One Night Accident

BULU



BULU

0Happy Reading.     
0

******     

"Marco!" Lizz masuk ke dalam rumah dan menghentak kakinya dengan kesal, air mata sudah menumpuk pada pelupuk mata.     

"Eh! siapa ya?" tanya Marco bingung, karena ada cewek cantik yang terlihat kesal berdiri dihadapannya.     

"Marco, Ih! kamu menyebalkan!" kata Lizz memukul Marco dengan tasnya. Lalu, dia pergi menuju kamar dengan berjalan agak aneh, disebabkan sepatu highheels yang dipakainya.     

Marco mengejar cewek itu bingung, hingga ikut masuk ke dalam kamar. "Eh, Neng jangan masuk kamar orang sembarangan! Nanti kalau isteri aku tahu, bisa salah paham."     

Lizz menatap sengit dan melempar lagi tas ke arah Marco, yang tentu saja tertangkap dengan mudah olehnya.     

"Hiks! Memang aku terlihat jelek ya? Sampai suami sendiri nggak mengenali, aku Lizz!" ucap Lizz.     

"Hah?" Marco terkejut tak mengira cewek cantik yang masuk kamar adalah istrinya. Dia menatap tubuh Lizz, dari atas sampai bawah, ternyata memang benar. Tapi istrinya tak pernah dandan, lalu sekarang kenapa penampilannya seperti model?     

"Beb, ini beneran kamu?" tanya Marco menyentuh wajah Lizz yang basah dengan air mata.     

"Aku terlihat jelek ya?" tanya Lizz merengut.     

"Kamu nggak jelek, malah cantikkk ... banget," gumam Marco membelai rambut Liz yang terbiasa dikuncir, kini tergerai lurus dan harum. Penampilan make up Liz sederhana, hanya lipstik pink dan sedikit maskara dimatanya. Bagi Marco yang tak biasa melihat Liz berdandan, hal itu perubahan yang sangat mengejutkan dirinya. Apalagi, ketika Marco melihat ke bawah sedikit, dirinya menelan ludah, karena payudara Liz yang terlihat sexy yang mengenakan kaos ketat.     

"Beb, kamu kenapa pake kaos seperti itu?" protes Marco, dia sudah membayangkan, pasti banyak pria yang melihat aset istrinya.     

"Ini semua gara-gara Emak, pokoknya aku nggak mau lagi jalan-jalan sama Emak," ujar Lizz merasa lelah. Bayangkan mulai pukul 08.00 pagi sampai 20.00 malam, Ibu Rina mengajak Lizz ke berbagai tempat belanja dan berakhir di salon, lalu memaksanya memesan pelayanan paket perawatan lengkap. Lizz merasa sudah jadi boneka yang dipoles agar lebih cantik.     

"Lha kenapa? kamu jadi cantik kok! Hanya baju saja, aku nggak suka! terlalu terbuka," kata Marco tidak rela body sexy istrinya terekspose.     

"Lihat ini," kata Liz menunjukkan kedua jari tangan yang kukunya telah berwarna dengan kutek dan terlukis dengan cantik.     

"Bagus kok, Beb" kata Marco sambil memegang kedua tangan Liz.     

"Tapi, aku jadi nggak bisa kerja! Gimana mau mencuci dan pel lantai kalau tanganku begini?" kesal Lizz.     

"Ya udah, nggak perlu kamu kerjakan, biar maid lain saja yang melakukan itu," ucap Marco malah senang istrinya tidak perlu kelelahan bekerja dan bisa fokus melayani si Jujun kebanggaannya.     

Mendapat jawaban Marco itu, Lizz malah semakin cemberut. Dia jadi teringat kejadian memalukan yang barus saja dia alami, seketika air matanya kembali mengalir deras.     

"Eh, kok kamu nangis lagi?" tanya Marco bingung.     

"Aku malu. Tadi saat disalon, setelah pemijatan dengan lulur lalu ..."     

"Lalu?" tanya Marco penasaran. Apa yang telah dilakukan pada istrinya di salon? Apakah ada yang mengganggunya? Kalau iya, siapa orang yang mau mati muda karena membuat istrinya sedih?     

"Hiks ... Mereka mencabuti semua rambut halus pada tubuhku. Aku malu!" Lizz menutup wajahnya sendiri.     

"Hanya karena itu, kamu malu?" tanya Marco. Mencuukur bulu di salan agar tangan dan kaki mulus bukannya sudah biasa.     

"Iya, mereka mencukur habis semuanya. Hiks … hiks …."     

Marco mengelus tangan istrinya pelan, "Iya jadi mulus, lalu apa masalahnya?," batinnya. "Kan jadi mulus, Beb. Aku suka kok kalau tumbuh tinggal mencukur kembali."     

"Aku nggak mau, kan sudah bilang malu!"     

"Apaan yang bikin malu, Beb? Hanya mencukur rambut-rambut halus pada beberapa bagian tubuh kamu." tanya Marco makin bingung.     

"Kalau area tangan dan kaki gak masalah, tapi ... kalo area itu aku nggak mau, malu banget …"     

"Area mana sih?" kenapa jadi bahas rambut halus! batin Marco .     

