One Night Accident

KEYAKINAN



KEYAKINAN

0Happy Reading.     
0

****     

Daniel membuka pintu kamar Ai namun ternyata terkunci, mengetahui itu Daniel hanya tersenyum. Apa wanitanya ini berpikir bahwa sebuah pintu bisa menghalanginya masuk? Bahkan jika kamar itu dilindungi dengan lapisan baja sekalipun, Daniel akan tetap menemukan cara agar bisa masuk dan menemui calon istrinya.     

Ai berbaring miring terlihat membelakanginya. Daniel mendekat dan langsung menyungsup di dalam selimut yang sama.     

"Ai ...," panggil Daniel sambil menarik Ai agar bisa memeluknaya.     

Ai yang memang tidak tidur langsung menegang begitu mendengar suara Daniel. "Ngapain kamu di sini? Keluar." Ai berbalik dan mendorong Daniel menjauh.     

"Apa kamu tidak ingin tahu kenapa aku memilih menjadi Atheis?"     

Ai diam dengan wajah masih kecewa. Namun dia tidak lagi berusaha mendorong Daniel menjauh.     

"Boleh aku bertanya?" Daniel memiringkan tubuhnya agar mereka saling berhadapan.     

"Apa?" tanya Ai menatap waspada.     

"Kamu pernah membunuh binatang? Misalnya nyamuk mungkin?"     

"Membunuh langsung tidak pernah, tapi ... kalau pakai obat nyamuk pasti pernahlah. Memang kenapa? Apa hubungannya nyamuk dengan kamu yang Atheis?"     

"Tidak ada. Tapi apa kamu tahu pasti berapa banyak nyamuk yang pernah kamu bunuh seumur hidupmu?" tanya Daniel lagi.     

"Mana aku tahu, males banget suruh menghitung nyamuk yang mati." Mendengar jawaban jutek Ai biasanya Daniel akan tersenyum menggoda, namun kali ini wajahnya malah terlihat muram.     

"Ai, apa kamu tahu mungkin jumlah nyamuk yang kamu bunuh seumur hidupmu jumlahnya sama dengan nyawa orang yang sudah aku bunuh, bahkan mungkin lebih. Karena aku sendiri tidak yakin sudah berapa banyak nyawa melayang ditanganku," ucap Daniel tenang.     

Ai terkejut, langsung duduk dan menghadap Daniel, menatap mata Daniel untuk mencari kebohongan, tapi nihil. "Ap- Apa maksudmu?" tanya Ai khawatir. Ai pernah mengalami aksi kejar-kejaran dengan Daniel yang melindunginya, Sandra juga pernah diculik karena penculiknya mengincar Daniel. Namun ... membunuh orang? Ai tidak pernah membayangkan itu benar-benar dilakukan oleh Daniel.     

Daniel ikut duduk dan memegang tangan Ai sambil menunjukkan tangannya. "Kamu tahu tangan ini, tangan yang membelaimju, tangan yang memberimu kepuasan, tangan yang menggenggammu. Tangan ini sejak umur tujuh tahun sudah pernah menancapkan belati ke jantung seseorang hingga mati. Tangan yang selalu memeluk, menyentuh, dan membelaimu adalah tangan yang selalu berlumuran darah dan sudah menghabisi nyawa ratusan orang? Bahkan mungkin ribuan."     

Ai menatap Daniel dengan pandangan shok.     

"Apakah kamu tahu kenapa aku suka warna merah? Karena itu warna darah yang mengalir akibat tanganku, darah yang terasa menenangkan, karena semakin banyak darah mengalir aku semakin yakin kemenangan ada di tanganku," ucap Daniel.     

Ai memucat namun dia tidak berani melakukan apa pun saat melihat wajah Daniel semakin suram, seolah-olah semua awan mendung berkumpul di sana.     

"Aku adalah seorang Cohza, satu-satunya penerus mereka. Ketika generasi ayahku memimpin, Ayahku yang memegang kekuasaan utama dan dia memiliki paman Paul sebagai pemegang tehnologi, memiliki tante pauline sebagai perencana dan penghubung ke segala koneksi dunia luar, Serta memilik paman Pete sebagai Eksekutor."     

"Aku sendirian, aku harus bisa memegang kekuasaan, mempelajari tehnologi, menjadi penghubung sekaligus sebagai Eksekutor. Aku tidak memiliki wakil atau patner. Dengan kata lain, aku tidak boleh mengandalkan orang lain dan hanya nboleh bergantung pada diriku sendiri. Jika jatuh masanya aku harus memimpin, maka aku harus jadi pemimpin, jika masanya aku jadi Eksekutor, maka mau tak mau aku harus mengeksekusi siapapun yang sudah ditentukan! Tidak peduli apakah dia pria, wanita, baik atau pun jahat. Saat misi mengatakan lindungi dia dengan nyawamu, aku harus melakukannya. Di sisi lain, jika ada perintah mengatakan bunuh dia, maka aku juga harus melakukannya."     

"Ta ... tapi ... bukankah kamu bisa keluar dari pekerjaan seperti itu?"     

Daniel menatap Ai dengan terkekeh. "Kamu pikir apa yang aku lakukan selama dua tahun ini? Aku mengambil misi berbahaya agar bisa keluar dari nama Cohza, namun itu belum selesai kamu malah sudah tertangkap di Cavendish."     

