One Night Accident

IMPOTEN 98



IMPOTEN 98

Enjoy Reading     

***     

"KELUARRRR."     

Jovan hampir terantuk dasbor saat Javier tiba-tiba mengerem mendadak.     

"Kenapa sih Jav?" Jovan keluar dari mobil sesuai permintaan Javier. Mereka ada di pinggir jalan yang sepi.     

"Apa Ella ...."     

Duakkhhk.     

Belum selesai Jovan bicara satu bogem melesat mengenai hidungnya hingga berdarah.     

"Kenapa kamu memukulku?"  tanya Jovan bingung sambil memegang hidung mancungnya. Semoga saja tidak patah, batinnya.     

Bukannya menjawab Javier malah kembali memukul Jovan kali ini tepat mengenai wajah tampannya.     

"Shit, Lo kenapa sih Jav." Jovan berusaha menangkis pukulan Javier yang bukan berhenti tapi malah terus memberondong dirinya.     

"Ini buat kebodohanmu." Satu tendangan mengenai perut Jovan.     

"Ini untuk kesalahanmu." Pipi Jovan terkena sikutan Javier.     

"Ini, karena sudah membuat istrimu terluka." Jovan membungkuk dan terbatuk hebat lalu terhempas ke tanah karena Javier memukulnya di ulu hati lalu menendangnya hingga roboh.     

Jovan meringkuk merasakan sakit di perutnya. Javier memukulnya tanpa mengurangi tenaganya sama sekali.     

Sialan. Ada apa dengan kembarannya itu. Jovan masih tidak habis pikir.     

Javier merasa langsung marah dan kecewa begitu mendengar penjelasan Jovan tentang pertengkarannya dengan Ella.     

"Shittt, Lo kenapa sih Jav?" Jovan mendongak ke arah Javier.     

"Aku kecewa padamu. Kamu tahu tidak? Kamu baru saja mengulangi kesalahan kedua?" ucap Javier masih tidak percaya Jovan akan kembali menyakiti hati istrinya. Kebodohan yang terulang lagi. Dulu Zahra sekarang Ella. memang kampret adiknya itu.     

"Kesalahan apa. Kamu yang salah karena memukuliku tiba-tiba." Jovan masih memegang perutnya yang sakit. Masih bingung kenapa Javier terlihat marah setelah dia bercerita tentang pertengkarannya dengan Ella. Harusnya Javier mendukung dan menghiburnya karena sudah diselingkuhi bukan malah menghajarnya.     

"Kamu bilang kamu sakit hati karena Ella mengatakan mencintai Kevin?" tanya Javier dengan napas naik turun kesal. Kalau buka saudara sudah Javier tendang itu Jovan sampai alam baka biar nyusul istrinya kesayangannya. Tingkahnya itu lho bikin gemas sampai pengen nampol pake pembalut.     

"Iyalah, mana ada lelaki yang bisa trima jika mendengar istrinya mencintai lelaki lain. Hancur harga diriku." Jovan kembali merasa sakit hati.     

"Hanya karena harga diri? Hebat sekali anda. Lalu apa kabar perasaan Ella saat kamu mengatakan mencintai Zahra? Hm ..."     

Jovan terdiam.     

"Seperti dirimu, tidak ada istri yang masih bisa bahagia jika tahu suaminya mencintai wanita lain. Bahkan jika wanita itu istrinya yang sudah meninggal sekalipun." Javier menghela napas berusaha tenang.     

"Kamu mengatakan mencintai Zahra di depan wanita yang mencintaimu. Bisa kamu bayangkan sakitnya Ella seperti apa?"     

Jovan tertunduk. Dia tidak pernah memikirkan itu.     

"Lebih hebatnya lagi. Kamu yang baru mendengar Ella mengatakan mencintai Kevin sekali langsung membuatmu down dan menyerah dengan pernikahanmu. Sedang dirimu sendiri. Pernah ngaca gak?"     

"Kamu mengatakannya  mencintai Zahra bukan hanya sekali. Tapi, berkali-kali.  Menurutmu bagaimana kondisi hatinya? bagaimana keadaan prasaannya?"     

"Hancur, sakit dan sudah pasti kecewa." Javier kembali menarik napasnya menenangkan diri. Dia merasa 10 tahun lebih tua karena marah-marah sama Jovan.     

Jovan kini membayangkan jadi Ella. Benar kata Javier dia sudah membuat Ella sakit berkali-kali.     

