One Night Accident

HEAD OVER HEELS 12



HEAD OVER HEELS 12

0Enjoy Reading.     
0

***     

Heboh.     

Itulah yang sedang terjadi saat ini. Semua ini karena ulah Javier dan Jovan. Bagaimana tidak. Mereka pagi-pagi sudah olahraga lari mengelilingi komplek perumahan yang sekarang mereka tinggali.     

Javier dan Jovan memang tidak serumah dengan Olive. Mereka menyewa rumah disebelahnya. Alhasil ibu-ibu komplek yang melihat mereka menjadi heboh dan ingin mengajak duo brondong kenalan.     

Siapa tahu ada yang nyantol jadi mantu. Apalagi menurut kabar yang beredar, dua cowok kembar itu seorang dokter. Siapa yang enggak mau punya mantu seperti itu. Muda, ganteng, sukses. Seperti itulah kira-kira pemikiran mereka.     

Javier dan Jovan tentu saja tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya menjawab seperlunya saja sapaan dan pertanyaannya dari tetangga-tetangga baru mereka. Bagaimanapun juga duo J kan penghuni baru. Mereka tidak mau membuat Olive jadi bahan gosip karena punya dua kakak yang dikira sombong dan belagu.     

Setelah hampir satu jam bicara sana sini akhirnya mereka terbebas juga dan bisa kembali ke rumah dengan lemas. Bukan karena lelah berlari tapi lelah menghadapi emak-emak yang tanpa kenal lelah berusaha meminta duo J main ke rumah mereka satu persatu. Tentu saja yang paling semangat adalah mereka yang punya anak gadis. Duo J jadi berasa dewan juri. Disuruh datang dan menyeleksi. Hadehhh.     

"Olive, kamu mau ke mana?" tanya Javier saat melihat Olive sudah rapi dan hendak keluar rumah.     

"Kerja."     

"Bukannya kemarin kamu bilang hari ini off."     

"Laras sakit, jadi aku gantiin sift dia. Apalagi sekarang yang jadi leader  bukan Yanuar lagi." Olive menjelaskan.     

Memang Yanuar sudah tidak bekerja di minimarket itu lagi. Semua orang hanya mengira Yanuar sakit dan pulang ke daerahnya. Tapi Javier tahu. Seseorang yang bermain-main dengan ilmu hitam harus mau kena imbasnya. Apalagi pelet untuk Olive gagal. Pastinya si Kober ngamuk dan Yanuar yang kena pembalasannya. Biasanya sih minimal muntah darah.     

"Laras sakit? kasihan. Kamu ada alamatnya? biar aku tengok." Jovan menghampiri Olive.     

"Enggak usah. Paling dia lagi dapet tamu bulanan. Biasanya kalau hari pertama dia memang off karena sering sakit perut."     

"Selalu? Oke minta alamatnya biar aku periksa."     

Olive menatap Jovan curiga. "Gak usah macem-macem deh."     

"Siapa yang mau macem-macem Jean.  Aku dokter kandungan. Temen kamu sakit terus setiap dapet bulanan dan  itu wajib diperiksa. Karena  dikhawatirkan itu bukan efek haid belaka. Percaya sama aku, aku ini ahlinya."     

Olive menoleh ke arah Javier meminta kepastian bahwa Jovan bisa dipercaya.     

"Kasih saja," ucap Javier. Jovan memang playboy dan penuh modus tapi Javier juga tahu Jovan tidak akan modusin teman sendiri.     

Mendapat persetujuan dari Javier. Mau tidak mau Olive akhirnya memberikan alamat Laras padanya.     

"Tunggu bentar, jangan kemana-mana. Aku antar berangkat kerja." Javier mencegah Olive yang hendak beranjak pergi.     

"Jav ..."     

"Tunggu Olive." Perintah Javier dan langsung masuk ke dalam rumah.     

Jovan tersenyum. "Sudah tungguin saja. Dari pada Javier cemberut enggak bisa nganter kamu. Dia kan emang paling posesif sama kamu dari kecil."     

"Memangnya waktu kecil kita dekat ya?" tanya Olive penasaran.     

"Dekat banget. Ada kamu pasti ada Javier. Ada Javier ya ... pasti ada kamu. Aku saja dulu kesel sama kamu. Javier itu kembaranku tapi malah mainnya sama kamu terus. Aku dibiarin main sama Alxi. Ah ... kamu pasti juga lupa sama Alxi. Dia paling nakal dari kecil. Untung sekarang sudah punya istri, sudah jinak dia." Jovan duduk di undakan pagar.     

