One Night Accident

IMPOTEN 28



IMPOTEN 28

0Enjoy Reading.     
0

***     

Enjoy Reading.     

****     

Marco melongo, benar-benar melongo saat mendengar penjelasan Javier. Bagaimana mungkin Javier yang baik menjebak saudara kembarnya sendiri.     

Plak plak plak.     

Marco melepas sepatunya dan memukuli Javier membabi buta. Dia benar-benar sedang kesal tingkat dewa.     

"Kalau mau melakukan sesuatu itu dipikir dulu, kalau keadaan jadi runyam Siapa yang mau tanggung jawab."     

Plak plak plak.     

"Kalau sampai orang tua kalian tahu bawa Jovan sudah menikah tanpa izin mereka. Kamu pikir siapa yang akan kena imbasnya?" Marco melotot ke arah Javier. Mereka yang berulah tetapi pasti nanti Marco yang akan disalahkan jika semua rencana bubar barisan.     

"Javier hanya ingin Jovan berubah Om. Memangnya Om marco mau Jovan jadi bajingan terus."     

Marco bersedekap. "Terus kamu pikir dengan Jovan menikahi Zahra. Jovan akan berubah? Yang ada kamu mengorbankan kehidupan Zahra untuk dihancurkan oleh bajingan tengik macam kembaranmu itu?"     

"Javier juga nggak mau Jovan menikahi Zahra. Tapi, setelah jevier pikir-pikir. Wanita seperti Zahra lah yang dibutuhkan oleh Jovan."     

"Wanita yang akan selalu sabar menghadapi ke brengsekan Jovan. Wanita yang Javier yakin bisa menaklukkan Jovan." Javier tidak mau kalah.     

"Bagaimana kalau kamu salah? Bagaimana kalau ternyata Zahra tidaklah sesabar yang kamu kira? Bagaimana kalau ternyata Zahra, tidak berhasil membuat Jovan berubah. Bukankah sama saja kamu menghancurkan hidupnya?" Tanya Marco penuh penekanan.     

"Lalu Javier harus bagaimana? Javier khawatir Om. Javier takut kalau suatu saat nanti Jovan akan kena batunya. Makanya Javier ingin Jovan berubah. Javier nggak mau Jovan dapat Karma."     

Marco mendesah. Ngomong soal karma. Marco sudah merasakannya. Dan memang nyesek rasanya saat anak perempuannya sudah hamil di luar nikah. Padahal baru berusia 15 tahun.     

Marco  melihat ke sudut lain.     

"Junior, sini kamu. Kamu juga terlibat, jadi kamu juga salah." Tunjuk Marco pada Junior yang hanya diam sambil bersedekap.     

"Jangan berani lihat papa dengan tatapan hipnotismu." Ancam Marco saat Junior malah menatapnya intens.     

Mendapat teguran itu, Junior langsung memalingkan wajahnya.     

"Baiklah. Kalian yang bikin masalah. Jadi aku harap, kalian juga punya solusinya?" Marco duduk sambil melihat Javier dan Junior bergantian.     

"Kalau memang yang mulia Raja tidak menyetujui pernikahan Jovan. Cerai saja. Repot banget." Junior tetap berada di jarak aman. Tidak mau mendekat ke arah Marco.     

"Cerai? Kamu pikir pernikahan itu mainan. Bisa Kawin Cerai Sesuka Hati?" Marco menatap Junior tidak habis fikir.     

Kalau duo J tidaklah kembar. Mungkin dulu Marco akan berfikir anaknya itu tertukar dengan Jovan. Secara Jovan itu mirip dia waktu muda. Hanya saja lebih parah Jovan. Sedang Junior muka tembok kayak Daniel.     

Javier duduk di sebelah pamannya dengan wajah menunduk.     

"Awalnya Javier ingin mengusulkan agar pernikahan Jovan dengan Putri Inggris Segera dilaksanakan. Tapi itu tidak akan merubahnya. Yang ada, Jovan pasti akan semakin sombong dan merasa paling tinggi karena menjadi penerus Kerajaan Inggris."     

"Sedangkan Zahra, dia hanyalah Wanita Biasa. Yang akan menampar harga diri Jovan yang terlalu tinggi, kalau sampai Zahra bisa menakhlukkan nya."     

