One Night Accident

SINYAL



SINYAL

0Happy Reading.     
0

****     

"Selamat datang Uncle dan Auntie. Maaf, Dad dan Mom tak bisa menyambut, karena masih tertahan di Kerajaan Inggris," Daniel menyambut kedua Paman dan seorang Bibi di Istana Cavendish.     

"Tak masalah, hal ini sudah biasa. Lagi pula Petter dan stevanie memang selalu sibuk dan sudah mengatakan pada kami tak bisa menyambut kami secara langsung," jawab Aunty pauline.     

"Well, jadi ini calon istrimu?" tanya Paman pertamanya Paul.     

"Ah, iya Uncle. Maaf. Kenalkan ini Ratih Ayu Brawijaya, calon istriku. Ai, kenalkan ini saudara Daddy-ku. Yang pertama Uncle Paul, dia yang mengurus dan menciptakan seluruh tekhnologi dan persenjataan di Cohza dan Cavendish. Dan ini saudara kembarnya, Bibi Pauline, dia mantan anggota CIA. Lalu saudara Daddy yang paling kecil, Uncle Pete, walau saudara dari ayahku namun uncle Pete berjarak sangat jauh dengan mereka dan hanya berbeda 5 tahun lebih tua dariku, Dia ...." Daniel tak melanjutkan ucapannya.     

"Bagian eksekusi di keluarga Cohza," ucap Paul meneruskan kalimat Daniel.     

Paul mengulurkan tangannya dan tersenyum, lalu disambut Ai dengan senyuman pula. Pauline menyalami dan mencium kedua pipinya, membuat Ai merasa senang, karena Pauline terlihat sangat ramah dan bahagia melihatnya. Tapi entah kenapa satu Paman yang sedari tadi menatap Ai dingin tajam dan menusuk, yaitu paman Pete.     

Ai pikir Peter orang yang kaku dengan aura intimidasi sudah cukup membuat deg-degan ketika menghadapinya. Sedang calon suaminya sendiri si Daniel kadang bisa bertingkah sangat dingin hingga mampu menurunkan suhu hingga titik terendah dengan satu tatapan. Namun orang di depannya ini lebih dari itu, Dia terlihat seperti iblis, menyeramkan dan menakutkan. Melihatnya saja membuat bulu kudu Ai langsung berdiri.     

Secara tiba-tiba, Pete maju dan mengeluarkan sebuah cutter kecil dari dalam saku jasnya lalu menghampiri Ai. Tentu saja yang Ai terkejut secara otomatis langsung melangkah mundur. Sebaliknya, Daniel yang berdiri di sampingnya justru menahan tubuh Ai agar tidak kemana-mana. "Tidak apa, berikan saja tanganmu," Daniel berbisik pada Ai, dan membuatnya mengulurkan tangan lagi untuk mengajak Pete bersalaman.     

"AW!" Ai memekik saat tiba-tiba Pete menggores sedikit punggung tangannya. Ai ingin menarik tangan dan memeriksa lukanya, namun lagi-lagi malah ditahan oleh Daniel. Membuat Ai memandang kearah Daniel dengan wajah bingung. Tapi belum habis kebingungannya, Ai merasa sesuatu yang basah menempel di tangannya. Ternyata Pete sedang menjilat darah yang ada di tangan Ai hingga bersih.     

Apa-apaan ini? Apakah paman Daniel seorang Vampir?     

Menjilat darah seolah itu adalah cream lezat yang di suguhkan untuknya.     

Uch ... Ai semakin merinding melihat tingkah Paman Pete yang aneh ini.     

Belum terjawab kebingungan demi kebingungannya, kini Daniel juga mengulurkan tangannya kearah Pete dan membiarkannya menggores lengannya. Sayatannya lebih panjang dari milik Ai, dan lagi-lagi, Pete menjilat darahnya sampai bersih. Ai sekarang yakin si Pete adalah keturunan seorang Vampire yang masih hidup.     

"Senang berjumpa dengan kalian," sapa Pete usai menjilat sisa darah di bibirnya dengan seringai menakutkan. Lalu memasang wajah dingin dan datar lagi, hingga membuat Ai merinding kembali.     

"Santai saja Ai, itu tadi salam perkenalan dari Uncle Pete. Jika dia mau menjilat darahmu, berarti kamu sudah dianggap keluarga olehnya. Jadi jangan pernah memasang wajah ketakutan di depan Uncle Pete, karena dia itu psikopat. Semakin kamu memperlihatkan wajah ketakutan, maka nafsu membunuh Uncle akan semakin meningkat. Jadi buat wajahmu setenang mungkin. dan usahakan jangan pernah bertemu hanya berdua dengan Uncle Pete!" bisik Daniel sambil pura-pura tersenyum dengan apa yang di katakan Paul dan mengelus lengan Ai menenangkan.     

