One Night Accident

HEAD OVER HEELS 2



HEAD OVER HEELS 2

0Enjoy Reading.     
0

***     

Pagi Jov." Javier duduk sambil mengelus puncak kepala Mahesa di sebelah Jovan.     

"Pagi juga," balas Jovan.     

"Mahesa sarapan apa tadi?" Javier mengamati keponakannya yang sepertinya baru selesai sarapan.     

"Roti bakar isi sosis sama keju paman," jawab Mahesa sambil tersenyum.     

"Tidak makan sayur?" Javier menunjuk beberapa sandwich berisi sayur di hadapannya.     

"Gak mauuuu, enak sosis."     

"Padahal sayur bikin Mahesa kuat dan pintar." Javier menjelaskan.     

"Mahesa pintar tahuuu. Paling pintar di sekolah." Mirip Jovan yang tidak mau mengalah.     

"Sudah, ini susunya diminum dulu." Jovan menyodorkan segelas susu ke hadapan Mahesa.     

Mahesa cemberut dia tidak terlalu suka sama susu. Tapi Mahesa lebih memilih minum susu daripada disuruh makan brokoli dan teman-temannya.     

"Mahesa mau paman belikan Lego lagi nggak?" tawar Javier.     

"Mauuuuuuuuuuuuuu. Yang pesawat ya paman." Mahesa langsung semangat.     

Mahesa memang sangat suka segala sesuatu yang berhubungan dengan Lego.     

"Paman akan belikan Mahesa Lego pesawat plus tentara dan senjatanya. Tapi ... Mahesa harus makan sayur sebulan penuh. Bagaimana?"     

Mahesa berpikir sebentar lalu melihat ke arah ayahnya.     

"Ayah ... belikan Mahesa Lego pesawat ya?" Pintanya dengan wajah imut.     

"Kan udah mau dibelikan paman Javier," jawab Jovan.     

"Kelamaan yah. Satu bulan itukan tiga puluh hari." Ternyata saat berpikir tadi Mahesa menghitung lamanya dia harus makan sayuran.     

"Boleh, nanti ayah belikan."     

"Yeahhhhh." Mahesa bersorak senang, lalu menghabiskan susunya dengan semangat.     

"Jovannnnn." Javier menegurnya.     

"Tapi ... seperti kata paman Javier. Mahesa harus makan sayur selama sebulan." Jovan mengambil gelas susu Mahesa yang sudah kosong.     

Raut bahagia Mahesa langsung menjadi kusut dan cemberut.     

"Tante Mirnaaaaa," teriak Mahesa memanggil baby sister nya.     

"Mahesa sudah berapa kali ayah bilang, jangan memanggil orang yang lebih tua dengan berteriak."     

"Iya ayah." Mahesa turun dari kursi dan langsung menggandeng Mirna begitu berada di dekatnya.     

"Tante ayo ke rumah opa Marco. Mahesa mau minta lego, pasti dibelikan tanpa syarat," ucap Mahesa seolah menyindir ayah dan pamannya sekaligus.     

"Mahesaaaaaaaa." Jovan melihat anaknya sambil bersedekap.     

"I love u ayah, Paman. Mahesa main dulu." Mahesa langsung berlari ke luar sebelum ditegur ayahnya lagi. Mahesa memang sedang libur setelah ujian TK.     

Javier terkekeh melihat tingkah keponakannya. "Berasa lihat kamu waktu kecil."     

"Kamu juga kali, kayak kamu beda saja." Jovan menimpali.     

Javier menatap Jovan yang tidak mau disalahkan sendiri. Lalu kembali terkekeh.     

"Oh ya aku baru ngeh. Semalam Mahesa mengatakan ada tante cantik di atas ranjang mu dan sedang telanjang. Kamu tidak ...." Jovan tidak melanjutkan ucapannya karena dia sendiri bingung bagaimana mengungkapkannya.     

'Apa semua setan itu telanjang? Harusnya tidak kan ya? di televisi pocong pakai kain, neng Kunti pakai baju. Paling tuyul yang sempakan doang. Atau ... setan jalang. Bukankah katanya yang suka telanjang itu genderuwo atau istilah kerennya kayak sucubus incubus atau apalah itu yang suka menggoda manusia dan mengajak bercinta. Masak iya Javier mainnya sama yang telanjang-telanjang. Ah ... tak mungkin, kata paman Marco saja Javier masih perjaka,' batin Jovan menebak-nebak.     