Marco mengusap wajahnya dengan pasrah. Dia tidak mau Zahra terluka. Tapi, bolehkah Marco mengharapkan Zahra bisa menjadi pawangnya Jovan.     

"Jovan sudah berjanji padaku. Dia akan setia kepada Zahra sampai 8 bulan yang akan datang."     

"Sebagai gantinya. Aku akan mengikuti keinginan Jovan. move on dari Jean berkencan dengan wanita pilihannya."     

"Lalu kalau Jovan bisa di taklukkan Zahra. Bagaimana perjodohannya dengan putri Inggris? Pikirkan itu juga." Marco semakin pusing saja.     

"Aku ... kalau memang di perlukan. Aku akan menggantikan Jovan menikah dengan putri Inggris."     

Marco melihat wajah sedih Javier. "Kamu yakin?" tanya Marco.     

Javier mengangguk. "Di dalam perjanjian hanya di sebutkan bahwa salah satu pangeran Cavendish akan menikah dengan putri Inggris. Tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa harus Jovan yang melakukannya. Lagi pula pernikahan masih akan terjadi lima tahun lagi. Javier rasa tidak akan ada masalah siapapun yang menikahi putri Inggris. Asal dia adalah keturunan sah kerajaan Cavendish."     

"Aku akan membicarakan ini dengan ayahmu dulu."     

"Jangan sekarang om."     

"Kenapa?"     

"Kalau Jovan tahu, aku akan menggantikan dirinya menikahi putri Inggris sekarang. Dia pasti akan Marah. Karena dia masih mengharapkan jadi Raja Inggris."     

"Beri waktu Zahra untuk membuat Jovan bertekuk lutut dulu. Biarkan Jovan melepaskan putri Inggris atas kemauan dirinya. Saat Jovan sudah melepaskan dengan suka rela. barulah kita bicarakan semuanya di Cavendish. Hanya delapan bulan om."     

"Dan kalau Jovan tetap tidak berubah bagaimana?" tanya Marco sangsi.     

"Jika Zahra berhasil memikat Jovan. Aku akan menikah sesuai perjanjian yang dibuat kerajaan Inggris dan Cavendish. Tapi, jika Zahra menderita dan tidak bahagia sedang Jovan juga tidak berubah. Javier janji, Javier akan mengambil Zahra dari Jovan dan membahagiakannya." Javier menatap tepat di manik mata Marco. Terdapat keyakinan besar di sana.     

"Javier." Bukan Marco yang bicara. Tapi Junior.     

"Kamu gila? kamu mau menikahi Zahra? Bahkan setelah Zahra sudah di nikmati saudaramu sendiri?" tanya Junior tidak habis pikir.     

"Semua ini keputusanku. Membuat Jovan impoten adalah perbuatanku. Membuat Zahra terjebak bersama Jovan juga perbuatanku. Jadi jika karena semua kelakuanku Zahra menderita. Bukankan memang sudah seharusnya aku bertanggung jawab dan mengambil alih untuk membahagiakan dirinya?" Javier memandang Marco dan Junior penuh tekad.     

"Om bangga padamu," ucap Marco menepuk bahu Javier.     

"Javier?" Junior masih tidak rela.     

"Aku tahu apa yang aku lakukan Jun."     

"Terserah." Junior langsung meninggalkan rumah Javier begitu saja. Pembahasan tentang Zahra masih membuatnya kesal.     

"Om akan mendukungmu. Kalau butuh bantuan hubungi om dengan segera. Jangan main rahasia - rahasiakan lagi. Oke." Marco berdiri.     

"Iya Om."     

"Karena Jovan sudah menikah. Dan kamu tinggal sendirian. Bagaimana kalau kamu tinggal kembali di rumah Om saja. Junior sudah sama Queen. Aurora disabotase keluarga Tasya. Di rumah sepi sekarang," ucap Marco sedih.     

"Boleh. Tapi, jangan marah kalau Jovan makannya banyak dan menghabiskan masakan Tante Lizz."     

"Halah ... biasanya juga kamu nyolong lauknya Om."     

"Kok Om tahu."     

"Lupa? di rumah Om kan ada CCTV. Taulah siapa yang suka babat habis lauk sebelum makan malam. Padahal yang lain belum kebagian."     

