One Night Accident

KETAGIHAN



KETAGIHAN

0Happy Reading.     
0

*****     

Marco bangun saat mencium aroma masakan yang begitu harum, dia meraba ke samping, istrinya Lizz sudah tidak ada sana. Marco mengangkat tangan dengan perlahan, sudah siap dengan rasa sakit seperti habis dipukuli yang akan segera dia rasakan.     

'Eh ... kenapa tanganku baik- baik saja?' batin Marco heran ketika dia kembali mengangkat tangannya dan tidak ada rasa sakit sama sekali.     

Marco duduk dan tidak ada bagian tubuhnya yang merasa tidak enak, justru badannya terasa fresh dan seperti baterai yang habis di charger dengan full kapasitas.     

Bagaimana mungkin?     

"Sudah bangun?" tanya Lizz ketika Marco masih takjub dengan tubuhnya yang sehat walafiat. Lizz lalu menaruh semangkuk sup di meja samping tempat tidurnya dengan tingkah malu-malu.     

"Apa badanmu sakit?" Lizz menghampiri Marco dengan langkah agak aneh, seprtinya semalam dia terlalu bersemangat hingga membuat istrinya kualahan.     

Marco mengabaikan keadaan tubuhnya yang entah kenapa segar bugar, saat ini dia hanya ingin fokus pada istrinya terlebih dahulu.     

Marco tersenyum dan mengulurkan tangan agar Lizz semakin mendekat. Istrinya benar-benar penurut, padahal dia yang terlihat kesulitan berjalan, kenapa malah mengkhawatirkan Marco.     

"Sini, sepertinya aku harus memberitahumu kabar gembira."     

Lizz duduk di sebelah Marco dengan canggung. Begitu dekat Marco langsung menariknya hingga membuat Lizz memekik karena kaget. sekejab kemudian Marco merebahkan tubuh Lizz agar berada di sampingnya.     

"Katamu badanmu sakit?"     

"Sakit kok, kamu mau ngobatin nggak?"     

"Tentu saja, kamu mau aku belikan obat apa?"     

'Polosnya istriku,' batin Marco senang. Badannya memang sakit kok, terutama si Jujun yang berdenyut-denyut ingin nyoblos lagi gara-gara ketagihan dengan empuk dan legitnya milik Lizz yang terus menerus menjepitnya semalam.     

"Pejamkan matamu, aku kasih tahu obatnya."     

Dengan patuhnya Lizz menuruti perkataan Marco.     

Marco mendekatkan wajahnya lalu dengan perlahan membuat Lizz terlentang dan langsung menindihnya. Mata Lizz terbuka, sebelum protes keluar dari bibir tipisnya Marco sudah melumatnya dengan ganas.     

Lizz mencengkram seprai erat saat Marco menginfansi tubuhnya dengan menyeluruh. Kali ini lebih lembut agar tidak menyakitinya.     

Marco tidak perduli kenapa tubuhnya tidak kesakitan lagi, yang jelas dia akan memanfaatkan penuh keadaan ini dengan semaksimal mungkin. Hingga membuat Lizz hanya bisa mendesah dan mengerang melayani hasrat Marco yang tak kenal puas.     

Keesokan harinya, Marco mendapati tubuhnya juga baik-baik saja. Marco tentu saja senang dan menjadikan Lizz bahan percobaan lagi dan lagi.     

Amazingnya walau berapa kalipun Marco mengajak sang istri bercinta, Tubuhnya sehat walafiat, tanpa rasa lelah apalagi sakit.     

Marco senang luar biasa, entah bagaimana, sepertinya Lizz telah menyembuhkan alerginya.     

Sebagai tanda terima kasih Marco akan berusaha keras selama seminggu ini. Kerja siang malam untuk menghasilkan bibit unggul miliknya.     

Ini baru namanya bulan madu.     

***     

"Bebbbb." Marco memeluk Lizz dari belakang saat dia sedang mencuci piring usai makan malam.     

"Kamu ngagetin," protesnya saat hampir menjatuhkan piring di tangannya.     

"Sudah belum sih, kok lama?" Marco singkap rambutnya sambil menciumi leher Lizz dari samping.     

"Sebentar lagi, memang mau ke mana, kok buru-buru?"     

Marco cemberut, Lizz ini sifat polosnya kadang menguntungkan tapi kadang juga bikin frustrasi, seperti sekarang ini, saat Marco mengkodenya berulang kali dia tidak paham sama sekali. Padahal sudah jelas suaminya lagi minta jatah.     

"Selesai." Lizz mengelap tangannya yang basah, dan tanpa menunggu lama Marco langsung memojokkanya dan mencium bibirnya dengan dalam.     

"Marco kita di dapur,"protes Lizz di antara ciumannya.     

"Marcooo, nanti ada yang lihat." Lizz mulai terengah-engah.     

"Nggak mungkin, pintunya sudah aku kunci kok Beb." Marco melepas celemeknya dan membiarkannya teronggok di lantai.     

