One Night Accident

AWAL



AWAL

0Happy Reading.     
0

****     

Sesampainya di kamar, Marco langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dan seketika, dia menelan ludahnya susah payah. Karena di sana, Lizz tidur tengkurap hanya dengan menggunakan kemejanya.     

Masih ada jejak air mata di wajahnya. Melihat itu Marco tersenyum sedih. Istrinya ini kenapa polos tapi menggoda sekali.     

Tiba-tiba Lizz malah berbalik terlentang. Sukses menyuguhi pemandangan menggoda iman, di mana payudaranya yang tercetak jelas tanpa bra dan sedikit mengintip karena kancing atas yang di lepas membuat yang melihatnya berfantasi liar.     

Marco menjilat bibirnya karena hampir ngiler, lalu dia melihat ke bawah dan seketika juniornya menegang sempurna. Lizz tidak sengaja melakukannya tapi ... gara-gara tadi dia berbalik sembarangan kemeja yang dikenakan Liz tertarik ke atas hingga memperlihatkan celana dalam warna pink yang berenda-renda.     

Marco tidak tahan lagi.     

Marco berbalik lalu mengambil ponselnya dan menelepon Duo WiBi. "Saya memajukan cuti. Jadi kalian yang harus menjaga Ai selama seminggu."     

"_____" terdengar protes dari seberang sana.     

"Maaf, tapi ini darurat. Jadi mohon kerja samanya," kata Marco dan langsung menutup panggilannya.     

Ini darurat memang. Sangat darurat. Karena jujunnya yang sudah lima bulan tidak keluar dari persembunyiannya kini akan segera bertemu dengan sarangnya. Dan itu tidak bisa lagi ditunda.     

Marco mengunci pintu kamar agar tidak ada pengganggu dadakan, dengan cepat dia melepas seluruh pakaiannya hingga hanya menyisakan boxer saja. Lalu dengan santai menghampiri Lizz yang masih tertidur pulas.     

Marco mendekat dan mengusap paha mulus Lizz dari bawah lalu terus ke atas. Merabanya dengan lembut dan penuh penghayatan.     

Marco menunduk dan mencium seluruh wajah Lizz dengan kecupan-kecupan kecil yang menggoda, hingga ciuman itu akhirnya berlabuh di bibir yang selalu terasa manis dan lembut itu.     

Mata Lizz terbuka saat merasa geli di pahanya dan sesuatu menghisap bibirnya. Seolah tersadar dengan apa yang terjadi, sontak Liz langsung mendorong Marco. Tenaga Lizz yang tak seberapa, hanya mampu memisahkan penyatuan bibir mereka, apalagi dengan posisi Marco yang ada di atasnya.     

Marco melepas ciuman mereka ketika Lizz terengah-engah kehabisan napas.     

"Ngapain kamu kesini?" ucap Lizz dengan wajah memerah karena marah, malu dan juga terangsang.     

"Menemui istriku."     

"Aku bukan istrimu. Aku minta cerai!" ucap Lizz emosi.     

Marco mengernyit tidak senang. "Cerai? Sampai kapan pun aku tak akan menceraikan kamu."     

Mendengar sikap egois Marco, Lizz duduk dan memukuli dada Marco kesal. "Dasar jahat. Tukang selingkuh. Maumu apa? Bukannya kamu udah punya Ai? Buat apa lagi istri macam aku?" tanya Lizz dengan air mata yang kembali berlinang.     

Bukannya marah Marco malah tersenyum senang. "Kamu cemburu?"     

"Tentu saja aku cemburu! Aku istrimu!" Lizz langsung membekap mulutnya yang keceplosan mengatakan cemburu. Bisa besar kepala si Marco.     

Sementara Marco tersenyum makin lebar. "Lizz, dengarkan penjelasanku. Apapun yang kamu lihat tadi, itu cuma salah paham. Aku peluk Ai karena dia lagi sedih habis nonton drama korea yang sad ending. Dan Ai sama sekali tak berniat mencium bibir aku. Dia cuma pengen cium pipi, untuk berterima kasih karena aku sudah mau nemenin. Tapi karena aku yang tiba-tiba menoleh, akhirnya malah kena bibir aku." Marco mencoba memberikan penjelasan serinci mungkin.     

