One Night Accident

MAKAM



MAKAM

0Enjoy Reading.     
0

*******     

Seperti sebuah mantra ajaib, setelah mendengar nama Jhonatan disebut mereka langsung kaku dan memperhatikan Daniel dengan seksama.     

"Daniel, kami bukan tak mau memberitahukan. Tapi-" Mr Petter Lancazter Cohza, memberi isyarat pada Istrinya untuk diam. "Kenapa baru sekarang?" tanya Petter.     

"Karena saya pengecut."     

"Dan sekarang tidak?"     

"Entahlah, mungkin jika menemuinya akan selalu mengingatkanku, bahwa akulah penyebab kematiannya."     

"Dari mana pemikiran itu kamu dapatkan?" Sang Ratu Elizabeth Stevanie Cavendish melontarkan pertanyaan dengan terkjejut, itukah yang selama ini dipikirkan anaknya.     

"Kamu memang bersalah," Petter membenarkan.     

"Petter!!" Stevanie memprotes, tidak setuju jika kematian Jhonatahan adalah kesalahan Daniel. Mereka bahkan masih kecil saat itu. Tetapi Petter menatap Stevanie seolah menyuruhnya diam.     

"Sejak kalian lahir, sudah ditetapkan bahwa, Kau adalah seorang Cohza dan adikmu seorang Cavendish. Bagaimana bisa kau bertukar tempat dengan seorang Cavendish? Kau tau itu sangat fatal."     

"Petter!"     

"Stevanie, aku belum selesai," potong Petter dengan tatapan tajam." Dilihat dari segi mana pun kamu memiliki andil yang besar atas kematian Jhonatan. Itu faktanya. Tapi ada yang perlu kamu ketahui. Kami, Mom dan Dad, tak pernah menyalahkanmu. Karena itu hanyalah penculikan yang bisa saja menimpamu. Hanya saja, adikmu lebih peka dan mengorbankan dirinya terlebih dahulu. Jadi, berhentilah merasa bersalah."     

"Kalau tak menyalahkanku, kenapa kalian tak membiarkanku melihat Jhonatan untuk yang terakhir kalinya. Bahkan kalian tak pernah memberitahuku di mana makamnya."     

"Kami tak ingin melihatmu mengalami trauma berkepanjangan apa kamu lupa kamu sudah cukup depresi waktu itu. Apalagi jika sampai melihat kondisi adikmu yang mengenaskan, walau akhirnya kau melihatnya sekilas, setidaknya kau tak benar-benar melihat sampai ke dalam." kata Peter menjelaskan.     

"Apa yang di lakukan penculik itu pada adikku?" Daniel merasa sesak di dadanya.     

"Mereka berusaha memasukkan racun dalam tubuh adikmu dalam skala besar. Tapi tentu kamu tahu, adikmu sudah disuntik dengan hormon anti-toxic. Jadi apa yang mereka lakukan percuma. Adikmu baik-baik saja. Merasa gagal mereka merubah taktik dan menyiksa fisiknya menyayatnya seolah-olah adikmu daging cincang. Bahkan mereka sepertinya sempat memukuli adikmu sebelum dia meninggal."     

Dada Jack semakin sesak dan nyeri. Dia membayangkan bagaimana kesakitan dan ketakutan adiknya itu. Adik yang biasa dimanja dan dilayani itu, disiksa dengan tanpa berprikemanusiaan.     

"Aku ingin melihat makamnya," kata Daniel tetap pada pendiriannya.     

Petter mengangguk.     

"Tapi ...." Stevanie berusaha memprotes. Khawatir Daniel akan stress kembali karena mengingat adiknya.     

"Tak apa, sudah saatnya Daniel tahu. Dia sudah dewasa, mungkin dia bisa membantu."     

"Ada apa?" tanya Daniel bingung.     

"Daddy tak akan membicarakannya, tapi menunjukkan agar kamu bisa bertanggung jawab dengan kesalahanmu dua puluh dua tahun yang lalu," kata Petter dan langsung beranjak lalu diikuti oleh istri dan anaknya.     

