One Night Accident

HEAD OVER HELLS 32 ( Ekstra part 4 )



HEAD OVER HELLS 32 ( Ekstra part 4 )

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Mom ingin kita tinggal di Cavendish." Javier menyampaikan perintah Mommy-nya Ai. Javier kurang lebih juga mengerti bahwa Mommy-nya itu ingin berada dekat dengan Jean di saat terakhirnya.     

"Aku terserah kamu saja. Tapi ... apa tidak apa-apa kita tinggal di Cavendish. Bagaimana dengan Nenek Stevanie?"     

"Kita akan tinggal di mansion Ashoka. Tidak ada alasan nenek keberatan karena sebenarnya nenek juga sayang kok pada kita berdua. Lagi pula nenek kan tinggal di Prancis."     

Jean tersenyum dan mengangguk. "Jika kamu mau aku juga mau kok."     

"Yakin? Kalau kamu merasa tidak nyaman tidak masalah. Mom pasti mengerti."     

"Tidak aku tidak masalah. Aku bisa tinggal di mana pun asal ada kamu."     

Javier menggenggam tangan Jean dengan senyum lega. "Kapan kamu siap berangkat?"     

"Kapan pun kamu mau," jawab Jean manis.     

Javier jadi gemas dan langsung menariknya mendekat. "Aku benar-benar mencintaimu," ucap Javier sebelum melumat bibir istrinya.     

Satu bulan kemudian.     

Javier dan Jean hanya bisa tersenyum sambil menerima ucapan selamat dari seluruh sanak keluarga.     

Ternyata permintaan Mommynya agar Javier dan Jean tinggal di Cavendish bukan hanya karena ingin dekat dengan Jean. Tapi, Ai juga ingin menciptakan sebanyak mungkin kenangan bersama Jean.     

Salah satunya adalah dengan mengadakan pesta pernikahan Javier dan Jean secara tertutup.     

Awalnya Ai ingin mengadakan pesta besar-besaran seperti pernikahan Jovan setahun yang lalu. Tapi karena Jean dan Javier diketahui masyarakat umum adalah kakak beradik Cavendish pada akhirnya pesta hanya untuk keluarga dan kerabat saja.     

Bukan Ai malu karena Javier menikahi Adik angkatnya. Tapi, lebih ke omongan rakyat yang tidak semuanya pro dengan pernikahan itu. Dari pada membuat gosip yang tidak-tidak hingga mengganggu kesehatan Jean. Akhirnya pernikahan Javier dan Jean disembunyikan dari khalayak umum.     

Jean pun sebenarnya menolak saat akan diadakan resepsi untuknya. Tapi Ai ngotot. Pernikahan hanya terjadi seumur hidup sekali. Jadi ... Ai mau Jean juga bahagia dan bisa merasakan serta menikmati indahnya pesta pernikahan.     

"Mau berdansa." Javier berlutut sambil mengangkat telapak tangannya. Jean dengan senyum lembut segera menerima ajakan Javier.     

Lalu keduanya berdansa di tengah-tengah ballroom yang sudah di sulap sedemikian rupa layaknya pesta pernikahan para Raja.     

Mengetahui sang pengantin berdansa. Satu persatu saudara dan keluarga pengantin mengikuti.     

Kebersamaan dan kebahagiaan yang akan Jean kenang hingga akhir hayatnya.     

Jean bersyukur memiliki keluarga yang mencintai dan menyayangi nya dengan tulus.     

***     

Satu tahun kemudian.     

Javier baru masuk ke dalam kamar ketika mendengar suara tangisan.     

Ternyata Jean sedang meringkuk di sofa balkon dengan wajah berada diantara kedua lututnya.     

"Jean ... ada apa?" tanya Javier langsung khawatir. Jean tersentak kaget saat tahu Javier ternyata sudah pulang. Dia terlalu sedih hingga tidak menyadari kedatangannya.     

Jean mengusap air matanya dan berusaha tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Kamu baru datang ya? Mau mandi dulu?"     

Javier duduk dan menangkup wajah Jean agar melihat matanya. "Ada apa? Jangan membuatku khawatir. Katakanlah," bujuk Javier.     

Jean menelan ludahnya seperti ada yang menyangkut di tenggorokan nya. "Aku tahu seharusnya aku tidak seperti ini. Tapi ... bolehkah aku merasa sedih dan kecewa."     

"Apa yang membuatmu sedih?" tanya Javier ikut sedih jika Jean tidak bahagia.     

Jean menggenggam tangan Javier yang ada di pipinya. "Aku iri dengan Ella, aku iri dengan Queen, aku juga iri dengan Aurora. Aku iri dengan semua wanita yang bisa membahagiakan suaminya dengan memberikan keturunan. Sedangkan aku? Aku tidak sempurna."     

"Sttttt, Jean sudah berapa kali aku bilang. Aku tidak membutuhkan keturunan. Asal ada kamu bagiku semuanya sudah cukup."     

"Tapi aku tidak cukup. Aku juga ingin memiliki anak. Anak yang mau memanggilku ibu." Jean menangisi ketidak mampuannya.     