Pasti itu dedemit godain Javier tapi tidak mempan. Kayak Jovan sekarang yang tidak selera dengan wanita setelah kematian Zahra. Tapi, tenang saja Jovan juga tidak selera dengan pria.     

"Tidak apa?" Javier mengambil sandwich di hadapannya dan mulai mengunyah pelan. Jangan sampai Jovan tahu dia sedang gelisah.     

Selama ini Javier dikenal sebagai satu-satunya pria Cohza yang tidak memiliki keburukan.     

Semua orang hanya mengira Javier tidak pernah kencan dan pacaran karena selalu teringat dan gagal move on dari saudara angkatnya Jean.     

Javier lebih dari itu.     

Javier tergila-gila pada Jean. Sampai-sampai Javier rela menipu dirinya sendiri dan berhubungan dengan makhluk halus yang bisa mengobati rasa rindunya pada Jean. karena setan itu bisa meniru wajah Jean. 99,9999% akurat.     

Javier tidak masalah, mau dia dedemit, Kunti atau gendruwo juga tidak apa. Asal Javier menatapnya sebagai Jean itu sudah cukup.     

Bahkan Javier mau berhubungan intim dengan Jean KW. Karena jujur saja Javier itu juga keturunan Cohza yang memiliki libido tinggi. Bahkan Javier sudah kehilangan keperjakaannya sejak dini tanpa diketahui siapa pun. Mungkin dari Jovan atau Alxi malah dia yang lebih dulu tahu enaknya main ranjang.     

Bedanya kalau Alxi dan Jovan begitu tidak perjaka auranya langsung berbeda. Maka Javier tetap sama. Itulah keuntungannya.     

"Jav ...." Javier tersentak kaget. Ternyata ia melamun.     

"Apa?"     

"Aku bertanya, setan apa yang ada di kamarmu? kenapa Mahesa mengatakan Tante cantik telanjang."     

"Di kamarku ada banyak setan Jov. Kamu mau lihat yang mana?" tanya Javier menakuti. Agar Jovan tidak membahas Jean yang dilihat oleh Mahesa. Padahal di rumah ini hanya ada satu setan. Ya si Jean KW itu.     

"Ishhh, aku cuma tanya. Bukan mau lihat mereka."     

"Dari pada penasaran, kenapa tidak lihat langsung saja. Setan apa yang ada di kamarku, yang katanya cantik dan telanjang."     

"Ogahhh." Jovan langsung berdiri.     

"Sayang sekali, padahal rambutnya hitam dan panjang sampai ke pinggang. Kalau tertawa sangat renyah dan tatapannya menggetarkan."     

"Javierrrrr, Stoooooop. Aku mau nyusul Mahesa saja." Jovan langsung keluar dengan cepat. Takut dedemit yang mereka bicarakan akan benar-benar dipanggil Javier dan nongol di hadapannya. Ishhh amit-amit.     

Javier tersenyum melihat tingkah saudara kembarnya yang super penakut itu dan kembali meneruskan sarapannya.     

"Jeannnnnn," tegur Javier saat merasakan aura dingin di belakangnya.     

"Kenapa kamu tahu, aku kan mau mengagetkanmu." Jean duduk di sebelah Javier dan langsung menyender di bahunya.     

Javier melihat sekeliling. Untung tidak ada siapa-siapa. Jadi tidak akan ada yang curiga kalau Javier bicara sendiri.     

"Jean hentikan itu. Aku harus kerja." Javier managkap tangan Jean yang mengelus pahanya lembut.     

Jean cemberut.     

"Boleh aku ikut ke rumah sakit?"     

"Tidak, aku tidak mau Pian mengeluarkan aura dingin di ruangan ku karena keberadaanmu."     

