One Night Accident

PERGI AGAIN



PERGI AGAIN

0Happy Reading.     
0

****     

Daniel memandang Marco yang datang dengan senyum lebar dan tangan merangkul istrinya dengan erat seolah takut istrinya akan diambil orang lain. Sementara disebelahnya, Lizz terlihat cemberut tak keruan.     

"Kenapa istrimu?" tanya Daniel penasaran.     

"Tidak kenapa-napa, cuma capek saja. Tahu sendirilah habis bulan madu gimana sih," ucap Marco dengan memainkan alisnya naik turun.     

Lizz smakin memandangnya kesal, ingin sekali ia melempar Marco kembali ke tengah hutan. Bagaimana tidak, Lizz yang katanya diajak bulan madu ke Afrika Selatan, sudah girang bukan main. Bahkan bersama Vano dia sudah mencatat apa saja yang akan dilakukan di sana.     

Tapi ternyata apa? Hasilnya malah zonk.     

Sebagai orang yang belum pernah keluar kota apalagi keluar negeri, tentu saja Liz sangat antusias dan membayangkan yang indah dan fantastis. Dia sudah membayangkan diajak ke taman bermain, atau menelusuri bangunan bersejarah dan tempat-tempat romantis lainnya. Tapi kenyataan tak sesuai harapan.     

Marco mengajaknya ke pulau pribadi, yang menjadi tempat penculikan Sandra beberapa waktu lalu. Dan karena satu-satunya rumah di sana sudah meledak, jadi Marco hanya mendirikan sebuah tenda yang lumayan besar. Parahnya lagi, jangankan menikmati pantai dengan berjemur atau membuat istana pasir dan berenang. Semua waktunya habis hanya untuk menuruti keinginan Marco yang memiliki fantasi di luar nalar.     

Intinya yang dilakukan Lizz dan Marco selama di sana hanya bercinta, bercinta dan bercinta. Istirahat hanya saat makan, mandi dan tidur. Ah ... salah bahkan saat makan pun Lizz masih digerayangi apalagi saat mandi sudah pasti Marco tidak akan membiarkannya sendiri. Apalagi tidur, Lizz tidak yakin berapa jam dia bisa tidur sebelum digarap kembali.     

Katanya berenang di laut hasilnya Lizz digarap di dalam air. Katanya berjemur di pantai, hasilnya Liz jadi kepanasan, bukan karena sengatan matahari tapi karena Marco yang menindih dan menggenjotnya seperti kuda binal. Katanya wisata alam di hutan, hasilnya Lizz malah mengerang di semak-semak, kadang berpegangan pada batang pohon besar.     

Begitulah Marco. Di mana Lizz berada, dia juga ada. Dan yang terpenting, semua fantasinya terwujud berkat istri cantiknya, Lizz.     

Bercinta di alam liar. Bercinta di bawah naungan bintang-bintang. Bercinta dengan pemandangan air terjun di belakangnya. Bercinta di atas kapal dan bercinta di tenda yang sempit. Apalagi dia bebas melakukan kapan saja, di mana saja. Tanpa takut ada orang yang mengintipnya. Karena pulau itu memang tak berpenghuni. Marco benar-benar bahagia luar biasa.     

Tapi berbeda dengan Lizz, karena angan-angannya mengenai bulan madu yang indah, musnah dalam sekejap mata. Yang ada sekarang, ia merasa capek dan pegal karena terus digenjot Marco tanpa kenal waktu. Bahkan tendanya pernah ambruk gara-gara Marco yang terlalu bersemangat saat bermain dengannya.     

Daniel mengangguk-angguk maklum. Dia juga baru mengalami seminggu menguras tenaga bersama kekasih hatinya, Ai. Bahkan gara-gara keegoisannya memonopoli Ai selama seminggu ini, akhirnya si kembar Javier dan Jovan menjadi korbannya.     

Mereka sekarang tidak meminum ASI lagi, tapi susu formula. Itu karena ASI Ibunya sudah memiliki rambu terlarang untuk orang lain selain Daniel. Termasuk untuk anaknya pun dia tak mau mengalah. Tapi kejadian itu justru membuat Willy dan Billy merasa lega. Mereka tidak harus menghadapi tatapan tajam dan geraman iblis menahan marah setiap menginterupsi kegiatan Daniel dan Ai karena Double-J yang tiba-tiba menangis ingin menyusu.     

