One Night Accident

ANTI TOXIC



ANTI TOXIC

0Happy Reading.     
0

****     

"Ai sayang ... bangun ....." Jack mengusap pelan wajah Ai dan sedikit mengguncang tubuhnya. Sementara Ai membuka matanya dengan malas.     

"Kita harus pergi."     

"Ke mana?" tanya Ai mulai membuka matanya. Jack tak menjawab tapi langsung membopong tubuh Ai ke kamar mandi. Mereka mandi bersama dengan cepat. Benar-benar mandi. Tidak ada adegan ekstra di sana. Ai tertidur lagi selama perjalanan hingga sampai ke rumah Marco yang bisa dibilang lumayan besar.     

"Ini rumah siapa?" tanya Ai bingung.     

"Marco."     

"Siapa?"     

"Bodyguard barumu." Ai hanya manggut-manggut. Tapi baru mereka memasuki ruang tamu kehebohan terjadi. Yang ternyata adalah sang pengantin perempuan yang pingsan.     

Ai langsung mengikuti Marco begitu tahu pengantin itu adalah Lizz. "Apa yang kamu lakukan pada Lizz?!" Ai berseru begitu Marco selesai merebahkan tubuh Lizz yang sedang pingsan ke ranjang.     

Emak Rina yang ikut masuk jadi bingung. Karena tiba-tiba ada perempuan bunting yang marah-marah ke anaknya. Membuatnya jadi menduga kalau dia dibuat bunting Marco.     

"Siapa dia, Marco?" tanya Emak Rina.     

"Neng, jangan bilang kamu dibuntingin Marco, yah?" tanya Emak lagi kali ini pada Ai.     

"Bukan, Mak. Itu lakinya di sebelahnya." Jawab Marco lalu Emak Rina memandang ke sebelah Ai dan melihat sosok Jack di sana. Seketika dia mengucap syukur sebanyak-banyaknya.     

"Eh ... Gue nanya dijawab! Lo apain Liz?!"     

"Gue nikahin," jawab Marco santai.     

"Maksud gue-"     

"Ah ... ribet banget ... Boss, ini betina keluarin dulu napa lagi urgent nih!"     

DUAGHH!!     

"Betina kamu bilang? Calon istriku nih." kata Jack sambil menendang kaki Marco.     

"Calon istri?! Perut sebesar ini baru kamu jadiin calon istri?!" Jerit Mak Rina membahana. "Pantes ya anak saya polahnya macam bangsat gini, ternyata gara-gara bergaul sama kamu!" Emak Rina emosi pada Jack sambil menunjuk wajahnya.     

Melihat itu Marco menurunkan tangan emaknya. Bisa gawat kalo si Boss marah. Bisa meledak rumahnya detik itu juga. "Emak, apa-apaan sih? Nggak ada hubungannya."     

"Kamu nggak lihat pacarnya udah hamil besar tapi belum dinikahin. Kalian nggak takut karma?" kata sang Emak pada kedua pemuda itu.     

"Aku anak tunggal," jawab Jack.     

"Adek Marco 'kan cowok semua Emak, nggak mungkin di buntingin orang. Kalau buntingin sih bisa."     

"Dinasehatin orang tua masih aja berani membantah!" Emak Rina berseru, sambil menjitak kepala Marco dengan keras.     

Keributan sementara berhenti dan semua mata menoleh ke pintu kamar saat mereka mendengar suara ketukan di pintu. "Apa Marcell?"     

"Anu ... itu Bang, penghulunya masih nungguin berkas nikahannya belum di tanda tangani."     

"Buset dah! Bini gue masih pingsan. Apa dia nggak bisa liat? Suruh tunggu. Kalo perlu suruh nginep!"     

"I-iya deh, Bang. Tapi itu ... istrinya udah bangun," Marcell berujar sebelum ngacir karena tak tahan dengan tatapan tajam orang-orang didalam kamar karena mengganggu keributan yang mereka lakukan.     

Setelah Marcell pergi, semua orang ganti menoleh kearah Liz yang ternyata sudah terbangun akibat mendengar suara gaduh.     

"Mantu Emaaakkk ...!"     

"Bini gue udah bangun ..."     

"Liiizzzz ...."     