Jovan ingin Ella mengerti dirinya tapi Jovan tidak pernah mengerti keadaan Ella.     

Ternyata dia memang egois. Ya Allah apa yang sudah dia perbuat?     

"Asal kamu tahu. Secinta-cintanya  Ella padamu, aku rasa dia punya batas kesabaran juga. Pasti saat ini Ella sudah mencapai batas kesabarannya. Jadi, wajar saja jika dia meninggalkanmu."     

Jovan mendongak lalu mengusap wajahnya frustasi. "Aku tidak tahu Jav. Aku sedang emosi, aku tidak suka melihatnya bersama pria lain. Ditambah lagi dia hendak merayakan ulang tahun Mahesa. Aku ... aku benci itu."     

"Hari itu adalah hari terkelam untukku. Hari terburuk yang tidak akan pernah aku lupakan. Tapi ... kenapa dia tega hendak merayakannya? aku kecewa dan benar-benar tidak bisa mengontrol diri." Jovan berjalan mondar mandir dengan hati dan Perasaan yang kacau balau.     

Jovan pernah berjanji pada Zahra bahwa dia akan bahagia. Tapi, dia malah membuat wanita yang bisa membahagiakan dirinya dan Mahesa pergi.     

Javier tertawa. "Satu lagi kesalahanmu."     

Javier mendekat ke arah Jovan "Apakah Ella tahu kalau ulang tahun Mahesa bertepatan dengan hari meninggalnya Zahra?" tanya Javier menatap tepat di matanya.     

"Tentu saja dia tahu." Jovan merasa ragu. Benarkah Ella tahu? harusnya tahu. Batin Jovan mulai resah.     

"Benarkah? Lalu kenapa saat memberikan undangan ulang tahun kepada Jean dia mengatakan tidak tahu. Bahkan begitu Jean menjelaskan bahwa hari itu bertepatan dengan hari kematian Zahra. Ella langsung meminta maaf dan langsung mengubah ulang tahun Mahesa yang awalnya akan menjadi sebuah pesta dialihkan menjadi menyantuni anak yatim-piatu. Supaya apa? agar bisa sekalian mendo'akan Zahra."     

Jovan memucat seketika. "Mendo'akan Zahra?"     

"Yeah. Wanita yang mau mendo'akan saingannya dengan tulus. Wanita seperti itulah yang sudah kamu curigai dan kamu sia-siakan."     

"Selamat, Ella sudah menyerah sekarang." Javier menepuk bahu Jovan dan masuk ke dalam mobil. Tidak perduli Jovan yang terpaku di pinggir jalan tanpa bisa berkata apa-apa.     

"Astagfirullahhaladzim, astagfirullahhaladzim, astagfirullahhaladzim."     

"Apa yang sudah aku lakukan?" Jovan terjatuh dan langsung terduduk lemas. Mengutuk dirinya yang menyakiti Ella berkali-kali.     

Jika sampai Ella benar-benar pergi. Itu kesalahannya.     

Jika Ella sampai benar-benar benci. Itu karmanya.     

Javier tidak peduli. Dia terlanjur kecewa dan meninggalkan Jovan di pinggir jalan begitu saja.     

Biarkan dia meratapi kesalahannya. Kali ini Javier malas membantunya. Itu kesalahan Jovan sendiri dan Jovan harus menanggungnya sendiri. Lagi pula Javier juga punya istri yang harus di jaga perasaanya.     

***     

"Kita mau ke mana?" tanya Ella pada Kevin. Sudah dua hari mereka selalu berpindah tempat seperti buronan.     

Ella tidak masalah sebenarnya. Tapi, dia mengkhawatirkan kandungannya.  Dokter waktu itu menyuruhnya bedrest. Tapi Ella malah berkendara ke sana kemari tanpa arah.     

"Maaf, kamu lelah ya. Apakah perutmu merasa sakit?" tanya Kevin khawatir.     

"Aku baik-baik saja. Tapi, aku khawatir dengan kandunganku. Bisa kita periksa ke klinik terdekat untuk memastikannya?"     

Kevin tersenyum sambil menggenggam tangan Ella. "Baiklah, kita periksa dulu kandunganmu. Lalu kita lanjutkan perjalanan."     

"Terima kasih."     