Mereka bahkan dengan sukarela menginap ke apartemen sebelah. Karena malas mendengar Daniel yang sibuk merayu Ai yang tak kenal tempat dan waktu saat itu. Tentu saja WiBi risih karena pernah melihat Ai mendesah saat menyusui Double-J. Bukan karena Double-J yang menggigit putingnya atau apa, tapi karena Daniel yang ikut nimbrung memonopoli payudara sebelahnya dan memasukkan jarinya ke balik jubah mandi yang dipakai Ai.     

Daniel bahkan pernah tiba-tiba mencumbu Ai diruang TV, padahal WiBi dan kedua anaknya masih di sana. Bukannya malu masih ada orang di sana, Daniel justru memandang tajam WiBi agar mereka pergi. Dan benar saja, baru WiBi menutup pintu, desahan Ai malah terdengar makin kencang bertanda Daniel benar-benar menuntaskannya di sana.     

Benar-benar kakak beradik yang kompak.     

Mesum tak terkira.     

Daniel dan Marco paska bulan madu seperti habis mendapat vitamin dan suplemen penambah energi. Berbanding terbalik dengan Liz dan Ai yang remuk redam luar dalam.     

Seperti istilah 'anda puas saya lemas.'     

"Beb ... masuk dulu gih." Marco menyuruh Lizz masuk ke apartemen yang ditempati oleh Ai.     

Begitu Lizz masuk ke sana Marco dan Daniel masuk ke apartemen sebelahnya.     

"Boss?"     

"Hmmm ...?"     

"Kamu... menghipnotisnya lagi?" tanya Marco melihat ke arah layar cctv.     

"Kenapa?"     

"Mau sampai kapan? Enggak takut otak Ai jadi gesrek gara-gara keseringan kamu hipnotis?" protes Marco sambil melihat Lizz kebingungan karena Ai tiba-tiba enggak nyambung pas diajak ngomong.     

"Nanti ... kalau sudah saatnya, pasti aku buka semua memorinya."     

"Kapan? Apa yang kamu takutkan? Aku masih hidup. Bukan keluarga Smith yang menculikku."     

"Justru itu, bahkan kamu tak tahu siapa yang menyiksamu. Berarti ada pengkhianat di keluarga Cohza."     

"Pengkhianat selalu ada di mana pun berada. Intinya kamu itu terlalu berlebihan dengan ketakutanmu."     

"Kamu sendiri, kenapa tidak mau bertemu Mom sama Dad, dan kembali ke Cavendish?"     

"Aku akan pulang ... tapi tidak sekarang. Satu hari nanti!" ucap Marco serius.     

"Aku juga. Suatu hari nanti, akan memperjelas hubunganku dengannya. Tapi nanti, bukan sekarang," kata Daniel membalik perkataan Marco.     

"Tsk! Pinter banget kalo balikin kata!" gumam Marco. "Itu urusanmu. Terserah Ai mau kamu nikahi atau kamu hamili lagi. Semua terserah padamu. Tapi, jangan menggantung wanita terlalu lama. Apalagi, Ai sudah punya anak, dia butuh suami dan Ayah untuk anak-anaknya." Marco mulai berceramah.     

Daniel bersedekap. "Di sini yang Kakak itu, aku atau kamu? Berani sekali menceramahiku?"     

"Kita cuma beda tujuh menit, bukan tujuh tahun. Lagian punya Boss macam kamu memang harus di ceramahin. Bahkan harusnya kamu itu aku rukiah biar bersih dari setan-setan yang bergelayutan di tubuhmu. Belum sah, udah bulan madu berkali-kali! Sah-kan dulu bang, Sah kan dulu ... jangan di DP melulu, " ucap Marco songong dan greget.     

Daniel malah tertawa terbahak-bahak. "Ada kaca enggak sih? Lupa sebelum menikah kamu sudah prawanin berapa anak gadis? Hm ... sok nasehatin, sendirinya begitu."     

"Itu kan masa lalu bang, sekarang aku sudah tobat, sudah punya Lizz yang akan jadi satu-satunya. Abang juga sudah ada Ai yang aku juga yakin akan jadi satu-satunya juga, tapi mengapa enggak segera di Sah kan? Nunggu apa? Nunggu Ai nikah sama cowok lain?"     

"Tenang saja, Ai tidak akan berselera dengan cowok lain selain aku," ucap Daniel santai.     

"Kamu hipnotis Ai sampai segitunya? Dasar egois, tak punya perasaan dan tak tahu malu. Kamu masih bisa one night stand sedang kamu bikin Ai enggak bisa ngedip ke cowok lain. Fix ... Lo musti di Rukyah Bosssss."     