"Apa Mom dan Dad juga sayang padaku?" tanya Olive kembali.     

"Tentu saja. Aku masih ingat hari dimana kamu menghilang. Mom sampai pingsan dan menangis terus, apalagi malah dikabarkan kamu meninggal. Seisi rumah jadi suram. Aku lebih suka melihat Javier main sama kamu dan meninggalkan aku main sendiri dari pada lihat muka sedihnya waktu tahu kamu hilang."     

Benarkah Javier sesedih itu? batin Olive terharu.     

"Sejak kamu dikabarkan meninggal. Javier jadi pendiam, suka ngomong sama makhluk abstral. Padahal dulu dia ceria dan usil." Jovan mendesah mengingat masa suram itu. Apalagi Jovan sekarang tahu bagaimana rasanya ditinggalkan wanita yang paling dia cintai. Pantas Javier jadi pendiam. Ternyata rasanya memang bikin semangat hidup enggak ada. Untung Jovan punya Mahesa yang selalu menguatkan dirinya. Sedang Javier dia tidak memiliki apa pun dari Jean yang bisa membuatnya kuat menghadapi kesedihan.     

"Tapi tidak apa-apa. Sekarang kamu sudah ditemukan. Javier pasti bisa bahagia lagi. Jadi jangan tinggalkan dan kecewakan Javier ya." Mohon Jovan.     

"Maksud kamu apa?" Olive tidak mengerti.     

"Jean, aku tahu kamu pasti ngerti kalau Javier itu cinta sama kamu. Bukan sebagai saudara tapi cinta antara pria dan wanita. Please, bisa kan coba beri dia kesempatan sekali saja buat dekat dan bisa ada di sampingmu?" Jovan menatap Olive penuh permohonan.     

Olive  ingat saat pertama kali bertemu Javier dia memang mengatakan bahwa dia adalah tunangannya. Tapi, Olive tidak percaya. Apalagi dia sudah punya Bayu yang sudah menjadi kekasihnya bertahun-tahun. Olive bingung harus bagaimana.     

Kalau boleh jujur selama sebulan Javier tinggal di Padang. Olive merasa sangat diistimewakan. Kemanapun diantar dan semua kebutuhan keluarganya ditanggung. Olive kadang sampai malu dan takut dikira cewek matre. Tapi Javier selalu bilang bahwa uang Javier juga merupakan hak miliknya dan Mommynya Javier pasti akan senang jika tahu Olive tidak hidup sengsara.     

Olive tahu dia seperti wanita tidak tahu diuntung. Karena akhir-akhir ini. Saat ada Bayu kekasihnya entah kenapa Olive mulai memikirkan Javier juga. Rasanya bersama Bayu tidak semenyenangkan dulu, dan bersama Javier entah kenapa membuat Olive merasa lebih nyaman dan tanpa beban.     

Olive menunduk. "Aku tidak bisa, aku sudah punya kekasih. Bayu." Olive harus tahan. Mungkin benar kata orang jika seseorang mendekati hari pernikahan maka godaan semakin kuat. Sekarang godaan Olive adalah Javier.     

"Apa yang kamu dapat dari Bayu selain kesengsaraan? jangan pikir aku enggak tahu ya ... kamu mengumpulkan uang sekian tahun cuma buat bisa nikah sama Bayu. Sedang Bayu sendiri bisa pakai uang dia sesuka hati. Jalan-jalan, makan di restoran, karaokean bahkan bisa jadi dia main perempuan."     

"Kamu jangan sembarang nuduh ya. Bayu enggak mungkin hianatin aku." Olive merasa tersinggung.     

"Olive ... please deh. Polos boleh tapi jangan bego-bego banget. Aku itu mantan playboy tahu pasti apa yang dilakukan cowok saat nongkrong di tempat karaoke. Apalagi kalau nongkrong sama teman satu kerjaan. Setidaknya akan ada wanita menemani. Entah waitres atau teman kantor. Siapa yang tahu. Lagian aku enggak asal tuduh kok. Pian sendiri yang melihat Bayu sering karaokean dengan ciwi-ciwi." Sebenarnya info itu bukan hanya dari Pian tapi dari Laras temannya Olive yang juga pernah melihat Bayu jalan di Mall bareng cewek lain dan Laras tahu itu bukan saudara Bayu.     