Emak Rina, Marco dan Ai berseru bersamaan. Hanya Jack yang diam dan menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka.     

"Kamu baik-baik aja?"     

"Beeeb ... udah sadar?"     

"Liz, kamu kenapa?"     

"Emak, Liz baik-baik saja kok "Liz menyahut, menenangkan wanita paruh baya di depannya.     

Tetapi perhatiannya teralihkan saat melihat seseorang yang berdiri disebelah Mak Rina. "Ai kok kamu di sini?" tanya Lizz.     

"Beb, kok aku dicuekin?" tanya Marco saat Lizz hanya berbicara dengan Emak dan Ai.     

Lizz memandang orang yang baru menjadi suaminya itu antara takut dan malu. "A-anu ... maaf. Tapi aku belum tahu namamu."     

Gubrakkk.     

Marco seperti terhempas ke ujung dunia. Saat baru menyadari kalau istrinya bahkan tak mengetahui namanya.     

Ini penistaan namanya.     

Jack hanya tersenyum simpul sambil menepuk pundak Marco yang terlihat lesu.     

****     

Marco duduk di sofa di dalam kamarnya. Dia tidak bicara atau melakukan apa pun. Dia hanya memandang wanita yang beberapa jam lalu resmi menjadi istrinya.     

Sedang Lizz hanya duduk sambil menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Dia menunduk gelisah sambil memilin kedua tangannya gugup. Ini malam pertamanya. Tapi orang yang menjadi suaminya beberapa jam lalu hanya duduk diam dan terus melihatnya. Seolah Lizz bisa lenyap jika dia melepaskan pandangannya.     

"Kamu nggak gerah pake kebaya buat tidur?" tanya Marco masih dengan muka datar dan garang.     

"Mmm ... Aku enggak ada baju ganti."     

Marco mengangguk pelan, lalu menghampiri Lizz. "Berdiri."     

Liz langsung berdiri di sebelah Marco. Tanpa diduga Marco melucuti kebaya-nya hingga tersisa pakaian dalam saja. Karena malu, Lizz hanya menunduk tanpa berani bergerak sama sekali.     

"Kenapa nunduk? Kamu malu? Ngapain malu, toh aku udah lihat semua," ucapan Marco membuat wajah Lizz semakin merah seperti kepiting rebus.     

Lizz masih bingung dengan pernikahan ini. Apa dia bahagia? Atau kecewa? Tak ada wanita yang ingin dinikahkan karena diperkosa. Ingin sekali Lizz membatalkan pernikahan ini, karena ini bukan pernikahan impiannya.     

Dulu dia selalu berharap akan bertemu dengan pujaan hatinya. Yang bisa mencintai dan dicintai olehnya. Mereka akan memiliki rumah sederhana dan anak-anak yang menawan. Tetapi sayang, kehidupan memang tak seindah drama, yang ada hidupnya seperti roler Coester yang melaju dengan sangat cepat setelah bertemu Marco.     

Apalagi melihat raut wajah bahagia semua orang termasuk adiknya. Lizz jadi tidak tega memprotes.     

"Tidurlah ... aku tahu badanmu masih nyeri." Marco mengembuskan napas lelah. Dia tahu Lizz takut padanya. Dia juga tahu Lizz tak nyaman menunggunya bergerak dari tadi. Mungkin di otak cantiknya sedang berpikir Marco akan memperkosanya dengan gaya apalagi.     

Mengingat itu Marco tertawa miris. Ini malam pertamanya. Dan semua pengantin baru tahu, apa yang akan dilakukan dimalam pertama pernikahannya. Sayangnya tidak dengan Marco.     

Bukan dia tak mau malam pertama, namun dia tak bisa.     

Marco memandang Lizz yang sudah merebahkan tubuh di kasur dengan membelakanginya. Marco langsung menyusul dan tidur di sisi sebelah tentu setelah dia melepas penutup tubuhnya dan menyisakan celana boxer saja.     

Dipeluknya tubuh Lizz dengan erat. Hingga membuat tubuh Lizz kembali menegang.     

Marco tak tahu kenapa, dengan mudahnya dia menikahi Lizz hanya dalam hitungan jam. Padahal Marco tak mungkin bisa menyentuh Lizz lagi.     

