One Night Accident

BERUBAH



BERUBAH

0Happy reading.     
0

****     

Ayu kesal melihat pantulan wajahnya di cermin. Dia terlihat kacau karena semalaman menangis. Menangisi pria yang bahkan hanya menganggapnya hanya sekedar patner sex belaka. Tak lebih.     

Ini tak bisa di biarkan. Ayu memang cinta. Tapi tetap saja, cinta juga harus memakai logika. Memangnya Ayu bisa kenyang dengan memakan cinta? Membayangkan itu, Ayu tambah kesal sendiri. Setelah mandi, Ayu melihat tumpukan baju yang di berikan Jack kemarin. Ada puluhan baju, tas dan sepatu. Bahkan ternyata, ada pakaian dalam dan lingerie. Tapi, kenapa semuanya berwarna merah? "Emangnya si Daniel itu maniak merah, ya?" Ayu membatin. Salah Ayu juga, kemarin tak memperhatikan saat Jack memilihkan barang-barang itu. Dia hanya mengangguk saja     

karena hatinya yang terlanjur galau hingga membuat moodnya rusak.     

Ingin sekali dia melempar dan membuang semua pemberian Jack itu. Tapi Ayu yang sedang emosi berpikir, sayang sekali kalau barang-barang senilai lima ratus juta di buang begitu saja. Akhirnya Ayu mencobanya satu persatu dan terkejut, lantaran semuanya pas di badannya. Well, harus Ayu akui, Jack pintar mengukur tubuhnya.     

Setelah berpikir sejenak, Ayu akhirnya memakai baju yang paling sexy. Kenapa? Karna Ayu sadar, sebentar lagi, baju sexy itu takkan muat dibadannya. Terutama perutnya.     

Ini awal baru. Ayu akan merubah penampilannya yang alim, menjadi Ayu yang lebih modern. Ayu bahkan berdandan untuk menutupi wajahnya yang tadi terlihat kacau. Setelah puas dengan penampilannya, Ayu keluar dan ternyata David sudah ada di ruang tamu.     

"Bukannya dua hari lagi dia baru datang?" Ayu membatin. "Kok sudah datang, Bang?"     

David memandang Ayu cengo. Adiknya seperti wanita yang baru keluar dari majalah. Cantik, plus sexy.     

"Bang? Kamu manggil Mas?" tanya David bingung.     

"Iya, emangnya kenapa?"     

"Sejak kapan Mas jadi Abang-abang?"     

"Bodo amat! Pokoknya, sekarang aku panggil Abang. dan Abang juga nggak boleh panggil Ayu. Mulai sekarang, panggil aku Ai. Oke?!"     

"Ai? Ai apa? Aishiteru? I love you atau Aichhhhh... jelek banget lu!"     

Jleb...     

"Aaaawwwwww..." David mengangkat kakinya yang diinjak ayu "Astajim, Dek. Itu sepatu apa paku. Lancip bener. Bolong nih kaki gue"     

"Lebay lo, Bang"     

"Lagian sejak kapan panggilannya jadi lo-gue?"     

"Since now! Kenapa? Keberatan?!" tanya Ayu galak sambil bersedekap.     

Bukannya menjawab, David malah memanggil Liz dengan kencang. Tentu saja, Liz yang ada di dapur, langsung berlari ke ruang tamu.     

"Ada apa?" tanya Lizz khawatir.     

"Lo tau tempat rukiah nggak?"     

"Abang mau di rukiah?" tanya Ayu, yang duduk di seberang David.     

"Bukan gue, tapi buat lo! Baru seminggu gue tinggalin, lo jadi aneh. Pasti lo kesambet."     

Bukhh.     

"Mampus gue! Bocor nih, bocor!" David memegang jidatnya yang baru dilempar Ai dengan heels sepanjang sepuluh senti miliknya.     

"Liz, cepet Liz! Cari dukun! Adek gue kesambet beneran nih!"     

"Bilang kesambet, gue lempar lagi yang sebelah nih! Mau?!"     

"Yaelah ... bercanda, Dek! Sadis banget!" ujar David masih mengusap-usap jidatnya yang benjol. Masih terheran-heran, kenapa adeknya yang alim jadi anarkis begitu.     

