One Night Accident

IMPOTEN 78



IMPOTEN 78

0Enjoy Reading     
0

***     

"Itu tadi Ella?" Javier memastikan.     

Jovan mengangguk sambil melihat Ella yang sudah pergi dengan wajah  terlihat kecewa. Tidak apa-apa, dengan begitu Jovan tidak perlu memberi harapan palsu padanya.     

"Jadi kamu menggantikan diriku menikahi putri Inggris?"     

Jovan tersenyum dan kembali mengangguk.     

"Astagaaaa, Jov aku tidak merencanakan itu semua. Aku sudah menyuruh Ashoka menculik putri Inggris ... eh tunggu dulu."     

Javier mengambil ponselnya dan menggubungi Ashoka.     

"As, kenapa Jovan bisa menikah dengan Ella?" tanya Javier langsung.     

"Karena kamu kabur, sedang Oma Tidak mau aku menikahi putri Inggris karena katanya aku harus pegang Cavendish. Jadi Jovan yang disuruh Oma dan Daddy menikahi putri Inggris."  Ashoka menjelaskan.     

"Aku kan sudah menyuruhmu menculik putri Inggris agar perjodohan ini batal!" Javier menginginkan.     

"Kapan? Kamu hanya menyuruhku menculik Leticia. Jadi aku menculik Leticia. Kalau kamu menyuruhku menculik semua putri Inggris baru Ella juga pasti aku culik. Tidak ada permintaan menculik Ella jadi ya tidak aku lakukan."     

"Seharusnya kamu, mengerti maksudku?"     

"Sory, aku bukan Jovan. Yang mengerti kode darimu. Lain kali ucapkan permintaan dengan lebih jelas. Oke, dedekmu mau pergi dulu, ada acara."     

Klik.     

Javier menatap ponselnya kesal.     

"Sory, Jov. Benar-benar di luar rencana." Javier meminta maaf.     

"Tidak apa-apa. Toh, semuanya sudah terjadi. Sebaiknya kalian istirahat, pasti lelah. Oh ... sampai lupa, selamat datang Jean, kakak ipar sekaligus saudara Perempuanku satu-satunya." Jovan mendekat memeluk Jean sayang.     

"Udah, nggak usah lama-lama meluknya. Peluk istrinmu sendiri." Javier mengingatkan.     

"Tsk, nggak usah kayak Jujunlah, cemburuan amat." Jovan melepas pelukannya.     

"Bukannya kalian emang cemburuan semua ya." Jean mengingatkan.     

"Namanya juga cinta, pasti cemburu dongk kalau kamu dipegang cowok lain." Javier merangkul pinggang Jean.     

"Jovan kan kembaranku sendiri."     

"Tapi, Jovan juga cowok."     

"Ish ... Dasar."     

Javier tersenyum, mencium pipi Jean sekilas. Seolah gemas.     

Bikin Jovan iri saja.     

"Oh ya, Kamu tidak mengejar Ella? pasti dia salah paham dengan ucapanmu tadi." Javier mengingatkan.     

"Tidak perlu," ucap jovan singkat.     

"Masih ingat kamarmu kan? Aku juga mau istirahat dulu." Jovan berbalik dan langsung masuk kedalam kamarnya.     

Javier tahu, ada yang tidak beres selama dia pergi.     

"Wanita tadi siapa?" tanya Jean.     

"Ella, istrinya Jovan."     

"Tapi kok." Jean merasa aneh, kok Ella pergi Jovan malah masuk kamar.     

"Besok aku cari tahu apa yang terjadi. Sekarang istirahat yuk." Javier tersenyum dan menarik pinggang Jean mesra.     

"Istirahat, bukan ngegarap." Jean melepas rangkulan Javier dan berjalan lebih dahulu menuju kamar Javier.     

"Iya, istirahat kok." Jean istirahat, Javier yang kerja.     

Bekerja di atas tubuhnya.     

***     

"Aku akan membuat Jovan tinggal bersamamu."     

"Apa?" Ella bingung dengan ucapan Javier.     

Baru beberapa menit yang lalu kembaran suaminya itu datang bersama istrinya dan langsung menginspeksi kediamannya. Ella sebagai tuan rumah yang baik tentu saja tetap menyambutnya dengan ramah. Walau dalam hati dia masih terluka dengan ucapan Jovan.     

Tapi, Ella bisa apa. Dia kan hanya istri yang tidak diinginkan.     

"Kamu tenang saja. Jovan tidak serius dengan perkataannya semalam. Jovan itu perlu digampar baru menyadari apa yang dia sukai dan tidak disukainya." Jean menggenggam tangan Ella menenangkan.     

Ella semakin bingung.     

"Kamu tahu, dulu Jovan menikah dengan istri pertamanya juga karena terpaksa. Pasti tidak tahu." Javier duduk didekat istrinya mulai menjelaskan.     