Saat ini mereka sedang ada di dapur utama di kediaman David. Sejak sebulan yang lalu, setelah tahu bahwa tubuhnya tidak kesakitan setiap kali bercinta dengan Lizz, marco memutuskan mengajak Lizz kembali ke rumah David.     

Selain agar Lizz tidak salah paham lagi dengan Ai, juga karena sekarang ini Marco tidak tahan berjauhan dari Lizz. Masa Marco tinggal di rumah David, Lizz malah di rumah sendirian, kan nggak asyik, kapan bikin dedeknya coba.     

"Marco, ke kamar saja yaa?" ucap Lizz yang mulai terangsang.     

"Enggak ah Beb, di sini saja," gumam Marco semakin memperdalam ciuman. Marco sengaja menubruk Lizz di sana karena dia sedang ingin mencoba sensasi bercinta di dapur.     

Brak, brak, brak!     

"Woy, buka, siapa di dalem? Haus gue, buka dong!" teriak seseorang dari balik pintu sambil terus menggedornya.     

"Shitt." Marco melepas ciumannya, tahu pasti orang di luar sana tidak akan berhenti sebelum pintunya dibuka.     

"Apa?" tanya Marco kesal melihat Ai mengganggunya.     

"Lo yang apa? ngapain pintu dapur dikunci?" tanya Ai langsung menuju kulkas tapi matanya lalu melihat Lizz yang sedikit merona.     

"Set dah, pantesan dikunci. Lo mau ena-ena?" tanya Ai sambil menatap tajam ke arah pasangan di depannya.     

"Kepo lo, sudah cepet pergi sana, ganggu aja deh," usir Marco.     

"Jangan ena-ena di dapur, kamar banyak, boleh di cobain satu-satu, tapi jangan di tempat umum, bikin malu saja."     

"Iya Ai, maaf." Lizz menunduk terlihat merasa bersalah.     

Marco merangkul Lizz berusaha menenangkan. "Nggak usah minta maaf, Ai cuma ngiri lihat kita mesra, sedang dia sendiri malah jomblo."     

Mata Ai seketika berkobar, siap melempar Marco dengan bak cuci piring.     

"Apa? Mau ngadu sama David?" Tantang Marco.     

"Sorry ya, gue bukan tukang ngadu. Cuman mau ngingetin tugas lo, di sini lo dibayar buat jagain gue dan duo J, bukan ena-ena melulu." Ai menatap dengan kesal.     

Marco tersenyum, dengan santai memencet sebuah tombol di pergelangan tangannya yang mirip seperti jam tangan, yang sebenarnya tersambung dengan cctv di seluruh rumah.     

"Double J lagi bobok ditemani Wibi, seluruh rumah aman, luar rumah juga aman dan lo juga aman di sini. Jadi, menurut lo gue harus ngawasin lo yang lagi mandi?"     

"Lagian kalau emang ada penyusup, benda ini bakal bunyi kok, dia itu banyak guna bukan pajangan doang," tambah Marco menunjuk alat di tangannya.     

Ai yang kalah adu argumen langsung melengos pergi. Sedang Marco tersenyum menang.     

Marco tidak habis pikir bagaimana bisa dulu dia sempat baper sama Ai, padahal sudah jelas Ai itu nyebelin, enakkan Lizz ke mana-mana.     

Lizz mencubit pinggang Marco setelah melihat Ai marah.     

"Kenapa, Beb?"     

"Kamu ini, kok begitu sama Ai?"     

"Becanda doang Beb, tenang saja Ai enggak bakal marah kok. Lagian beb, daripada mikir Ai, mending kita lanjutin yang tadi." Marco menarik turunkan alisnya menggoda sang istri.     

"Apaan sih." Lizz langsung merona malu dan berusaha mengelak.     

Tuh kan ... bikin Marco gemes deh, gemes gemessss banget sampai ingin remes- remes.     

"Mau ya beb." Marco sudah memojokkan Lizz lagi dan tangannya bahkan sudah meremas benda kenyal kesukaannya.     

Lizz ingin menolak karena malu, tapi ... Marco kan suaminya, jadi ... Lizz harus mematuhi suami kata emak Rina.     

"Enak, Beb ..." Marco meremas dan mencium leher Lizz dengan rakus, seolah-olah kulitnya adalah makanan lezat dan menggiurkan.     

"Marco ...." Lizz mencengkram bahu Marco dan mulai medongak keenakan tatkala merasakan payudaranya dilahap dan dihisap dengan intens.     

Ting, tong, ting, tong.     

"Shittt, siapa lagi sih, ganggu saja deh." Marco kesal karena ada yang mengganggu momen bersenang-senang dengan istrinya.     

Mendengar bel pintu yang tak kunjung berhenti, Lizz segera merapikan pakaiannya bermaksud membuka pintu untuk siapa pun tamu yang datang malam-malam itu.     

"Sudah beb, biar aku yang buka."Marco mengecup bibir Lizz sekilas sebelum beranjak membuka pintu dengan wajah yang tidak terpuaskan.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.