"Bohong! Kamu memang cari kesempatan dalam kesempitan." Liz merajuk.     

"Kalau tak percaya, kamu boleh tanya Ai langsung."     

"Nggak mau! Dia 'kan selingkuhanmu, udah pasti dia belain kamu!"     

"Gemesin banget kalau marah-marah." Marco berujar usai mendaratkan kecupan.     

"Iiih ... nggak usah cium-cium. Itu bibir bekas Ai, aku nggak mau!" Lizz berusaha mengelak dan memalingkan wajahnya.     

Baiklah rencana A nggak berhasil maka Marco mengandalkan rencana B.     

"Aaaaaaaaa ...!" Lizz menjerit kaget saat tiba-tiba tubuhnya dihempas ke kasur dan secepat kilat tangannya sudah diikat di kepala ranjang dengan sebuah dasi yang entah didapat Marco dari mana.     

"Lepaskan! Aku benci kamu!"     

"Aku tahu itu," Marco menyahut dan malah menciumi leher Lizz dengan tangan yang mulai melucuti satu persatu kancing kemeja yang dipakai Lizz.     

"Hah .... hah .... Marco .... Lepas!" kata Lizz terengah- engah saat merasa tangan Marco sudah berada di payudaranya.     

"Ssshhh ... Relax, beb. Si Jujun dah nggak tahan nih .. ... jangan bergerak terus ..."     

"Mar ... co .... jahat ...."     

"Dan si jahat ini adalah suamimu yang lima bulan gak dapet jatah," gumam Marco lalu menyingkirkan kemeja Lizz yang sudah terbuka seluruhnya.     

"Ach ... kamu... ngapain?!" Lizz menjerit saat Marco mulai menciumi payudaranya dan menghisap serta menggigitnya pelan.     

"Marco ... geli ...."     

"Tapi enak, beb," ucap Marco dan langsung menyingkirkan celana dalam Lizz beserta boxer yang ia pakai. Kini keduanya sudah telanjang bulat.     

"Beb ... foreplay-nya nanti lagi aja ya ... sekarang aku udah nggak tahan," ucap Marco dalam satu hentakan langsung menyatukan tubuhnya dengan Lizz.     

"Ah ... sakittt ...!!!" ucap Lizz saat kejantanan Marco yang besar masuk secara paksa. Walau sudah tak perawan, tapi Lizz masih merasa sedikit perih karena ini baru kedua kalinya dia berhubungan badan apalagi dengan jarak yang lumayan lama.     

"Astaga, milikmu masih sangat sempit, beb" geram Marco sambil mulai menggerakkan badannya perlahan-lahan agar tak menyakiti Lizz.     

Lizz yang awalnya merasa perih justru sekarang merasa panas dan basah. Bahkan tangannya bergerak gelisah ingin lepas. Bukan untuk memberontak tapi ingin memeluk Marco.     

"Aaaachhhhh ...." Lizz mendesah nikmat saat tiba-tiba Marco memutar pinggulnya.     

"Apa aku mengenai titik yang tepat, beb?" tanya Marco sambil memutar pinggulnya lagi.     

Lizz terengah engah mendapat hujaman yang tepat sasaran dan semakin cepat. Bibir mungilnya bahkan terus meracau tak jelas, merasakan nikmat diseluruh tubuhnya.     

"Marco ...." rengek lizz menginginkan pelepasan.     

"Jangan ditahan, Beb ... lepaskannnn...," kata Marco sambil mencium Liz dan meremas dadanya.     

Merasakan tiga sensasi bertubi-tubi, akhirnya Lizz tak tahan.     

"Aaa ... mmmmppphhhhh!!!!" Jeritan pelepasan Lizz teredam bibir Marco. Dan seketika itu juga Marco, yang merasakan jepitan luar biasa dibawah sana, juga tak bertahan lama dan langsung menyemburkan laharnya di dalam dinding rahim milik Lizz. Keduanya terengah-engah penuh kepuasan.     