Lizz tak menjawab, hanya menunjuk area sensitif miliknya yang membuat Marco tercengang seketika. "Bagian itu bersih, Beb?"     

Lizz mengangguk malu.     

Dengan gerakan tiba-tiba, Marco menekan salah satu tombol pada alat di tangannya.     

Ceking-ceking.     

Ai dan Duo-J sudah tidur. Bagian rumah baik dalam dan luar aman, tak ada yang mencurigakan.     

Marco langsung mengunci pintu kamarnya, "Beb ... apa aku boleh melihatnya?"     

"Hah?" Lizz nampak belum megerti.     

Brugh.     

Marco langsung merebahkan tubuh Lizz ke atas ranjang dan menindihnya.     

"Marco, aku belum mandi."     

"Nggak perlu, Beb. Kamu sudah harum," kata Marco menyingkap rok yang dipakai Lizz dan menurunkan celana dalamnya.     

" Mar … co …."     

" Wow, mulus banget, Beb. Aku suka! Lain kali khusus yang ini biar aku yang mencukurnya," kata Marco sebelum membenamkan kepala diantara kedua paha Lizz.     

"Oughhh … Hmm … Marco .…" tubuh Lizz tersentak nikmat, saat lidah Marco mulai menjelajahi area sensitifnya. Lizz semakin mencengkeram rambut Marco seakan tak rela melepasnya.     

Mendengar desahan Lizz, membuat Marco semakin terangsang bahkan jarinya pun ikut serta sehingga mengakibatkan Lizz merasa nikmat. "Mar… co … Oughhh .…" Liz mengerang makin resah. Perasaan yang dialami tubuhnya sudah memuncak, hingga jari kakinya meruncing tegang, tak lama dia merasakan tubuhnya melayang penuh kenikmatan.     

Marco menegakkan tubuhnya dan melihat penampilan Lizz yang sangat sexy juga menggoda. Rambut yang sedikit teracak dan tubuh yang penuh keringat. Tak tahan, Marco langsung melepas pakaiannya dan menyatukan tubuh dengan pada sekali sentakan. "Shittt! kok makin rapet, bebb …" geram Marco ketika merasakan jepitan kencang istrinya.     

"Ahh ... ta ... di ... Emak ... minta … ahhh … aku totok vagina … biar tambah … ahh … rapet … ahh …"     

"Double shitt! Beb, jangan pernah lakukan lagi! Seperti ini saja sudah rapet, nanti si Jujun nggak muat kalau makin rapet," geram Marco mempercepat gerakannya.     

Lizz sudah tak sanggup menjawab, dia hanya mampu mendesah dan mengerang, saat Marco mengubah posisi mereka dengan berbagai gaya.     

Lizz kelelahan setelah menemani Ibunya Marco, ditambah lagi Marco mengajak bercinta tanpa henti. Dia sudah tertidur saat Marco masih menghujam di ronde yang kesekian kalinya. Sedangkan, Marco hanya memandang istrinya setengah kesal dan geli saat melihat Lizz tertidur, di saat juniornya masih berada dalam miliknya.     

"Dikasih enak kok malah tidur!" batin Marco masih melanjutkan aktifitasnya.     

****     

Drttt ... Drttt …     

Marco melihat ponselnya yang bergetar di atas meja, saat dia baru selesai dengan pelepasannya. Dia segera mengangkat panggilan tanpa peduli dengan keadaan tanpa pakaian.     

"Siapa nih? Sudah malem ganggu aja!" bentak Marco.     

"Hei, siapa yang kamu bentak, bodoh!" teriak suara di seberang sana.     

"Eh, Bos? Hehe ... maafkan saya, Bos."     

"Di mana kamu? Aku sudah sampai!" ucap Jack.     

"Saya berada di rumah David, Bos."     

"Kenapa aku nggak lihat kamu? Apa kamu melalaikan tugas?"     

"Aku di kamar, Bos. Tapi aku sudah cek Ai dan anak-anak aman kok."     

Hening sejenak.     

"Apa kamu yang mendesah di kamar dekat dapur, tadi?"     

"Hah, kok Bos tahu?"     

Daniel memijat pelipisnya dan merasa kesal karena memiliki anak buah yang malah melakukan pengeuwean di saat harusnya bertugas. "Ck … ck .... keluar dari kamar SEKARANG!"     

"Eh, siap Bos," kata Marco langsung membersihkan tubuh dan memakai baju. Karena tergesa-gesa Marco tak sengaja menyenggol tas Lizz di meja sehingga isinya berhamburan semua.     

"Ish! ... ada-ada saja," gumam Marco sambil membereskan kembali.     

Namun, tangannya terhenti saat melihat benda yang membuatnya merasa kecewa dan marah seketika. Dia melihat wajah istrinya yang terlelap dengan damai lalu dia pandangi benda di tanggannya. Seribu satu pertanyaan langsung menghampiri otaknya. Kenapa Lizz melakukan ini?     

Ingin sekali Marco meminta penjelasan, sayangnya ini bukan waktu yang tepat karena si Bos sudah menunggunya. Karena tidak bisa melakukan apa-apa, Marco hanya meremas dan membuangnya benda itu ke tempat sampah.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.