"Kita bisa mengadopsi anak jika kamu mau." Javier menawarkan.     

Jean menggeleng. Dia sebenarnya sangat ingin memiliki anak dan kadang juga muncul dalam dirinya ingin mengadopsi saja. Tapi ... jika dia pergi nanti siapa yang akan merawat anaknya? Apa Javier akan tetap menyayangi nya atau akan melihat anaknya sebagai bekas luka yang akan selalu mengingatkan dirinya pada Jean?     

Jean tidak mau itu. "Kita lupakan saja pembicaraan ini. Aku hanya sedang baper melihat anak Ashoka yang baru lahir. Mereka memiliki kesempatan merawat anaknya tapi malah memilih meninggalkan nya untuk menjadi pewaris di kerajaan Inggris. Sedangkan aku yang ingin memiliki anak dan merawatnya sendiri justru tidak mampu melakukan itu semua."     

"Dunia kadang tidak adil. Tapi, aku hidup di dunia jadi adil tidak adil aku harus tetap menerimanya bukan?" ucap Jean miris.     

Javier hanya bisa memeluk istrinya. Karena dia juga tidak tahu harus bagaimana.     

Jean sebenarnya masih bisa hamil jika melakukan proses bayi tabung. Tapi ... itu akan sangat beresiko dengan kesehatannya.     

Javier lebih memilih tidak punya anak dari pada membahayakan nyawa Jean. Hal yang tidak akan pernah bisa dia lakukan.     

***     

DUA TAHUN KEMUDIAN     

"Bagaimana keadaannya?" tanya Marco langsung menuju ruang perawatan Jean.     

"Kesehatannya semakin memburuk." Javier memberi penjelasan.     

Vonis hanya bisa bertahan 1-2 tahun dari Marco untuk Jean ternyata bisa dihadapi Jean dengan lebih baik. Karena ini sudah tahun ketiga sejak vonis itu diberikan. Setahun lebih lama dari prediksi awal.     

Tentu saja Javier bersyukur karena Jean bertahan lebih lama dari perkiraan pamannya. Bahkan Javier berharap Jean akan bertahan untuk selamanya.     

Sayangnya semua itu hanya tinggal harapan. Karena sudah sebulan ini Jean menjadi sakit-sakitan. Mulai dari tiba-tiba pingsan, muntah-muntah, mimisan bahkan sesak napas. Seolah organ dalam Jean sedikit demi sedikit mulai menolak tubuhnya.     

Marco dibantu beberapa asistennya beserta Javier kembali melakukan pemeriksaan menyeluruh.     

"Tubuhnya mulai melemah." Marco bersandar ke dinding depan ruang perawatan Jean dengan wajah lemas.     

"Kira-kira berapa lama dia akan bertahan?" tanya Javier berusaha menguatkan diri.     

"Aku tidak tahu. Tapi ... teruslah bersamanya. Karena hanya kamu yang dia butuh kan saat ini." Marco menepuk pundak Javier lalu kembali ke ruangannya. Tidak tega melihat keponakannya bersedih.     

Javier masuk dan melihat Jean yang sudah duduk bersandar di kepala ranjang.     

"Hay," sapa Jean ingin agar Javier mendekat.     

Javier otomatis mencium dahi Jean dan mengelus pipinya dengan sayang. "Apa masih ada yang sakit?" tanya Javier.     

Jean menggeleng pelan "Aku hanya ingin tahu, kapan aku boleh pulang?"     

"Nanti dulu ya, setelah tubuhmu lebih kuat." Javier mengecup bibir Jean yang terlihat masih sedikit pucat.     

"Aku tidak suka di sini. Terlalu dingin dan suram."     

"Baiklah aku akan bicarakan dengan paman Marco. Jika memungkinkan nanti kita bisa pulang."     

"Terima kasih." Jean terseyum senang.     

Brakkkk.     

"Assalamu'alaikum Mama." Mahesa menerobos masuk dan langsung berlari ke arah Jean.     

"Wa'alaikumsalam Mahesa."     

Javier menyingkirkan membiarkan Mahesa naik ke pinggir ranjang dan memeluk Jean. Seperti biasa Mahesa langsung mendusel ke arah dada Jean dengan manja.     

"Mama kok sakit terus, Mahesa kan jadi sedih," ucap bocah berusia 9 tahun itu.     

Karena Jean ingin memiliki anak tapi tidak mau mengadopsi. Pada akhirnya Jovan malah mengizinkan Mahesa agar memanggil Jean dengan sebutan Mama dan Javier sebagai Papa. Hal sederhana yang membuat Jean bahagia.     

"Mama enggak apa-apa kok. Sebentar lagi juga sehat dan bisa ajak Mahesa beli Lego lagi."     

"Benar ya ... Mama harus cepat sembuh. Nanti Mahesa kenalkan dengan Fitri."     

"Siapa Fitri?" tanya Jean.     

"Pacarku."     

"Mahesa punya pacar?" tanya Jean terkejut.     