Apa karna kemarahan Emaknya? Bukan, Emaknya terlalu pemaaf untuk memarahinya dalam jangka waktu yang lama.     

Apa karena aura? Ya, sepertinya itu pengaruh juga. Di mana wanita yang sudah diperawaninya itu, auranya akan berubah tak menyenangkan. Sementara Lizz, auranya tetap sama. Memang sekarang ada semburat pink yang masih agak samar tapi itu justru makin memperindah warna aura milik Lizz dan Marco sekarang ini sedang memperhatikan aura Lizz yang terlihat menakjubkan.     

Marco pernah berujar kalau dia tak akan bercinta lagi dengan orang yang sudah ia renggut keperawanannya. Bukan karena Marco tidak mau, tetapi tubuhnya akan otomatis menolak.     

Marco jadi virgin killer bukan karena keinginannya sendiri. Namun semua terjadi karena tubuhnya adalah tubuh terkutuk.     

Marco tak bisa bercinta selain dengan perawan. Dia juga tak bisa bercinta lagi dengan wanita yang sama, walau wanita itu diperawani olehnya. Benar-benar membuat orang kesulitan cari pacar.     

Marco bukan hanya sekali dua kali mencobanya bertahan dengan wanita yang sama, tetapi Marco sudah mencobanya berkali-kali dan hasilnya tetap sama saja.     

Reaksinya ada dua. Yang pertama, dia tak kan bisa klimaks walau sehari semalam menggenjot wanita yang menjadi ONS-nya atau bisa dibilang Juniornya hanya akan bangun tanpa bisa mendapat pelepasan. Kan nyeri.     

Reaksi kedua, jika Marco berhasil mendapat kepuasan, maka setelah itu tubuhnya akan terkapar tiga hari karena kesakitan seperti ada berbagai racun yang di masukkan ke dalam tubuhnya. Atau seperti habis dihajar hingga babak belur. Benar-benar bikin sengsara.     

Selain keanehan itu. Ada satu keanehan lagi di tubuhnya dan ini sangat tidak masuk akal. Marco bisa menetralisir racun yang masuk ke tubuhnya. Dia tetap akan merasa sakit jika keracunan. Tapi racun itu akan keluar dengan sendirinya dari dalam tubuhnya tanpa harus dikasih obat.     

Marco bisa memasukkan apa pun ke dalam tubuhnya tanpa takut terkena penyakit dan keracunan. Dia juga tidak akan merasa lemas sedikit pun walau tak makan berhari-hari. Dia hanya butuh air. Semakin murni air yang dia konsumsi maka semakin kebal tubuhnya.     

Karena itulah, Marco menghindari merokok dan minum minuman beralkohol. Kalau tidak, tubuhnya akan kesakitan lagi. Tubuhnya memang anti Racun tapi bukan berarti ketika proses penetralisiran racun tubuhnya tidak kesakitan. Marco tetap bisa merasakan sakit.     

Marco hanya makan untuk merasa bahwa dia bisa hidup normal seperti adik-adiknya. Karena Marco tak ingin keluarga barunya menyadari keanehan tubuhnya.     

Dulu saat masih kecil Marco menyebut tubuhnya adalah tubuh kutukan orang suci. Sekarang dia tahu itu bukan kutukan orang suci. Tapi kutukan keluarga Cavendish.     

Mengingat keluarga Cavendish, Marco melihat ke arah istrinya. Bertambah lagi orang yang harus dilindunginya. Marco hanya berharap semua orang yang di sayanginya berada di tempat yang aman saat Jack mengetahui siapa dia sebenarnya.     

Marco tak bisa memprediksi apa yang akan keluarga Cavendish lakukan jika tahu keberadaannya.     

Apa dia akan diistimewakan? Atau hanya akan menjadi kelinci percobaan yang kebetulan bertahan hidup?     

Yang Marco tahu, sekarang ini Ai adalah kunci keselamatan keluarganya. Dan mulai besok dia yang akan menjaga kunci itu agar bisa digunakan untuk menghindari bahaya.     

Maaf Jack, untuk kali ini. Sepertinya Marco akan sedikit membangkang darimu.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.