonya. Lin mey muntah karena tidak tahan dengan kepedasan bumbu masakannya tidak sadarkah Paul bahwa lada atau cabe yang dia masukkan bisa untuk porsi 20 orang.     

"Kakak ... apa kakak lupa? Aku kan tidak punya rahim? Bagaimana aku bisa hamil?" tanya Lin mey walau berusaha terlihat tegar tapi tetap saja saat kesadaran bahwa dia tidak akan pernah memiliki keturunan membuatnya mengingat kesalahannya. kesalahan yang tidak sepenuhnya kesalahannya tapi menghancurkannya tanpa sisa.     

Paul membuka mulutnya lalu menutupnya lagi, dia tau Lin mey sedih tapi dia tidak bisa berbuat apa pun, hingga rasa canggung menyelimuti mereka berdua.     

"Habiskan supmu aku akan keluar sebentar," Paul berbalik dan langsung menutup pintu kamar Lin mey begitu keluar tanpa menoleh sedikitpun.     

Lin mey mengusap air matanya yang tiba-tiba terjatuh tanpa bisa di cegah. Lin mey mengambil mangkuk di depannya dan mulai menyuapkan entah sup atau soto itu ke mulutnya. Biar pedas biar aneh rasanya ia harus tetap menghabiskannya, karena mau Paul di sini atau pun tidak Lin mey     

yakin, Paul akan tetap tau soto itu di buang atau di makan.     

Lin mey menyuapkan setiap sendok dengan penuh perjuangan agar tidak muntah ataupun membuangnya. Tentu saja di sertai tangisan yang terus menerus membasahi pipinya.     

Kenapa nasibnya jadi seperti ini?     

****     

"Kamu suka?" tanya Paul memperlihatkan tempatnya bekerja selama ini.     

Lin mey tentu saja takjub melihatnya karena berbagai alat canggih ada di sana. Lin mey bahkan tidak tau bahwa senjata-senjata yang suka di lihat Paul di dalam film animasi benar-benar ada dan nyata.     

"Ini semua ciptaanku, keren kan?" ucap Paul sambil merentangkan tangannya ke seluruh ruangan.     

"Kakak menciptakannya sendiri? Tidak ada yang membantu?"     

"Tentu saja ada, tapi ini kan malam jadi mereka sudah pulang, hanya beberapa yang berpatroli dan lembur. tapi khusus malam ini aku meliburkan semuanya karena aku akan mengajakmu berkeliling." Paul menarik tangan Lin mey dengan riang.     

"Jangan sentuh sembarangan karena bisa jadi yang kamu pegang bisa menyetrum atau meledak."     

Lin mey langsung menarik tangannya yang hampir menyentuh benda mirip seperti bra dan berwarna hijau cerah.     

"Kamu boleh memakai itu jika mau," tawar Paul.     

"Tapi itu akan meledak setelah 10 menit di pakai, karena itu bra bunuh diri, jenis bra yang sedang booming di beli para teroris untuk melancarkan aksinya, mau mencoba?" lanjut Paul membuat Lin mey menggeleng cepat.     

"Bagus ... karena sayang kalau wajah cantikmu hancur tak berbentuk."     

Setelah berputar-putar dan melihat seluruh koleksi Paul, akhirnya Paul mengajaknya ke ruangan yang sedari tadi di perhatikan Lin mey karena berada di tengah-tengah dan cukup memakan tempat tapi Paul tidak menunjukkan kegunaannya.     

"Ini bagian yang sedang aku kerjakan sekarang," ucap Paul memencet sebuah tombol di depan kotak besar yang seperti lift hanya saja dia terlihat kokoh dan sangat tebal dan lebih mirip bangkas.     

"Masuklah," ajak Paul yang masuk terlebih dahulu.     

Lin mey memandang heran, tidak ada apa pun di situ.     

Klikkkk     

Dalam satu jentikan ruangan itu gelap gulita, Lin mey yang pernah di siksa Pete dalam ruangan gelap tentu saja langsung gemetar.     

"Kakak ... jangan bercanda."     

Dzzzzzzzz     

Suara aneh muncul dan tiba-tiba ruangan yang Lin mey pikir terbuat dari baja tersebut dindingnya berubah seperti kaca yang tembus pandang tentu saja ruangan itu kini menjadi terang benderang kembali.     

"Keren kan?" tanya Paul.     

"Kita bisa membawanya ke tengah laut dan melihat hiu dan paus saling melakukan perkawinan tanpa bisa di sentuh. atau kalau kamu mau kita bisa membawa kotak ini di atas lava yang meleleh karena letusan gunung berapi dan tentu saja kita akan tetap sejuk dan aman di dalamnya, bagaimana?"     

"Maksud kakak kotak ini tahan api?"     

"Bukan Cuma api, lava meteor bahkan hujan bom tidak akan bisa menghancurkan kotak ini. Tekanan air dan suhu ekstrim juga bisa dia atasi dengan mudah kok," kata Paul bangga.     

"Well itu sangat keren, tapi ... aku rasa di sini sedikit panas apa tidak bisa di nyalakan Ac-nya?"Tanya Lin mey.     

"Itu mudah adik kecil," ucap Paul sambil merogoh sesuatu di kantungnya. Paul merogoh kantung satunya lagi, lalu dia berputar seperti mencari sesuatu.     

"Kakak ada apa?" tanya Lin mey saat melihat Paul seperti kebingungan dan panik.     

"Pengendalinya hilang"     

"Apa ...?"     

"Pengendali ruangan ini tidak ada Lin lin, artinya jika pengendali itu tidak di sini kita tidak akan bisa keluar."     

"Kakak jangan bercanda?"     

"Untuk apa aku bercanda untuk hal seserius ini Lin lin."     

"Kakak ini tidak lucu sama sekali."     

Paul memandang wajah Lin lin yang juga ikut panik.     

"Maafkan aku."     

"Kakak jangan minta maaf, ayo kita cari sama-sama di mana itu alat pengendali tempat ini."     

"Lin lin alatnya ada di sana," tunjuk Paul ke luar kotak di mana ada meja kecil dengan alat seperti hp tergeletak begitu saja.     

"Ya sudah suruh anak buah kakak untuk membukannya."     

"Tidak bisa."     

"Kenapa tidak?"     

"Karena hanya aku yang bisa membukanya, alat itu di desain dengan sidik jariku, jadi walau mereka yang memegang pengendalinya hasilnya sama saja."     

"Kalau begitu hancurkan saja kotak ini."     

"Lin lin duduklah, tenangkan dirimu oke? Aku akan berusaha mencari jalan keluarnya."     

Lin mey mengangguk dan duduk dengan cemas sedang entah kenapa Paul masih terlihat tenang.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.