One Night Accident

RENCANA MARCO



RENCANA MARCO

0Happy Reading.     
0

****     

Ai membutuhkan jantung cadangan.     

Bagaimana tidak! Baru dua hari tinggal di Cavendish. Tapi kejutan yang diberikan, sudah mampu memompa kinerja otak dan jantungnya berkali lipat lebih cepat.     

Dia sangat menyesal tak menuruti peringatan David yang melarang pergi ke Inggris. Kalau punya pilihan, Ai ingin kembali pada ingatan terdahulu, yang berfikir positif dan tak tau apa-apa. Dan tetap menjadi single parent tanpa adanya pernikahan.     

"Tweety, apa kamu baik-baik saja?" tanya Daniel Khawatir.     

Oh, yang benar saja? Dia sangat shock mengetahui kenyataan. Daniel seorang pangeran, oke. Kerajaan Cavendish disembunyikan, masih Oke. Tapi kalau disuruh tinggal di Cavendish selamanya? Oh ... Ai tidak bisa membayangkan itu.     

Bagaimana dengan keluarganya di Indonesia. Teman-teman, karier. Musnah sudah.     

Daniel menggenggam tangan Ai erat, "Hal ini yang menjadi alasan, kenapa aku menghipnotismu. Agar kamu tak perlu tahu dan terbebani dengan semua ini. Tapi, karena Mom sudah mengetahui keberadaanmu. Tolong, maafkan aku karena tidak mungkin mengelak lagi dan kamu sudah tidak bisa mundur lagi. Kamu bisa berusaha menolak atau menghindari, namun jika Mom sudah bertindak aku berani jamin semua akan percuma. Jadi, kita lebih baik menjalani dan menikmatinya, Tenang saja aku akan selalu di sisimu," kata Daniel berusaha menguatkan Ai.     

"Aku tak apa, tolong kamu diam sebentar. Kepalaku serasa penuh dengan penjelasanmu itu, sebaiknya aku menenangkan diri," ucap Ai merasa bingung dengan semua yang dia hadapi.     

"Baiklah, sebaiknya kita kembali ke kerajaan agar kamu bisa beristirahat."     

Ai hanya mengangguk karena memang tidak tahu harus bicara apa. Begitu sampai mobil Ai bahkan tidak memandang Daniel dan malah memejamkan mata.     

Daniel menarik tubuh Ai dan menyandarkan kepala di bahunya, lalu mengelus pelan dengan sayang. "Tidurlah, perjalanan kita masih jauh. Tenanglah, aku berjanji akan melindungi kalian dengan nyawaku," ucap Daniel mencium puncak kepala Ai.     

Ai tak tertidur, hanya memang memejamkan mata. Tapi pikirannya masih mengingat kejadian pada beberapa waktu yang lalu. Sanggupkah dia menjalani semua ini?     

***     

Ai membuka mata saat merasa tubuhnya melayang, lalu mengeratkan pelukan. Daniel menggendong Ai dengan bridal style.     

"Kamu sudah bangun, Tweety?" tanya Daniel.     

"Eh, turunkan aku!" teriak Ai ketika sadar mereka sudah memasuki wilayah istana.     

"Sebentar lagi." Daniel membawanya Ai ke kamarnya. Kemudian Ai merasa tubuhnya menyentuh ranjang yang empuk.     

"Apa kamu menggendong aku sejak dari mobil?" tanya Ai. Daniel hanya mengangkat sebelah alisnya.     

"Ih, memalukan sekali. Apakah Ratu melihat kita?" tanya Ai.     

"Memang kenapa?"     

"Aku malu, bisa berjalan malah kamu gendong. Lain kali, kalau aku ketiduran di mobil bangunkan saja," jawab Ai.     

"Jadi kamu berniat tertidur dalam mobil lagi?"     

"Ya enggak tahu, sudahlah, aku mau lanjutkan tidur. Lo keluar sana!" cetus Ai.     