Marco melepas penyatuannya dan melepas ikatan di tangan Lizz. Dia lalu duduk menyender di kepala ranjang dan membawa Lizz dalam pangkuannya.     

"Maafkan aku ...." Marco berbisik di telinga Lizz.     

Lizz yang masih kehilangan konsentrasi akibat kenikmatan yang baru pertama kali menerjangnya, hanya mengernyitkan dahi bingung.     

"Maafkan aku, karena meninggalkanmu begitu lama," lanjut Marco. Lizz hanya diam. Karena tahu Marco belum selesai bicara.     

"Lizz ...." Marco memanggil sambil mengangkat dagu lizz agar memandangnya. "Aku tidak selingkuh dengan Ai ... kamu percaya 'kan?" Marco berucap sambil menatap tepat di kedua mata Lizz.     

Ingin sekali Liz menyangkal perkataan Marco karena apa yang dilihatnya. Tapi kedua mata Marco memancarkan kejujuran dan kehangatan. Hingga tanpa terasa, Lizz malah mengangguk.     

"Kamu sudah tidak marah kan?" Marco memastikan.     

Lizz menggeleng.     

"Terima kasih, Beb ...." Marco lalu memeluk Lizz dan menciumi puncak kepalanya.     

"Aku tahu aku pria berengsek. Tapi aku ingin kamu tahu, aku bersungguh-sungguh dengan pernikahan ini," ucapan Marco membuat Lizz memandangnya lagi.     

"Aku tahu, pernikahan kita dimulai dengan cara aneh. Tapi percayalah, sekali aku berkomitmen aku akan melakukan itu sepenuh hati. Walau aku tahu, mungkin sebagai suami istri kita belum saling mencintai tapi setidaknya maukah kamu berjanji padaku?"     

"Berjanji untuk apa?"     

"Berjanji bahwa kamu mau kita memulai ini dari awal dan berusaha untuk saling mencintai? Tentu dengan saling jujur dan terbuka."     

Lizz seperti mendapat udara segar mendengar perkataan Marco dan ia langsung mengangguk dengan semangat.     

"Terima kasih, aku bukan pria romantis. Tapi aku janji, mulai hari ini aku akan memberi seluruh duniaku untukmu."     

Liz langsung memeluk Marco erat tak menyangka suaminya bisa semanis ini.     

"Beb, ada satu hal lagi." Liz melepaskan pelukannya dan memandang Marco.     

"Aku bukan tidak mau menyentuhmu. Tapi aku memiliki alergi yang menyebabkan tubuhku kesakitan setiap habis berhubungan badan dengan orang yang sama untuk kedua kalinya. Jadi jangan panik dan tersinggung jika besok aku tak bisa bangun dari tempat tidur. Rasa sakit ditubuhku akan hilang dengan sendirinya setelah tiga hari. Jadi kamu jangan khawatir."     

Lizz mengernyit lagi.     

"Aku tahu ini tidak masuk akal, tapi ... itulah kenyataannya."     

"Jadi ... kamu tidak menyentuhku selama ini bukan karena aku jelek tapi karena alergi anehmu itu."     

Marco mengangguk. "Kamu cantik dan menggoda Beb, aku tidak tahan jika di dekatmu. Makanya aku memilih pergi biar alergiku tidak kambuh."     

"Kalau begitu kita tak usah melakukan itu lagi kalau tubuhmu kesakitan," ucap Lizz panik.     

Marco malah tertawa melihat reaksi Liz. "Justru kalau aku tak melakukannya, aku bisa gila."     

Liz yang bingung membuat Marco makin gemas dengan istrinya yang polos. "Dan sekarang Jujun minta jatah lagi."     

"Hah?" tanya Lizz makin tak mengerti.     

"Ronde ke dua, Beb," bisik Marco langsung mengangkat tubuh Lizz yang masih berada dipangkuannya dan menurunkannya lagi hingga mereka menyatu. Marco masih tersenyum sambil mencium bibir Liz yang masih terlihat gagal konek tapi tubuhnya sudah merespon. Hingga tak lama kemudian mereka melakukan aksi berkeringat bersama hingga berkali-kali.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.