Pian adalah setan penunggu ruangan Javier di rumah sakit Cavendish. Jean dan Pian pernah bertemu dan langsung baku hantam. Menyebabkan ruangan Javier amburadul karena ulah mereka. Sepertinya Pian tidak suka daerah teritorinya didatangi makhluk lain walau mereka sama-sama makhluk tak kasat mata.     

"Baiklah, tapi beri aku satu ciuman." Jean menolehkan wajah Javier menghadapnya dan melumat bibir Javier dengan semangat. Tentu saja Javier membalasnya dengan semangat pula.     

Setelah Jean puas mencium Javier, dia langsung menghilang dari hadapannya.     

Javier segera menyelesaikan sarapannya dan berangkat ke rumah sakit.     

Javier memang selalu berangkat lebih pagi dari Jovan karena dia adalah dokter umum yang memang jadwalnya lebih panjang daripada dokter spesialis seperti Jovan yang datang ke rumah sakit hanya setengah hari bahkan kadang cuma beberapa jam. Kecuali kalau ada jadwal operasi dadakan atau keadaan darurat seperti kemarin. Di mana terjadi kecelakaan beruntun dengan korban yang tidak sedikit. Sehingga menyebabkan seluruh dokter di rumah sakit Cavendish sibuk.     

Seperti biasa begitu Javier membuka pintu ruangannya di rumah sakit Cavendish, Pian sudah duduk di atas meja kerjanya.     

Mau bagaimana lagi. Meja kerja Javier memang tempat favorit Pian. Karena kayu dari meja itu dulunya rumah orang tua Pian yang ditebang sembarangan, sehingga orangtua Pian mencari rumah lain. Sedang Pian tetap nempel di kayu itu hingga sekarang berubah menjadi meja kerjanya. Efek terlalu kerasan.     

Javier tidak tahu apakah Pian lelaki atau perempuan. Karena Pian selalu menunduk dan tidak pernah memperlihatkan wajahnya.     

Kalian tahu Dementor? Salah satu tokoh dalam Harry Potter yang berperan sebagai penjaga penjara Azkaban. Seperti itulah penampilan Pian. Berjubah hitam tanpa jelas isi dalam jubah tersebut. Apakah hanya tengkorak atau hanya bayangan. Bukan jubah yang keren ala-ala film Hollywood ya. Tapi jubahnya lebih mirip bayangan pekat.     

"Pian, pindah dulu. Aku harus bekerja," usir Javier halus. Walau Javier sudah kebal dan tidak takut dengan makhluk abstral. Tetap saja tidak nyaman bekerja dengan makhluk mendekam di mejanya.     

Pian melayang dan memilih pojokan dekat rak buku yang paling gelap.     

'Tumben langsung nurut, biasanya 3-4 kali Javier usir Pian baru akan menyingkir dari mejanya.     

"4s L!" Tiba-tiba layar laptop Javier berkedip dan muncul tulisan itu. Padahal Javier belum menyalakan laptopnya.     

"4s L!, Asli? apa maksudmu?" Javier melihat ke arah Pian yang kini hanya seperti bayangan buram. Karena, memilih berdiri di tempat gelap.     

Pian tidak pernah bicara jadi jika Pian ingin berinteraksi dengannya hanya akan dilakukan lewat tulisan. Kadang di buku, lantai atau tembok.     

Pian tidak menjawab pertanyaan Javier. Akhirnya Javier memilih duduk dan memulai pekerjaannya.     

Hingga Javier selesai memeriksa data pasien. Menemui dan menangani keadaan pasiennya rawat inap. Lalu kembali ke ruang kerjanya lagi. Ternyata Pian masih ada di dekat rak buku. Tidak bergeser sama sekali.     

Setan memang tidak pernah lelah dan lapar. Coba kalau manusia, berdiri setengah hari di pojokan. Pasti udah ngeluh haus, lapar, ingin pipis dan kaki keram.     

Javier melihat Pian. "Apa maksud tulisanmu tadi?" tanya Javier penasaran.     

Javier ingin tahu karena saat Zahra akan meninggal Pian sempat memberikan kode padanya. Hanya saja Javier tidak paham waktu itu. Karena Pian hanya menuliskan kata.     

Kepedihan, bayi, terlambat.     