Daniel menutup bibir Ai dengan jarinya, "Kalau masih pakai bahasa Lo, gue, aku akan meniduri kamu sekarang juga!" ancam Daniel mendekatkan wajahnya.     

Ai mengangguk cepat. "Iya ... iya enggak lagi." Ai masih lelah karena hasrat Daniel yang terlihat tak pernah puas itu.     

"Ya sudah, kamu istirahat saja," kata Daniel lembut dan mencium bibir Ai kilat lalu keluar dari kamarnya.     

Ai menyentuh dadanya yang berdegup kencang. 'Kenapa, pesona Daniel tak pernah luntur padahal sikapnya egois dan mesum parah,' batinnya.     

Ai termenung dengan perkataan Daniel. 'Apa benar mereka tidak bisa kembali lagi ke Indonesia? Lalu, bagaimana jika ingin bertemu dengan Sandra, Bang David dan keluarganya? Bagaimana nasib kariernya yang sedang naik daun.'     

'Ai merindukan Javier dan Jovan, bagaimana kabarnya? Mereka nakal tidak ya? Kenapa, bila mau bersama Daniel harus mengorbankan keluarga dan anaknya? Kalau tahu seperti ini lebih baik dia menjadi single parent seumur hidup,' gerutu Ai.     

Ai mencari ponselnya untuk memanggil Marco. Tak lama kemudianMarco datang lalu duduk berhadapan dengan Ai.     

"Ada keperluan apa, kau memanggilku? Mau ketemu Duo-J" tanya Marco.     

"Bukan itu, ini lebih urgen. Marco, pokoknya kamu harus membantuku," tuntut Ai.     

"Aku harus bantu apa? Pasti aku bantu Asalkan bukan hal yang aneh," sahut Marco.     

"Kamu harus bantu aku dan si kembar pergi dari Kerajaan Cavendish," pinta Ai.     

"Apa kamu gila?"     

"Ih ... Marco aku serius."     

"Aku juga serius, kamu tahu enggak kalau tak ada orang yang bisa pergi dari Kerajaan Cavendish tanpa izin dari Ratu. Bukahkah kamu akan menikah dengan Daniel mana mungkin Ratu membiarkanmu pergi?"     

"Aku enggak peduli! Untuk apa menikah dengan Daniel kalo pada akhirnya aku enggak bisa balik ke Indonesia?" ucap Ai dengan wajah sedih seperti akan menangis.     

Marco mengernyit bingung. Enggak bisa balik ke Indonesia? "Apakah Daniel tak bicara sesuatu ke kamu?" tanya Marco.     

"Maksud kamu, bicara tentang apa?" balas Ai.     

"Masalah pulang ke Indonesia."     

"Daniel bilang karna aku sudah tahu rahasia Kerajaan Cavendish, maka aku, Javier dan Jovan harus tinggal di kerajaan Cavendish SELAMANYA, Huaaaa ... aku enggak mau Marco, bagaiman kalau aku kangen bang David, tasya , Sandra, ponakanku yang cantik si Angel. aku enggak mau pokoknya ... aku mau balik ke Indonesia." jawab Ai sambil menangis.     

Marco mengangkat sebelah alisnya. 'Jadi Daniel belum beri tahu Ai semuanya? dan sepertinya Ai salah menafsirkan perkataan Daniel,' batin Marco senang karena memiliki kesempatan untuk bisa ngerjain Ai. Apalagi Ai sudah tahu sebagian rahasia Kerajaan Cavendish. Kenapa gak sekalian buka semua rahasianya saja biar posisi Ai di Cavendish semakin kuat.     

Marco tersenyum devil.     

"Kenapa kamu senyum aneh, begitu? Apa kamu mau ngerjain aku?" tanya Ai curiga, Marco kan rada-rada.     

"Ck ... bukan. Tapi ... aku tahu, ada satu cara biar kamu bisa keluar dari Kerajaan Cavendish," ucap Marco.     