Daniel di bawa naik jet pribadi selama berjam-jam. Begitu sampai mereka langsung kembali naik Helikopter masih terus melaju menuju tempat yang tak diketahui oleh Daniel. Awalnya dia heran saat Daddy-nya mengajak naik jet pribadi dan begitu keluar ternyata dia kembali ke Indonesia. Saat Daniel bertanya, ternyata makam adiknya ada di sana. Pantas Daniel selalu merasa nyaman berada di negara ini, ternyata adiknya dikubur di negara ini.     

Tetapi perjalanan belum berhenti karena setelah turun dari jet pribadinya, Daniel kembali menaiki helikopter yang belum dia ketahui akan berhenti di mana. Tapi melihat posisinya, Daniel yakin dia menuju Yogyakarta. Dan benar saja, mereka ada disalah satu hutan di sana. Hampir setengah jam kemudian mereka berjalan dan membelah hutan hingga akhirnya Daddy-nya berhenti.     

"Ini makam Jhonatan."     

Daniel memandang heran ke sebuah gundukan tanah yang penuh rumput liar. Bahkan tanpa batu nisan. Apa-apaan ini? Sebegitu tidak berhargakah adiknya, hingga makamnya saja tak terawat bahkan tak ada jejak taburan bunga di atasnya.     

"Serius, Dad? Bagaimana mungkin kalian membiarkan makam adikku seperti ini?" tanya Daniel tak percaya sambil mendekati gundukan tanah yang bahkan sudah tak terlihat seperti makam.     

"Kau lihat lubang disebelah sana," tunjuk Daddy-nya. Memang ada lubang cukup besar yang berjarak tiga meter dari makam adiknya.     

"Lubang itu ada setelah dua bulan pemakaman adikmu."     

"Jangan bilang--"     

"Benar. Jenasah adikmu menghilang setelah dua bulan."     

"Siapa yang tega mengambil tubuh adikku yang sudah meninggal dari dalam makam dan untuk apa?" tanya Daniel menahan marah.     

"Daddy dan Mommy juga belum menemukan sampai sekarang, tapi akhir-akhir ini, Mommy mencurigai bahwa ada penghianat didalam keluarga Cavendish. Yang menginginkan tubuh adikmu untuk di jadikan percobaan."     

"Percobaan apa?"     

"Sebenarnya, saat tahu adikmu meninggal, Mommy langsung menyuntikkan adikmu dengan hormon eternal live. Berharap dia bangkit hidup lagi."     

"Apa?! Itu hormon terlarang dan satu tubuh tak boleh dimasuki dua hormon sekaligus. Dia bisa mati."     

"Tapi adikmu memang sudah mati Daniel."     

Daniel termangu. "Lalu apa tak ada kemungkinan adikku hidup dan keluar dari terowongan itu?"     

"Sayangnya kemungkinan itu hanya 0,0000000001%. Kemungkinan terbesarnya adalah orang yang membawa tubuh adikmu menggunakannya untuk meneliti hormon yang ada di dalamnya dan terbukti akhir-akhir ini Mom berhasil menemukan keanehan pada tubuh beberapa orang yang mirip dengan efek hormon yang dimiliki adikmu."     

Daniel diam. Semua ini terlalu rumit untuk dicerna. Tapi dua bulan setelah kematian adiknya, Daniel memang bermimpi buruk. Apa itu bertanda adiknya yang tak rela tubuhnya dikeluarkan dari dalam kuburnya?     

"Jadi, aku harus bagaimana sekarang?" tanya Daniel.     

"Cari tubuh adikmu, walau itu hanya tulang belulang. Daddy ingin dia kembali. Kamu lebih bebas bergerak karena belum resmi menyandang pewaris Cohza atau pun Cavendish. Jadi kemungkinan berhasilnya lebih tinggi dari kami. Dan lagi, Daddy tau di dalam hatimu. kamu pasti tau di mana keberadaan adikmu, kalian selama ini memiliki ikatan batin yang kuat."     

Daniel berjalan mengintari makam itu dan mengamati terowongan kecil yang Daniel yakin tidak akan muat jika orang dewasa yang melewatinya. Tiba-tiba jantungnya berdegub kencang dengan sebuah harapan. Walau kemungkinan sangat kecil, Daniel pasti akan menemukannya. Entah sesuai kata hatinya bahwa adiknya masih hidup atau hanya tulangnya belaka.     

"Dia ada di sini, Dad."     

"Apa maksudmu?"     