Ternyata yang merasakan kepedihan adalah Jovan karena Zahra meninggal dunia. Bayi yang dimaksud Pian adalah Mahesa. Dan terlambat karena Javier dan Marco yang terlambat datang sehingga tidak bisa menyelamatkan Zahra.     

"Pian?" Javier menatap Pian sambil menunggu. Ia tidak mau main tebak-tebakan lagi.     

Blukk.     

Sesuatu jatuh.     

Javier mengambilnya. Box ponsel miliknya yang terbaru.     

"Apa kamu sedang bertanya apa ponselku asli atau tidak?" tanya Javier memperlihatkan ponselnya.     

Baru Javier akan bicara lagi saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Satu panggilan masuk.     

"Ya?"     

"...."     

Degggg.     

Javier langsung terdiam kaku mendengar perkataan orang yang sedang memberi penjelasan di sebrang sana.     

Tidak berapa kemudian masuk email di laptopnya. Tangan Javier terasa gemetar hebat. Jantungnya berdetak semakin cepat.     

Semoga saja, semoga saja kali ini benar-benar data asli. Batin Javier mulai membuka email yang dikirimkan kepadanya.     

Saat Javier membacanya dari atas sampai bawah. Bahkan berapa kali pun Javier membacanya hasilnya tetap sama.     

"JEAN DITEMUKAN."     

Javier tidak bisa berkata apa-apa.     

Javier mengalami efouria di dalam hatinya. Hingga Ia sendiri jadi bingung harus bagaimana.     

Melompat, berguling-guling. Tertawa, menangis atau apa?     

Javier bengong seperti mayat yang kehilangan nyawanya.     

Jeannya akhirnya ditemukan.     

Javier berbalik melihat Pian dengan wajah bahagia.     

"Asli, apakah tulisanmu tadi bermaksud mengatakan Jean yang asli benar-benar masih hidup?" tanya Javier penuh harap.     

Javier tidak berharap Pian akan menjawabnya karena entah kenapa kali ini Javier 100% yakin bahwa yang ditemukan anak buahnya benar-benar Jean. Apalagi sudah ada tes DNA yang jelas mengatakan 100% cocok dengan DNA Jean 19 tahun yang lalu. Akhirnya Satu-satunya wanita yang memenuhi seluruh hatinya bisa dia temui, bisa ia peluk dengan nyata.     

Lalu kotak ponsel itu, pasti maksud Pian adalah. Kabar Jean asli ditemukan akan segera Javier ketahui lewat ponselnya.     

Javier kembali menoleh, karena di luar dugaan. Pian bergerak dan kali ini meninggalkan tulisan cukup besar di tembok.     

"PADANG, SEKARANG."     

"Tentu saja aku akan segera ke sana." Ya ... Javier akan menuju Padang sekarang juga.     

Javier akan melangkah keluar tapi kakinya terasa berat. Ada bayangan yang menahan kakinya. Lalu bayangan itu membentuk sebuah tulisan.     

"Se~ka~rang."     

"Oke, aku berangkat dari sini dan sekarang juga. Tapi sebelumnya aku harus berpamitan dengan Jovan."     

"Han~ya Jo~v~an."     

"Maksudmu hanya Jovan yang boleh tahu?" Javier ingin membantah tapi waktu kasus Zahra Pian terbukti menyampaikan kebenaran. Lagipula selama 10 tahu Javier menempati ruangan ini. Pian tidak pernah mengacau atau membuat keributan selain dengan Jean kw yang dipelihara Javier karena dianggap ingin mengambil rumahnya.     

Apa maksud Pian, Jean kw juga tidak boleh tahu? Ah ... tentu saja. Pasti setan penggoda dan penghangat ranjangnya akan kesal jika tahu Jean asli ditemukan. Javier hampir lupa akan hal itu.     

"Thanks, Pian," ucap Javier benar-benar berterima kasih karena diingatkan. Bersamaan dengan itu kakinya terbebas dari bayangan yang tadi terasa menahannya.     

Javier keluar dari ruangannya menuju ruangan Jovan untuk berpamitan.     

Javier terlalu semangat dan bahagia.     

Hingga melupakan logikanya.     

Padahal kenyataan kadang tidak seindah harapan dan keinginan.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.