"Benarkahhhh? Apa kamu serius?"     

"Iya dongk."     

"Bagaimana? apa yang harus aku lakukan?"     

"Aku kasih tahu ya, Ratu Stevanie itu orang yang sangat menjunjung tinggi aturan. Jadi, waktu tahu kamu dan Daniel punya anak, tentu saja akan langsung minta di adakan pernikahan. Saranku, kamu harus menolak keras pernikahan tersebut," kata Marco.     

"Aku sudah pernah menolak, tapi Ratu tetap memaksa."     

"Penolakan kamu kurang keras, misalnya dengan mengancam bunuh diri atau hal lainnya," timpal Marco.     

"Aku nggak mau, gimana kalau malah meninggal beneran?" tanya Ai.     

"Ya 'kan, hanya untuk memancing saja."     

"Tetap saja, itu terlalu pasaran."     

"Baiklah ... bagaimana kalau kamu meminta maskawin yang atau mengajukan syarat pernikahan," kata Marco.     

"Apa maksudnya? aku jadi pusing," tanya Ai masih tak paham.     

"Pokoknya kamu tolak pernikahan ini, kalau Ratu memaksa, minta mas kawin yang mustahil. Misalnya kamu mau menikah dengan Daniel asal presiden Amerika untuk menjadi penghulu atau sesuatu yang susah dikabulkan oleh Ratu. Bila beliau tak dapat mewujudkannya, maka pernikahan batal sehingga kamu dan si kembar harus dipulangkan ke Indonesia, bagaimana?"     

Ai tersenyum lebar. "Kyaaa ...! Marco enggak nyangka saat genting seperti ini otak kamu encer," Kata Ai memeluk Marco erat.     

"Iya … Tapi nggak usah pake peluk, bukan Muhrim," tolak Marco melepas pelukan Ai.     

"Sok jual mahal kamu! Bilang aja takut nafsu. Kamu dan Daniel sama saja, terlalu mudah nafsu," kata Ai.     

"Gue napsu cuma sama Lizz ye."     

"Halah ... Muna."     

"Ya sudah, kalau tahu jangan dekat-dekat. Kalau aku khilaf apa kamu mau tanggung jawab?" goda Marco.     

Ai langsung menjauh dari Marco takut beneran khilaf. Dia 'kan sudah tiga hari nggak dapat jatah padahal biasanya tiap pagi Lizz selalu mandi basah. "Aku bukan Lizz, lebih baik simpan dulu otak mesum kamu," ucap Ai menyipitkan matanya.     

Marco mendesis, pas sudah dibantuin sekarang jutek. Untung calon ipar kalau enggak sudah Marco buang ke empang. "Kamu sudah dapet solusi 'kan? Aku pergi dulu."     

"Eh ... tunggu dulu! Aku belum menemukan syarat yang mustahil," gerutu Ai.     

"Masa mikir gitu saja enggak bisa?"     

"Otakku lagi buntu, bantuin mikir."     

Marco mendesah lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Ai hingga membuatnya mundur seketika. "Kamu mau ngapain? Jangan macam-macam, ya?" elak Ai.     

"Ck. Aku hanya mau membisikkan sesuatu," decak Marco.     

"Ngomong saja langsung, ngapain pake bisik-bisik."     

"Kamu enggak pernah dengar istilah tembok bisa mendengar, sini aku bisikin, mau di bantu enggak?"     

Ai mendekat lalu Marco membisikkan sesuatu ke telinga Ai.     

"Apa hal itu tidak keterlaluan?" tanya Ai.     

"Bukankah semakin mustahil akan semakin besar kesempatanmu. Aku rasa hanya itu cara buat kamu bisa keluar dari Kerajaan Cavendish."     

Ai terdiam memikirkan semuanya.     

"Sudah kan? Aku pergi dulu, kalau butuh lagi telpon saja. Good luck, ya?" ucap Marco meninggalkan Ai sendiri dalam kebimbangan.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.