"Daniel yakin, tubuh Jhonatan masih ada di Indonesia. Karena entah ke manapun Daniel pergi, Daniel selalu ingin pulang ke Indonesia. Seolah-olah memang inilah rumahku."     

Daddy-nya mengangguk. "Berarti kita bisa mempersempit pencarian, tapi mencari mayat yang sudah hilang selama dua puluh dua tahun itu sangat sulit."     

"Daniel tahu itu. Tapi Daniel akan berusaha."     

"Kami tahu, tapi ... jika butuh bantuan jangan segan-segan meminta bantuan pada kamu, mengerti!" kata Stevanie sambil memeluk Daniel.     

"Baik Mom."     

"Sebaiknya kita pulang, hari sudah semakin sore," kata Petter berbalik dan menggandeng tangan istrinya.     

"Dad!" Petter berhenti dan menoleh ke arah putranya.     

"Jika Daniel berhasil menemukan Jhonatan dan penghianat Cavendish, bolehkah Daniel membuang Cohza dari namaku?"     

Tubuh Mommy dan Daddy-nya langsung menegang mendengar itu.     

"Kau tahu peraturannya, Daniel?"     

"Tentu."     

"Apa kau sudah siap?"     

"Tentu."     

"Aku tidak setuju," Stevanie langsung memprites.     

"Mom ...."     

"Tidak Petter, aku sudah kehilangan satu anakku. Aku tak mau kehilangan anakku yang lain."     

"Honey, aku percaya pada kemampuan Daniel."     

"Tapi menghadapi seratus pembunuh bayaran sama dengan bunuh diri. Apalagi mereka masuk dalam sepuluh pembunuh bayaran terbaik di masing-masing negara. Kenapa keluargamu memiliki peraturan sekejam itu?"     

"Agar tidak ada anggota keluarga yang berusaha mengelak dari tanggung jawabnya. Lagi pula jika Daniel mati kita tinggal buat anak lagi."     

"Peterrrrrrr ...!"     

"Oh, maaf, hanya bercanda sayang."     

"Itu tidak lucu!"     

"Mom ... Dad ... aku masih di sini!" gumam Daniel menyaksikan orang tuanya yang berdebat sendiri.     

"Intinya Mom tak setuju." Stevanie tak terbantahkan.     

Petter mengalah sementara, karena keputusan keluar tidaknya Daniel dari marga Cohza itu tergantung dirinya sendiri.     

"Apa kau jatuh cinta, Daniel?" tanya Petter dan keluar dari konteks yang dibicarakan.     

Daniel hanya diam yang membuat Mommy-nya ikut curiga. "Apa yang kau tanyakan Petter? Pembahasan kita belum selesai," protes Mommy-nya.     

"Dugaanku, Daniel ingin keluar dari nama Cohza karena ia sedang jatuh cinta. Dan tak ingin siapa pun orang itu terintimidasi dan terancam gara-gara nama Cohza. Bukankah begitu Daniel?"     

Daniel tidak menjawab.     

"Karena tidak ada bantahan, maka ... Daddy anggap iya. Apakah kamu jatuh cinta pada Prince Joe atau seorang wanita?"     

Daniel masih diam. Tak mau membocorkan rahasianya sendiri, biarlah orang tuanya masih menganggap dia Homo.     

"Apapun keputusanmu, Daddy mendukung. Karena Daddy percaya kau melakukan itu untuk orang yang menurutmu berharga. Pesan Daddy hanya satu, kembalilah dengan selamat." ucap Petter pada Daniel seraya menepuk pundaknya dan menarik tangan istrinya untuk menghentikan protesnya.     

"Sebagai hukuman, kau pulang sendiri. Terserah mau pulang ke mana. Yang terpenting, kabari Mommy kalau sudah sampai," Petter berseru dari kejauhan, bersahutan dengan protes isterinya yang semakin panjang.     

Daniel tersenyum, merasa Déja Vu. Dulu dia pernah ditinggal ditengah hutan, sewaktu ia berumur tujuh tahun karena melakukan kesalahan. Dan tugasnya adalah mencari jalan keluar sendiri. Daniel tersenyum lagi mengingat itu dan mulai melangkah. Tak seperti dulu yang ketakutan tersesat, sekarang bahkan dia tak memerlukan peta atau apa pun untuk keluar dari hutan kecil ini. Kakinya hanya melangkah mengikuti instingnya.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.