Dipikir ngapain Jovan nempel ke teman-teman Olive kalau bukan cari info. Mau modus dan jadi playboy. Ish ... Sosisnya saja layu sejak ditinggal Zahra bagaimana mau jadi playboy. Bisa diejek teman kencannya kalau ketahuan dia impoten.     

"Itu enggak mungkin." Olive masih tidak percaya karena Bayu selalu sopan dan sayang kepadanya.     

"Terserah. Kamu bisa tanya Pian kalau tidak percaya. Aku cuma mau kamu lihat sesuatu bukan hanya dari satu sisi. Lihat Bayu dan Javier dengan cara yang sama. Aku yakin hatimu akan memilih dengan sendirinya. Apakah Bayu atau Javier yang benar-benar ada di hatimu." Jovan juga yakin walau Jean sekarang hilang ingatan. Tapi ... jika memang Jean mencintai Javier maka hati dan perasaanya tidak akan bisa bohong.     

"Yuk." Jovan dan Olive menoleh serentak saat mendengar suara Javier.     

Javier langsung membukakan pintu mobil untuk Olive agar dia segera masuk. Lalu Javier menyusul dan segera menyalakan mobilnya.     

"Jov, berangkat dulu." Javier menoleh ke arah Jovan sebentar.     

Jovan hanya mengangguk. Tapi matanya menatap Olive penuh permohonan.     

Olive segera memalingkan wajahnya dan menunduk.     

"Kamu kenapa? Jovan ngomong aneh-aneh sama kamu?" tanya Javier saat melihat Olive hanya diam dan menunduk.     

Olive menggeleng. "Cuma masih ngantuk sebenarnya."     

"Beneran? Jovan enggak macem-macem kan? kalau dia ada ngomong aneh-aneh abaikan saja. Dia emang rada bawel kadang-kadang. Tapi percayalah dia sayang sama kamu juga kok." Javier mengelus kepala Olive.     

Olive melihat Javier yang masih memandang ke depan karena mengemudi. Entah kenapa elusan tangannya membuat jantungnya berdegup kencang. Benarkah kata Jovan. Bahwa dulu dia sangat dekat dengan Javier karena saat ini Olive merasa senang, nyaman atau ... entahlah. Olive bingung mendeskripsikan perasaanya saat bersama Javier.     

Olive hanya tahu. Dia senang ada Javier di sini dan pasti dia akan sedih dan kehilangan kalau Javier meninggalkan dirinya.     

"Javier."     

"Hmmm."     

"Bisa kita mampir ke rumah makan sebentar."     

Javier menoleh kearah Olive. "Kamu belum sarapan?"     

Olive menggeleng.     

"Astaga, kamu mau kerja tapi malah belum sarapan. Kalau sakit bagaimana?" Javier langsung membelokkan mobilnya ke rumah makan terdekat.     

Saat Javier hendak membuka pintu Olive langsung mencegahnya. "Bisa kamu pesankan saja dan dibungkus. Aku takut telat masuk kerja kalau makan di tempat."     

"Harusnya kamu enggak usah kerja. Duduk manis saja di rumah. Ke salon, belanja atau sekedar duduk-duduk di cafe. Masalah uang biar jadi urusanku."     

"Javier."     

"Iya aku tahu. Tapi, tetap saja aku merasa sedih kalau melihatmu kecapekan."     

"Sudahlah, kamu mau makan apa?" tanya Javier sebelum membuka pintu mobilnya.     

"Apa saja. yang penting ada nasinya."     

Javier mengangguk dan langsung masuk ke rumah makan. Membelikan pesanan Olive.     

Olive melihat Javier dari dalam mobil dengan perasaan campur aduk. Jika saat ini yang sedang bersama dirinya adalah Bayu. Maka sudah jelas Olive yang akan turun dan membelikan semua pesanan Bayu. Tapi, jika Bayu sedang tidak lapar maka dia pasti akan menyuruh Olive makan di rumah saja agar hemat.     

Olive merasa picik karena membandingkan Bayu dengan Javier. Tapi ... salahkan Olive jika mulai terlena jika Javier selalu memanjakan dan menuruti semua keinginan Olive. Tanpa banyak tanya, tanpa protes apalagi penolakan.     

Olive mulai meragukan hatinya sendiri.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.