Javier hanya terkekeh mendengarnya. "Dasar bocah, masih ngompol saja sudah punya pacar." Javier mengacak rambut Mahesa.     

"Ih ... Mahesa sudah dari umur 3 tahun enggak ngompol ya. Mahesa juga sudah sunat. Kata ayah kalau sudah sunat boleh pacaran kok."     

"Kayak tahu aja pacaran itu apa." Javier gemas dengan Mahesa.     

" Tahu dongk. Pacaran ya berangkat dan pulang sekolah bersama. Gandengan tangan, ciuman. Tapi sayangnya Fitri belum punya dada jadi tidak bisa di makan."     

Jean menganga lebar. Javier serasa tersedak seketika. "Siapa yang mengajarimu ciuman dan makan dada?" tanya Javier merasa dejavu.     

"Mahesa sering lihat ayah ciuman sama Tante cantik Mommy tiri. Bahkan makan dadanya sampai merah-merah. Mahesa kan ingin tahu rasanya makan dada juga. Makanya Mahesa pacaran dengan Fitri. Eh ... Fitri ternyata enggak punya dada."     

"Astagaaaa, Jovannnnnnn." Jevier mengusap wajahnya frustasi.     

Adik kembarnya itu benar-benar deh. Kenapa tidak bisa menahan diri di depan anaknya.     

Kalau begini kan Mahesa terkontaminasi. Akut lagi.     

Astagfirullah Akhi.     

****     

PENUTUP     

Javier menggenggam telapak tangan Jean lembut lalu menciumnya berkali-kali hingga dadanya terasa sakit dan sesak.     

Dia melihat wajah istrinya yang pucat dengan tubuh sedingin es. Javier sudah mempersiapkan ini sejak lama. Tapi ... tetap saja saat semuanya terjadi rasa sedihnya tetap tak berperi.     

Jean berpesan jangan sedih, jangan menangis. Ikhlaskan aku.     

Namun ... Javier bisa apa? Dia hanya pria yang terlalu mencintai istrinya. Sudah sewajarnya dia menangisi kepergian Jean. Istrinya.     

Jeannya benar-benar sudah pergi dan kali ini tidak akan pernah kembali lagi.     

Javier menangis tergugu di samping jenazah istrinya. Tidak ada yang mengganggu apalagi menegurnya.     

Semua orang mengerti, semua orang memahami bagaimana perasaan Javier saat ini. Mereka memberikan waktu Javier untuk melepaskan Jean dengan sendirinya.     

Membiarkan Javier menguatkan diri dan mengikhlaskan Jean untuk pergi. SELAMANYA.     

Setelah lelah menangis Javier berdiri. Menatap wajah wanita yang dia cintai untuk terakhir kalinya.     

Javier mendekat lalu mencium dahi Jean penuh rasa cinta yang begitu dalam.     

"Aku mencintaimu," ucap Javier.     

"Sangat mencintaimu." Javier mencium dahi Jean sekali lagi sambil memejamkan matanya. Berusaha meresapi seluruh rasa cintanya pada Jean. Menghayati ciuman terakhirnya untuk sang istri.     

Javier menegakkan tubuhnya dengan menahan semua rasa tidak rela dan kesedihannya.     

"Selamat tinggal, berbahagialah untukku di sana," gumam Javier lirih dengan tenggorokan tercekat menahan rasa tidak rela.     

Dengan dada semakin sesak Javier akhirnya berbalik dan keluar dari kamarnya. Di mana semua keluarganya sudah menunggu.     

Ai langsung menghampiri Javier dan memeluknya begitu Javier keluar dari kamar.     

Jean Memang sejak sakit tidak mau Di rawat di rumah sakit jadi dokter dan semua peralatannya di bawa ke rumah.     

"Dia sudah pergi Mom, kali ini benar-benar pergi. Pergi untuk selamanya." Javier memeluk erat tubuh Ai berharap bisa mendapatkan sedikit ketenangan dan penghiburan di sana.     

Ai mengangguk dengan air mata berlinang. "Dia sudah bahagia di sana, ikhlaskan. Ikhlaskan ya Javier." Ai mengelus punggung Javier dengan rasa haru, sedih dan sakit di dadanya.     

Javier hanya diam dan terus memeluk Mommy nya.     

Hingga akhirnya Jean di makamkan. Javier berusaha bersikap lebih tenang. Walau sakit, walau menyiksa batin. Walau dia kembali merana. Javier harus merelakan kepergian istrinya.     

Javier akan mengikuti perkataan Jean. Bahwa dia akan tetap berusaha bahagia walau tanpa dirinya.     

'Selamat tinggal Jean, Aku mencintaimu.'     

****     

Javier tidak perlu berlari mengejar cintanya.     

Javier tidak perlu berjuang untuk cintanya.     

Javier hanya perlu menutup mata.     

Cintanya akan selalu ada di sana.     

Di dalam Hatinya.     

'Javier'     

SELESAI     

Terima kasih yang mengikuti sampai di sini, terutama yang membeli hak istimewa untuk bisa sampai di part ini.     

Love u all.     

Cleo Petra     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.