Sedangkan Ai sendiri begitu mendengar penjelasan Daniel berusaha tersenyum. Meratap kesal dalam hati dengan karakter Paman dari calon suaminya. Sepertinya keluarga Daniel memang bukan keluarga normal. Ai yang terbiasa hidup santai dan hanya bersenang-senang, kali ini begitu kakinya menginjak ke Cavendish dia sperti naik roller coaster dengan kecepatan tinggi. Naik maupun turun sama-sama bikin jantungan.     

"Baiklah. Uncle. Auntie. Apa kalian ingin berkeliling dulu, atau ingin beristirahat saja?" tanya Daniel pada mereka.     

"Kurasa kami istirahat dulu, karena besok ada banyak hal yang harus kami urus," jawab Pauline mewakili kedua saudaranya.     

"Kalau begitu mari kami antar," ucap Daniel mempersilakan Uncle dan Auntie-nya. Mereka berjalan bersisian mengikuti Daniel, tapi baru setengah jalan, Paul berhenti dan melihat sinyal dilayar ponselnya seolah tak percaya.     

"Ada apa, Uncle?" tanya Daniel heran saat Paul berhenti melangkah.     

"Tidak apa, kalian lanjutkan saja. Aku menemukan sesuatu yang menarik di sini. Aku akan berkeliling sendiri dulu, lanjutkan saja, silahkan ... silahkan ...." jawab Paul lugas.     

"Kalau begitu, kami pergi dulu." Pauline menyahut. Paul hanya mengangguk dengan memperhatikan ponselnya.     

Lalu rombongan itu meninggalkan Paul sendirian.     

Setelah dirasa semua sudah menjauh Paul mengecek ponselnya lagi. Benar saja sinyal itu masih berkedip. Semakin jelas saat Paul mendekati objek tujuannya. Dada Paul bergemuruh. Sinyal yang sudah dua puluh dua tahun tidak dia lihat, benar-benar terlihat nyata. Paul bahkan mengucek matanya berulang kali untuk memastikan penglihatannya, namun ternyata sinyal itu tidak kemana-mana dan tetap berkedip bahkan dengan sangat jelas.     

Paul terus mengikuti arah sinyal itu dengan jantung berdebar sangat kencang. Mungkinkah apa yang mereka percaya selama ini adalah salah. Paul tidak sabar untuk memastikannya. Dengan langkah tergesa-gesa dia terus mengikuti arah sinyal itu berjalan.     

Setelah sepuluh menit sinyal itu membimbingnya hingga sampailah ia di Taman Kerajaan Cavendish.     

Paul menyusuri setiap sudut taman dengan hati-hati, tidak ingin membuat sinyal itu menghilang lagi. Lalu setelah memastikan kondisi taman aman dan tidak ada yang mencurigakan Paul baru memastikan di mana seharusnya titik sinyal itu berada.     

Hingga akhirnya Paul melihatnya, sepuluh meter darinya ada seorang laki-laki yang sedang berjalan bergandengan dengan seorang wanita yang sedang hamil besar. Dilihat dari segi pakaian mereka bukan anggota atau pejabat kerajaan, namun kelihatannya mereka juga bukan pengurus istana karena bebas berkeliaran di istana.     

Paul masih mengamati mereka dengan teliti, sedang mereka sedang membelakanginya sehingga tidak menyadari. Walau begitu Paul tetap bisa merasakan kemesraan mereka. Sinyal itu masih berkedip. Paul yakin sinyal itu berasal dari pria di depannya. Karena memang tak ada orang lain selain mereka bertiga disitu.     

Jika Paul bukan pencipta chip itu, Paul akan meragukan dirinya sendiri.     

Namun setelah melihat orang itu entah kenapa Paul yakin dialah pemilik sinyal yang sekarang sedang menyala dengan jelas.     

Wajahnya tidak mirip Daniel sama sekali, namun masih terlihat setampan keturunan Cohza. Paul yakin pria didepannya adalah keponakannya tersayang yang dikira sudah meninggal puluhan tahun yang lalu. Baru membayangkannya Paul sudah serasa meledak dengan rasa bahagia tak terkira.     

Paul berjalan mendekat hingga jarak mereka hanya semeter.     

"Akhirnya!", batin Paul berdegup bahagia.     

"JHONATAN COHZA CAVENDISH?!" Kedua orang di depannya berhenti dan menoleh ketika mendengar ada orang berteriak di debalakang mereka.     

Laki-laki di hadapannya terlihat berdiri dengan wajah kaku.     

Paul tersenyum dengan lebar. "JOJO KECILKU YANG MANIS, AKHIRNYAAAA ... AKU MENEMUKANMUUUUU."     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.