"Dulu Jovan itu playboy akut, cita-citanya memiliki 1 istri 9 selir. Pacar ada dimana-mana. Hingga membuatku yang memiliki wajah dengannya sering jadi sasaran."     

"Kasihan." Jean mengelus wajah javier.     

"Aku baik-baik saja sekarang." Javier mengecup pipi Jean. Lalu menoleh kearah Ella.     

"Kamu  tahu. Karena kesal padanya, aku membuat rencana yang akhirnya berhasil membuat Jovan bertahan dengan satu wanita."     

"Zahra, istri pertama Jovan sekaligus ibu dari Mahesa. Jovan bahkan awalanya menikah dengan Zahra tanpa cinta dan penuh keterpaksaan. Makanya dia masih kencan dengan beberapa wanita walau sudah menikah dengan Zahra."     

"Kamu tahu tidak, dulu Jovan sanggat  suka padamu. Bahkan saat sudah menikah dengan Zahrapun. Jovan masih berharap bisa menikah denganmu?"     

"Tidak mungkin. Jovan sendiri yang sudah menolakku." Ella Tidak mau dilambungkan kalau ujung-ujungnya nanti akan dihempaskan lagi.     

"Jovan tidak menolakmu. Tapi, aku dan keluargaku membuatnya memilih mana yang harus menjadi prioritas. Kamu siapa? Hanya putri Inggris yang kebetulan dijodohkan dengan Jovan. Zahra siapa? Istri resmi Jovan yang kebetulan sekaligus wanita yang mengandung anaknya. Jadi mau dilihat dari segi manapun. Zahra unggul di atas dirimu. Makanya aku dan keluargaku lebih memilih Zahra dan menggiring Jovan agar melakukan hal yang sama."     

Ella merasa sangat kesal dan sakit hati . Mereka semua mempermainkan hidupnya, seolah melakukan hal yang benar dengan mengorbankan satu orang yang dianggap tidak berharga. "Kamu tahu, apa akibat perbuatan kalian? Jovan yang menolakku. Tapi, aku yang dibuang dari kerajaan Inggris dan dituduh melakukan hal yang tidak-tidak."     

"Dibuang?"     

Ella memalingkan wajahnya. "Setelah ditolak Jovan. Raja Inggris membuangku seolah aku wabah penyakit yang mematikan. Makanaya waktu itu leticia menggantikanku karena aku sudah dianggap tidak layak. Aku bahkan tidak tahu dimana letak kesalahanku."     

Air mata Ella jatuh tak terbendung.     

"Saat aku diinginkan pangeran Cavendish, aku dimanjakan. Saat aku ditolak pangeran Cavendish seketika itu jua aku diusir dari kerajaan. Mungkin bagi kalian semua. Kalian hanya melakukan apa yang menurut kalian prioritas. Tapi, saat itu juga kalian menghancurkanku." Ella mengusap air matanya dengan tisu.     

"Maaf, kami tidak tahu. Aku waktu itu hanya merasa, memang itu yang terbaik." Javier benar-benar tidak tahu kalau dampak perbuatan Jovan dan dirinya semwnyakitkan itu.     

"Sudahlah, toh semuanya sudah terjadi. Mau aku menyalahkan orang lain juga. Tidak akan berubah. Jovan tetap tidak menginginkan diriku," ucap Ella sedih.     

"Siapa bilang Jovan tidak menginginkan dirimu. Jovan pernah tertarik padamu. Jadi tidak menutup kemungkinan dia akan kembali tertarik padamu."     

"Benar. Kami juga akan bantu. Karena aku tahu, Jovan menolakmu bukan karena tidak menginginkan dirimu. Tapi, Jovan merasa bersalah," ucap Javier.     

"Kenapa dia merasa bersalah."     

"Karena dalam jangka waktu setahun dia menikahi Zahra, Jovan belum memberikan kebahagiaan maksimal padanya. Zahra keburu pergi saat Jovan baru bisa membahagiakan dirinya sebentar. Jadi saat ini Jovan sedang menahan perasaannya. Dia tidak mau jatuh cinta. Karena akan terus merasa bersalah dan tidak adil jika sampai mencintai wanita lain selain Zahra." Jelas Javier.     

"Aku tahu ini berat. Tapi, kami berharap kamu akan bisa membuat Jovan bahagia. Setia harus, tapi kalau orangnya sudah meninggal? Apa iya Jovan harus ikut mati juga. Enggak kan? Jalan hidupmu dan Jovan masih panjang kenapa  tidak saling melengkapi. Lagipula aku  tahu kamu juga tertarik dengan Jovan. Jadi kami akan membantumu meluluhkan hati Jovan." Jean menjelaskan.     

"Yups, tapi pertama-tama kita harus membuat Jovan tinggal bersamamu." Javier mulai membuat rencana.     

"Bagaimana caranya?"     

"Itu mudah, serahkan saja pada kami." Jean mengedip kearah Ella.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.