"Liz, masak apa?" tanya Ai     

"Soto Ayam, Non."     

"Jangan panggil Non. Mulai sekarang, panggil Ai aja. Bawa sini dong tiga mangkok."     

David memandang Ai ngeri. "Lu doyan, atau laper, Dek?"     

"Bukan, Dek. Tapi Ai. Inget! Ai!"     

"Iya deh iya, Ai. Buset dah, ah! Ribet amat!"     

Ai tak peduli. Begitu sotonya datang, dia langsung melahapnya seperti sudah tak makan berhari-hari.     

Sementara     

David, cuma bisa menelan ludahnya sendiri. Hilang sudah selera makannya. Dan benar saja, tak butuh waktu lama, tiga mangkok ludes dimakan Ai sampai ke kuahnya.     

"Bang, Lo enggak makan?"     

"Nggak selera. Elu makan kayak orang kelaperan."     

"Yaelah, Bang. Gue kan makan buat dua orang."     

"Tadi bukan buat dua orang Ai, tapi tiga!"     

"Anggep aja bonus. Macam beli dua gratis satu."     

"Ada ya, orang makan kayak gitu?"     

"Udah ah. Abang kok jadi bawel, sih? Balik ke Jerman, yuk?"     

"Baru aja dateng. Udah disuruh berangkat. Seminggu lagi."     

"Tapi Ai maunya sekarang."     

"Ya udah, tiga hari deh."     

"Pokoknya sekarang!"     

"Besok!"     

Entah kenapa, mendapat penolakan itu, mata Ai langsung berkaca-kaca. Dan tak lama, air mata Ai langsung membanjiri wajah cantiknya.     

"Yah ... yahhhh ... Malah mewek lagi."     

"Abang jahat hiks ... hiks ... Ai kan pengen move on, Bang. Hiks ... Kalau Ai di Indonesia terus, hiks .... kapan bisa move on? Ai kan pengen hiks ... hiks ... cari bule buat jadi bapaknya anak gue."     

Melihat adeknya yang banjir air mata, David langsung memeluk dan menenangkannya. "Duuhh! Orang hamil emang sensi gini ya?" David membatin. "Iya...iya... Jangan nangis. Udah mau jadi emak-emak, nggak boleh cengeng, Yu ...."     

"Ai, Bang! Bukan Ayu!"     

"Iya deh iya ... Ai."     

"Berangkat sekarang, ya?" Ai kembali merajuk. Kali ini sambil tersenyum.     

David mengangguk, lalu berbalik bermaksud menghubungi anak buahnya untuk menyiapkan jet pribadinya.     

"Parah! Ayu baru hamil dua bulan, udah jadi nenek lampir." gerutu David lirih. Tapi sayang, walau diucapkan sepelan mungkin, Ai masih mendengarnya.     

Bugghhhhhh     

"Aaaaawwwwwwwww ...!" Ai melempar sepatunya yang sebelah dan tepat mengenai kepala David.     

"Bocor, sumpah bocor! Kepala gue bocor, Ai! Ya Allah, dosa apa gue? Gue bisa amnesia, Ai." David menunduk kesakitan memegang kepalanya. Sumpah, adiknya sekarang benar-benar jadi nenek lampir yang kejam.     

"Siapa suruh ngatain nenek lampir."     

"Iya maaf, udah sono! Cepetan packing. Jadi pergi nggak?!"     

"Jadilah ...." kata Ai singkat, lalu berlari menaiki tangga menuju kamarnya.     

"Jangan lari-lari Ai! Inget! Elu lagi hamil!" David mengingatkan.     

"Okay, Abaaang!" Ai berteriak. Lalu memelankan langkahnya. Bahkan dibumbui lenggak lenggok seperti model yang berjalan di catwalk.     

David merebahkan kepalanya diatas meja makan. Dia sudah pasrah melihat tingkah adiknya yang berubah seratus delapan puluh derajat itu. Tangannya masih mengusap-usap bekas lemparan sepatu tadi.     

Mulai hari ini, hidup David sepertinya akan berubah jadi neraka.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.