"Tidak perlu berterima kasih. Seharusnya aku minta maaf karena membuatmu kelelahan. Tapi mau bagaimana lagi. Aku kan tidak pernah mengira kalau sainganku adalah  seorang pangeran yang memiliki akses kemana saja. Jadi kita harus menghindar dengan selalu berpindah tempat. Aku yakin saat ini pasporku dan punyamu tidak bisa digunakan. Makanya aku tidak bisa mengambil jalur penerbangan," ucap Kevin berusaha menenangkan Ella.     

"Aku yang seharusnya minta maaf, sudah membuat hidupmu berantakan." Ella benar-benar merasa bersalah. Dulu dia meninggalkan Kevin begitu saja. Tapi sekarang justru kevinlah malaikat penolongnya.     

"Justru hidupku akan lebih berantakan tanpa dirimu. Aku mencintaimu. Apapun yang bisa membuatmu bahagia aku akan lakukan." Kevin mencium tangan Ella penuh rasa sayang.     

Ella benar-benar terharu. "Terima kasih." Ella memeluk Kevin dari samping dan Kevin mengelus rambutnya dengan sebelah tangan masih menyetir.     

Kevin berbelok begitu melihat ada klinik di pinggir jalan. "Ayo turun, kita periksa kandunganmu dulu."     

Ella tersenyum dan kembali terharu ketika Kevin dengan sabar membuka pintu mobil untuknya dan menggenggam tangannya begitu turun.     

Untung saat itu antrian tidak terlalu banyak, hanya dua orang saja. Sehingga Ella bisa segera memeriksakan diri.     

"Jadi, bagaimana keadaan istri dan anakku?" tanya Kevin begitu dokter selesai memeriksa kandungan Ella.     

Ella terhenyak saat Kevin bicara. Bukan karena mengatakan dia istrinya tapi saat menyebut anak di dalam perutnya adalah anak dari Kevin. Benar-benar penerimaan yang tulus.     

Dokter yang memeriksa Ella mendesah. "Nyonya terlalu kelelahan. Harap istirahat dengan baik."     

"Tapi, kami dalam perjalanan jauh dokter. Apakah bisa dokter memberi penguat kandungan dan vitamin saja?" tanya Ella.     

"Tidak apa-apa sayang. Kita mungkin bisa istirahat sehari dua hari di hotel terdekat. Bagaimanapun juga kandunganmu lebih penting." Kevin tersenyum menenangkan. Masih menggenggam tangan Ella, bahkan saat Ella diperiksa.     

"Suami anda sangat pengertian, Bu. Sebaiknya ikuti perkataannya. Kesehatan anda dan bayi anda lebih penting," bujuk sang dokter.     

Ella akhirnya mengangguk. Semakin merasa beruntung masih ada Kevin yang menemani dirinya disaat terpuruk seperti ini.     

"Tenang saja dokter. Dia akan istirahat setelah dari sini." Kevin memastikan.     

"Baiklah Pak. Ini resep yang harus ditebus." Dokter itu memberikan kertas resep langsung pada Kevin.     

"Terima kasih, Dok." Kevin bersalaman dengan dokter lalu membantu Ella turun dari tempat periksa dan membawanya keluar untuk menebus resep.     

Setelah selesai mereka langsung menuju tempat parkir di mana mobil Kevin berada. Bermaksud membawa Ella untuk mencari hotel atau penginapan terdekat agar bisa segera beristirahat.     

Sayangnya di depan mobil Kevin saat ini sudah berdiri orang yang membuat Ella sakit hati berkali-kali.     

Jovan yang mendapat informasi keberadaan Ella dari Alxi segera menyusulnya. Untung Ella belum terlalu jauh masih di wilayah Jakarta. Hanya berputar-putar dan terus berpindah tempat.     

Dan di sinilah dia. Berada di sebuah klinik kecil pinggir jalan dan menunggu Ella keluar dari sana.     

Jovan tidak mau membuat keributan di dalam klinik. Makanya Jovan memilih menunggu di parkiran. Berharap Ella mau kembali bersama dengannya untuk membicarakan semuanya.     

"Jovan?" Panggil Ella pelan. Tidak percaya secepat ini dia ditemukan.     

Jovan langsung mendongak ketika mendengar suara Ella memanggilnya.     

Jantungnya berdetak kencang, hatinya langsung  merasa lega begitu melihat Ella terlihat baik-baik saja.     

"Ella." Jovan mendekat bermaksud memeluk Ella dan mengatakan betapa bersyukurnya dia karena akhirnya menemukan Ella setelah dua hari keliling Jakarta.     

Plakkkkk.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.