"Aku tidak tahu."     

"Tidak apa-apa. Itu hanya pekerjaan, walau aku akui pasti terdengar ekstrime untukmu. Namun sekarang aju sudah terbiasa karena jika aku tak membunuhnya maka aku yang akan terbunuh. Awalnya aku merasa mual, pusing dan demam. Bahkan sedikit ketakutan, namun ... lama-kelamaan aku suka adrenalinku terpacu, semakin berbahaya dan menantang aku semakin menikmati permainan maut ini, Hati nuraniku terkikis sedikit demi sedikit," kata Daniel sambil menarik Ai dalam pelukannya.     

"Tahukah kamu, setiap Mom mengajakku ke gereja, hal yang terbayang di kepalaku hanya wajah orang-orang yang aku bunuh. Aku selalu melakukan pengakuan dosa setelah membunuh orang, namun lama kelamaan aku merasa melakukan hal yang konyol. Untuk apa meminta ampun kalau pada akhirnya aku tahu akan mengulanginya lagi dan lagi. Begitupun ketika Joe mengajakku ke masjid, aku merasa seperti kubangan dosa ditengah-tengah orang suci, itu membuatku tidak nyaman. Seolah-olah setiap orang menunjukku dengan rasa jijik. Pembunh sepertiku tidak pantas berada ditempat suci," lanjut Daniel menenggelamkan wajahnya di leher Ai.     

"Alasan aku memilih menjadi Atheis, karena semua agama pasti melarang umatnya melakukan pembunuhan sedang pekerjaanku adalah membunuh. Aku malu pada diriku sendiri karna setiap pergi ke tempat ibadah bukannya aku yang menjadi bersih namun aku merasa justru akulah yang mengotori tempat itu, "kata Daniel tersiksa.     

Ai tidak menyangka Daniel akan berpikir seperti itu. Ai membalas pelukan Daniel dan menggelengkan kepalanya." Kamu salah, tak ada manusia yang terlalu kotor untuk beribadah, tak ada juga manusia yang terlalu suci hingga berhak menghakimi manusia lain. Semua agama menerima umatnya tampa memilih apakah dia kaya, miskin, lelaki, perempuan, baik, atau pun Jahat." timpal Ai.     

"Agama itu tak memilih umatnya, dia menerima apa pun kekurangan dan kelebihan umatnya. kamu bisa bisa membuktikannya. Seburuk apa pun kamu, tuhan tidak akan menolak hambanya sendiri," kata Ai meyakinkan.     

"Kamu terdengar yakin sekali."     

"Tentu saja aku yakin, aku kan sudah punya keyakinan yanga aku percayai. Dan aku juga yakin kamu bisa menemukan keyakinanmu sendiri."     

"Kalau begitu bantu aku menemukan keyakinanku," pinta Daniel.     

"Aku dan Mom Ratu pasti akan membantumu, apa pun keyakinan yang kamu pilih, kami akan mendukungmu," ucap Ai mulai tersenyum.     

"Kenapa aku merasa kamu seperti Mom yang sedang menghibur putranya!" ucap Daniel mencium mata Ai karena lega sudah bisa membuat Ai tersenyum lagi.     

"Kau tak perlu memiliki keyakinan yang sama denganku, tapi kau memilih sesuai dari hatimu," kata Ai meletakkan tangannya pada dada Daniel yang berdegup kencang.     

Daniel menundukkan wajah dan memanggut lembut bibir Ai sejenak, kemudian melepasnya. "Sebenarnya, masih ada satu hal lagi yang harus kamu tahu dan penyebab aku memilih tak beragama."     

"Rahasia lagi?" tanya Ai terkejut.     

Daniel mengangguk, "Aku tak beragama karena mungkin aku belum bertemu denganmu. Orang yang akan membawaku ke sana."     

"Daniel ...." Ai ingin memprotes karena dia benar-benar tidak menuntut Daniel harus mengikuti keyakinannya. Namun sebelum protesnya keluar Daniel sudah menunduk lalu melumat bibir dan memperdalam ciumannya seolah ingin meringankan penderitaan dan mempersatukan hati keduanya.     

Tanpa sadar mereka sudah berbaring mesra di atas ranjang dengan saling melumat dan menyentuh. Mereka dalam keadaan hampir bercinta, ketika tiba-tiba terdengar keributan dari depan kamar. Belum sempat memisahkan diri, pintu kamar terbuka lebar.     

Brakkkk ...!     

"Mommy!" teriak Duo-J.     

"Javier ... Jovan ...!" teriak Ai panik karena posisinya bersama Daniel.     

Javier dan Jovan berhenti, saat melihat posisi orang tuanya yang aneh menurut mereka. Sedangkan di belakang duo-J terlihat pengasuh dan pengawal yang menyusul.     

"Apa yang sedang Mom dan Dad lakukan?" tanya Javier. Mereka bangun dan merapikan baju yang kusut.     

Ai langsung berlari menghampiri kedua anaknya dan memeluknya erat. "Mommy rindu kalian!"     

"Kami juga merindukan Mommy," ucap Duo-J senang akhirnya bisa bertemu dengan Mommynya.     

"Apakah kalian sedang melakukan kegiatan menyenangkan yang biasa Uncle Marco dan Bibi Lizz juga lakukan?" tanya Jovan polos setelah Ai melepaskan pelukannya.     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.