One Night Accident

IMPOTEN 68



IMPOTEN 68

0Enjoy Reading     
0

***     

I accept her marriage and wedding Sarah Ellanie Victoria doughter of Mr. Philips severn Victoria.     

With the dowry mentions above in cash.     

"Oke?"     

"Oke." Saksi ikut mengangguk.     

"Alhamdulillah ...."     

Jovan menutup matanya agar air mata tidak jatuh. Ia tidak terharu karena baru saja menikah, tapi ia merasa sakit saat tidak bisa menghentikan hatinya yang seperti berhianat pada Zahra.     

Sekarang Jovan tahu bagaimana rasanya menjadi boneka.     

Jovan harus tersenyum saat hatinya menjerit tidak bahagia. Lebih miris lagi saat menikah dengan Zahra tidak ada perayaan apa pun yang bisa menjadi kenangan dihidupnya. Sedangkan sekarang saat Ia menikahi putri Inggris. Seluruh dunia mengetahuinya.     

Tamu undangan yang tidaklah sedikit, paparazy yang meliput acara dari awal sampai akhir. Dan kemewahan pernikahan yang belum sempat Jovan berikan pada Zahra dahulu.     

Jovan merasa ini tidak adil.     

Tidak adil pada Zahra, juga tidak adil kepada hatinya.     

Jovan menjalani proses pernikahan dengan Ella seperti robot. Mengikuti kemanapun mereka membawanya. Tanpa bantahan dan protes.     

Setidaknya Jovan tidak perlu menjadi raja Inggris. Karena Daddynya berhasil bernegosiasi dengan Raja Inggris yang sekarang untuk tetap menjabat. Sedang posisi Raja Inggris akan diberikan kepada anak Jovan dan Ella kelak.     

Hal yang tidak akan mungkin terjadi.     

Jovan juga sedikit lega saat tahu ternyata Ella muslimah dan menguasai bahasa Indonesia dengan sangat baik. Seolah-olah Ella memang sudah dipersiapkan untuk menjadi istrinya atau Javier yang jelas-jelas tidak akan mau menikah dengan wanita non muslim.     

Lebih lega lagi saat Jovan tidak perlu tinggal di Inggris ataupun Cavendish. Jovan bisa kembali ke Indonesia dan merawat anaknya seperti biasa. Minus Ia harus membawa serta Ella.     

Daddynya sudah mempersiapkan rumah terpisah untuk Ella. Jadi Jovan hanya perlu menemuinya sesekali sebagai sopan santun. Jovan yakin cepat atau lambat Ella akan tahu bahwa ia tidak mungkin menyentuh Ella. Selain karena impoten, Jovan juga tidak mau dihantui rasa bersalah karena menyentuh wanita selain Zahra.     

Mungkin nanti Jovan akan membiarkan Ella memiliki kekasih. Bahkan kalau Ella memang memiliki kekasih, Jovan dengan senang hati menceraikannya.     

Mahesa memang tidak Jovan libatkan dalam pernikahan besar ini. Selain karena tidak mau wajah anaknya terpampang di seluruh dunia. Jovan sendiri masih belum siap mempertemukan Ella dengan Mahesa. Karena Jovan tidak mau Mahesa dan Ella terlalu dekat. Jika pada akhirnya mereka akan terpisah juga.     

****     

"Anda ingin membersihkan diri lebih dulu pangeran?" Jovan menoleh ke arah Ella yang masih memakai gaun indah setelah seminggu yang lalu mereka menikah.     

Jovan tidak memungkiri Ella masih secantik dan mempesona sejak pertama kali mereka bertemu dahulu. Sayang hatinya sudah terpatri kepada Zahra dan sulit bahkan mustahil untuk digantikan oleh Ella.     

Hari ini mereka mengadakan konferensi pers yang pertama sebagai suami istri. Dilanjutkan kunjungan diberbagai tempat.     

Mengingat konferensi pers tadi Jovan tersenyum kecut. Acting yang luar biasa. Putri Ella mencintainya, Jovan yang juga terpesona. Menikah dalam kebahagiaan.     

Bulshit semuanya.     

"Panggil saja Jovan, tidak perlu formal." Lihat bahkan istrinya sendiri sangat kaku.     

Jovan jadi membayangkan jika Ella menikah dengan Junior yang sama-sama kaku. Anaknya pasti seperti robot.     

"Baik, pangeran."     

Jovan melihat Ella.     

"Em ... Jovan," kata Ella meralatnya.     

"Kamu boleh membersihkan diri dulu jika mau." Jovan mempersilahkan Ella.     

"Baik." Ella langsung berbalik dan masuk ke dalam kamar mandi.     