Javier tertawa.     

Marco merangkulnya ikut tertawa. Mereka berjalan beriringan menuju rumah Marco yang hanya terhalang rumah Angel saja.     

***     

"Issshhhh."     

"Sakit ya?" Zahra mengoleskan salep ke pipi Jovan yang lebam karena di pukul Marco.     

"Enggak apa-apa kok. Demi kamu, ini mah nggak seberapa. Babak belur pun aku rela." Jovan mengelus wajah Zahra yang terlihat khawatir.     

"Maaf, harusnya Zahra bantu menjelaskan. Jadi mas Jovan pasti enggak bakalan di pukul sama om Marco."     

Jovan menarik tubuh Zahra dan memeluknya. "Sudahlah. Tidak masalah, namanya juga cowok. Terluka sedikit demi wanita yang di cintai itu sudah biasa."     

Zahra menenggelamkan wajahnya di leher Jovan. Merasa malu dan tersanjung dengan semua ucapan manisnya. Bahkan tanpa sadar kini Zahra sudah membalas pelukan Jovan.     

"Masss, mau makan?" Zahra melepas pelukannya dan mengalihkan pembicaraan. Saat tanpa sengaja pahanya merasakan sesuatu yang keras di bawah sana.     

Zahra malu dan Zahra belum siap kalau Jovan meminta lagi.     

Pleaselah. Masih perih ini.     

"Astagaaaa. Tadi mas masak lho. Pasti sudah dingin sekarang." Jovan bangun dan melihat nasi goreng di meja makan.     

"Mas bisa masak?"     

"Cuma nasi goreng kok. Tapi sudah dingin sekarang."     

"Ya sudah biar Zahra yang menghangatkan makanannya." Zahra bangun dan berjalan dengan tertatih - tatih. Maklum bagian di antara pahanya masihlah terasa nyeri.     

"Enggak usah. Biar mas saja, kamu masih kesakitan. Duduk lagi." Jovan membawa nasi gorengnya ke dapur dan menghangatkannya kembali.     

Zahra merasa tidak enak karena Jovan malah melayani dirinya. Tapi, kakinya kan memang masih gemetaran kalau dibuat jalan.     

"Siappp." Jovan meletakkan kembali nasi goreng yang kini mengepul.     

Sesuai prediksinya. wajah Zahra langsung memerah malu begitu melihat sosis jumbo yang berada di tengah-tengah piring.     

"Masss, kenapa sosisnya nggak di potong?"     

"Mas suka yang utuh. Terlihat besar. Zahra emang nggak suka sama sosis yang besar?" tanya Jovan iseng.     

Zahra semakin memerah ketika dengan main - main Jovan mengulum sosis di tangannya lalu memakannya dengan sangat pelan.     

"Enak lho dek Zahra. Cobain deh?" Jovan mengambil sosis di piring Zahra dan menyodorkan ke mulutnya.  Zahra membuka mulutnya dan menggigitnya sedikit.     

"Kok sedikit. Kurang enak ya? Mau mas kasih sosis yang lebih besar?" tanya Jovan, membuat Zahra tersedak seketika.     

Jovan menyodorkan minuman di depannya. "Pelan - pelan dongk. Kalau tidak mau ya sudah. Mas kan tidak memaksa."     

Zahra mengusap sudut bibirnya dari air yang sedikit menetes. "Mas, jangan bahas sosis lagi."     

"Kenapa? Kamu beneran nggak suka sosis?"     

"Bukan begitu. Tapi ... pokoknya jangan ngomongin sosis." Wajah Zahra benar - benar sudah seperti kepiting rebus.     

"Ya sudah. Sekarang mas enggak bakalan ngomongin si sosis yang kita makan. Tapi, nanti malam mau kan manjain sosisnya mas Jovan. Yang Jumbo, yang bisa keluarin mayonaise. Yang bikin dek Zahra susah jalan sampai sekarang." Jovan menaik turunkan alisnya dengan senyum lebar.     

Zahra berkedip kedip sambil menatap Jovan dengan mulut ternganga.     

"Masssssssssssssssss."     

Jovan tergelak saat melihat wajah Zahra semakin malu dan melempar tisu ke arah Jovan saking kesalnya     

Ternyata menggoda istrinya menyenangkan juga.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.