Daniel kembali tertawa, dia benar-benar merasa bodoh selama ini, bagaimana mungkin dia tak mengenali adiknya yang luar biasa cerewet ini?     

"Tuhkan ... udah sengklek otaknya!" kata Marco memandang Daniel aneh.     

Daniel memukul kepala Marco. "Omongan mu itu, sudah seperti ubi tahu nggak? Empuk tapi seret." kata Daniel santai.     

"Makan tuh ubi." ucap Marco kesal sementara Daniel malah merangkul bahu Marco sambil tertawa.     

"Marco ...."     

"Apa Boss?"     

"Panggil kakak napa."     

"Ngarep banget."     

Daniel menatap Marco sedih, dia tahu Marco akan selalu memanggilnya Bos sebagai hukuman dan sindiran karena memperlakukan dia dengan buruk selama ini. "Dedek Jhonathan."     

"Idih ... najis, gak oke banget panggilannya. Panggil Marco saja."     

Daniel mengacak rambut Marco. "Marco ... sepertinya aku akan benar-benar menghilang untuk sementara waktu, jadi bisa kan kamu jaga Ai sampai aku kembali?"     

"Memang selama ini yang jaga Ai siapa? Lagian memang mau pergi ke mana lagi, sampai enggak kasih kabar."     

"Menuntaskan misis keluar dari nama Cohza."     

"Ngapain keluar segala, bukannya bagus kalau Ai jadi nyonya Cohza, cocok dia. Galak dan pemaksa."     

"Kalau begitu, kenapa bukan Lizz saja?"     

"Biniku kan penakut, mana cocok. Lagian enggak usah ngeles toh kamu pewaris satu-satunya, jadi nikmati sajalah."     

"Aku enggak satu-satunya. Masih ada kamu."     

"Aku enggak mau." Marco langsung menjawab.     

"Lihat, kamu saja tahu bahayanya dan enggak mau, kenapa aku juga harus mau."     

"Serah lo bang." Marco kalah.     

"Bukan hanya menuntaskan misi saja sebenarnya, tapi ... selain itu, beberapa waktu lalu, Paman Paul di tembak orang."     

"Paman Paul ... Kakaknya Dad?" Daniel mengangguk.     

"Siapa pelakunya?"     

"Itulah yang sedang dicari Daddy dan Paman Pete."     

"Lalu bagaimana keadaan Bibi Paulin?"     

"Dia baik. Hanya sedikit shock. Bagaimanapun Paman Paul saudara kembarnya, tentu itu berpengaruh untuknya."     

Marco mengangguk.     

"Jadi ... Aku akan benar-benar menghilang. Menuntaskan misiku, dan mungkin benar-benar tak bisa dihubungi. Kamu harus selalu menjaga Ai dan keponakanmu ya. Terutama dari para cowok-cowok yang mendekati Ai."     

"Itu mah gampang, yang terpenting, bayarannya cocok," kata Marco santai.     

Daniel tertawa lagi ."Kamu ini Pangeran lho. Tapi omonganmu seperti orang kekurangan uang saja."     

"Di sini aku cuma anak buah, yang suka ditindas, diperintah seenaknya, dipotong gaji semaunya. Jadi wajar, kalau aku memikirkan pendapatanku yang makin tak jelas ini. Apalagi Boss ku mau kabur. Entah ke mana."     

Daniel makin terbahak-bahak, perpisahan yang dia pikir akan mengharukan justru jadi mengesankan. "Sampai nanti." kata Daniel memeluk Marco sebentar, lalu beranjak pergi.     

Marco memandang Daniel yang menjauh perlahan. Sebenarnya dia tak mau bersikap egois dan mengorbankan Daniel sendirian. Tapi jika dia sama-sama masuk ke lingkaran Cohza atau pun Cavendish sekarang. Dia yakin, siapapun penghianat itu, tak akan pernah di temukan.     

Biarlah Daniel berusaha dengan terang-terangan. Sementara ia, akan menopang Daniel tanpa ada yang harus mengetahuinya.     

"Good luck, Brother," gumam Marco pelan.     

Entah karena memang memiliki ikatan yang kuat, atau alasan lain, Daniel seperti bisa mendengarnya. Dia berbalik dan mengucapkan terima kasih sebelum benar-benar menghilang dari pandangannya.     

Kapan dia bisa bertemu kakaknya lagi. Batin Marco sambil kembali menemui Lizz dan Ai untuk berkemas dan kembali ke Indonesia.     

*****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.