Pernikahan macam apa ini?     

Batin Jovan merasa lucu sendiri.     

Mereka sudah seminggu menikah, tidur di ranjang yang sama walau tidak melakukan apapun, karena Jovan memilih tidur terlebih dahulu di ujung ranjang dan Ella di ujung lainnya. Mereka bersikap seolah mereka hanya rekan bisnis yang berinteraksi dengan sangat formal.     

Jovan mengambil ponselnya begitu Ella memasuki kamar mandi. Ia merindukan Mahesa yang sengaja Ia titipkan ke rumah mertuanya di jogja atas kesepakatan bersama. Ternyata mertuanya sependapat dengan dirinya yang tidak rela jika Mahesa sampai terganggu rutinitasnya kalau identitasnya sebagai cucu kerajaan Cavendish di ketahui seluruh dunia. Hal itu memang tidak dapat dihindari tapi setidaknya bisa diminimalisir dengan tanpa menunjukkan wajah Mahesa secara terang-terangan.     

Jovan berjalan kearah balkon dan memilih duduk di sana sambil menunggu Mahesa bangun setengah jam lagi. Saat ini pukul 22.15 di Inggris jadi pasti di Indonesia masih pukul empat pagi. Dan Mahesa akan bangun setengah lima setiap hari untuk sholat subuh.     

"Pangeran." Jovan tersentak kaget, sepertinya Ia baru saja melamun.     

"Maksud saya Jovan. Saya sudah selesai memakai kamar mandinya, mungkin anda ingin memakainya," ucap Ella memberitahu.     

"Nanti saja. Kamu Istirahatlah, aku masih ada perlu," jawab Jovan tanpa menoleh.     

"Baik."     

Jovan bisa mendengar Ella menjauh dan sepertinya naik ke atas ranjang.     

Setelah beberapa lama dan memastikan Ella sudah tidur. Jovan baru menghubungi Mahesa dengan video call.     

Deringan ketiga dan diangkat.     

"Halo, assalamualaikum."     

Ah ... sejuknya. Jovan langsung merasa hatinya adem begitu melihat wajah Mahesa dan mendengar suaranya. Sebulan lebih mereka tidak bertemu. Karena Jovan harus ke Inggris melakukan gladi resik untuk acara pernikahan ala kerajaan.     

"Wa'alaikumsalam, anak ayah sudah sholat subuh?"     

"Sudah ayah, tadi sama Mbah Kakung diajak ke masjid."     

"Benarkah? anak ayah rajin ya ternyata."     

"Iya dongk! kata Mbah Kakung saja Mahesa lebih rajin dari pada ayah. Karena ayah tidak pernah mau sholat subuh di masjid."     

Jovan tersenyum. Mertuanya itu masih saja suka membahasnya.     

"Ayah tidak sholat subuh di masjid kan karena ayah harus menjadi imam Zahra ...." Jovan menghentikan ucapannya saat tanpa sadar menyebut nama istrinya.     

"Sudahlah, Mahesa memang paling rajin. Nanti ayah akan belikan Mahesa Lego kapten Marvel kalau Mahesa tidak nakal waktu di sana." Jovan mengalihkan pembicaraan.     

"Benarkah?! yeyyyy. Mahesa baik kok ayah, tidak nakal. Di sini juga banyak teman."     

Jovan kembali tersenyum melihat anaknya terlihat ekspresif itu. Setidaknya kerinduannya pada Mahesa sedikit terobati saat dengan semangat anaknya menceritakan apa saja yang sudah dilakukan selama Jovan tidak bersamanya.     

Sebulan lebih tidak bersama anaknya dan hanya bisa menghubungi Mahesa beberapa kali karena kesibukan dan perbedaan waktu. Membuat Jovan     

Benar-benar ingin segera bisa memeluk anaknya lagi.     

"Jadi, kapan ayah pulang?" tanya Mahesa setelah beberapa lama.     

"Sebentar lagi sayang."     

"Benar ya! Jangan lama-lama. Mahesa kangen."     

"Ayah juga kangen. Makanya Mahesa jangan nakal di sana. Dengarkan nasehat Mbah Kakung dan Mbah uti ya."     

"Iya ayah. Ayah ... Mahesa mau ikut Mbah uti ke pasar dulu ya. I love u ayah. Assalamualaikum."     

"I love u to Mahesa. Wa'alaikumsalam."     

Jovan meletakkan ponsel di sampingnya. Menatap langit malam di Inggris. Tiga Minggu lagi. Jovan harus bertahan tiga Minggu lagi di sini sebelum bisa kembali ke Indonesia dan melepas rindu dengan anaknya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.