One Night Accident

CHIP



CHIP

0Happy Reading.     
0

***     

"JOJOKU YANG MANIS, AKHIRNYA AKU MENEMUKANMU."     

Tubuh Marco kaku seketika. Jangan sampai ini nyata! Ia yakin kalau dirinya sedang berhalusinasi.     

"JHONATAN?! Kau tak ingin menyapa Uncle-mu ini?"     

Marco berbalik dan berusaha mengeraskan hatinya. Wajahnya dibuat sedatar mungkin. "Maaf, Sir. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Marco pada Paul pura-pura tak kenal.     

"Jhonatan, jangan bercanda!"     

"Anda ingin saya memanggilkan orang yang bernama Jhonatan?" tanya Marco lagi.     

"Kamu ingin mengerjaiku ya? Ayolah Jhonatan. Jangan berusaha menipuku. Aku tahu ini kamu, Jhonathan!"     

Marco berdiri gelisah. "Beb, pergilah dulu ke kamar. Nanti aku menyusul," bisik Marco pada Lizz. Tentu saja Lizz yang tak tahu apa-apa segera pergi seperti intruksi suaminya.     

"Tsk! Kamu ini benar-benar tak sopan! Punya istri, bukan dikenalkan pada Uncle-mu ini, tapi malah di suruh pergi."     

"Maaf, Sir. Sepertinya Anda salah orang."     

Paul bersedekap, "Jadi kau sedang mengajakku main petak umpet, ya?"     

"Maaf, Sir. Tapi saya sungguh tidak mengerti. Jika memang tak ada yang bisa saya bantu, sebaiknya saya mengundurkan diri," ucap Marco membalikkan badan.     

"Jojo ... kamu keterlaluan, kamu menyakiti hatiku dengan begitu dalam. Tega sekali kamu tidak mengakui aku sebagai pamanmu. Oh ... dosa apa yang sudah aku perbuat sampai Jojoku bahkan tidak mengenaliku lagi." Paul meratap seolah dia adalah korban tsunami.     

"Sir, sebenarnya anda ingin mencari Jhonathan atau Jojo." Marco menggertakkan giginya karena kesal. Pamannya ini benar-benar berbahaya, Marco harus kabur sebelum ketahuan.     

Marco sudah berjalan menjauhi Paul ketika kata-kata Paul menghentikannya.     

"Ada chip ditubuhmu," ucap Paul menghentikan langkah Marco saat itu juga.     

"Semua anggota keluarga Cohza, memiliki chip khusus di dalam tubuhnya. Aku, Pauline, Daddy-mu, Pete, Daniel dan terakhir... kamu, Jhonatan!" Paul berujar sambil menghampiri Marco dan berdiri tepat di.     

"Lihat ...," ucap Paul menunjukkan ponselnya.     

"Yang berkedip itu, adalah sinyal dari yang bersangkutan. Dan ada satu sinyal, yang hampir dua puluh dua tahun menghilang. And you know what? Mendadak sinyal itu, muncul di sini."     

Marco diam. Badannya membeku, saat dengan jelas nama Jhonatan tertulis di dalam layar Pamannya.     

"Jadi silakan bersembunyi sesuka hatimu, yang jelas Uncle tahu, bahwa ini adalah dirimu, Jhonatan!" Paul menatap mata Marco sangat lekat dan menepuk pundaknya.     

"Kamu tahu, kenapa Uncle sangat yakin? Karena chip di semua tubuh keluarga Cohza. Uncle yang menciptakan dan memasangnya bersama Mommy-mu. Chip itu menyesuaikan DNA masing-masing, yang membuat chip itu tak bisa dipindah ke tubuh orang lain. Jika dipaksa berpindah tempat, chip itu secara otomatis akan meledak."     

Marco menelan ludahnya dengan susah payah. Dia hanya bisa menunduk karena sekarang ini dia benar-benar ketahuan.     

"Tidak perlu panik, Uncle mu ini jenius Chip itu tidak akan meledak sembarangan.Hahahaa."     

"Jadi Jojoku yang manis, masihkah kamu akan mengelak? Hm ... mau wajahmu berubah seperti apa pun, chip ini tidak akan bisa berbohong." Paul bersedekap penuh kemenangan.     

Marco tidak berkutik.     

"Apa kamu tak mau memeluk Uncle-mu ini?" tanya Paul tersenyum lebar.     

Tapi Marco masih terlalu waspada. Ia hanya diam, membuat Paul tak sabar dan langsung memeluknya erat. "Oh... Jo!!! Uncle senang kau masih hidup. Kamu tahu, Daddy-mu berubah jadi sangat kaku sejak kepergianmu? Uncle benar-benar merindukanmu, Jojo! Keponakanku paling menggemaskan, paling aku sayang ...." Paul memeluknya semakin erat bahkan dengan paksa hampir mencium wajah Marco.     

"Uncle ... lepaskan, aku bukan bocah 5 tahun, jangan mencium sembarangan, pelukanmu juga jangan terlalu erat." Marco berusaha melepaskan pelukan pamannya.     

"Jahatnya ... setelah sekian lama kamu menghilang, bahkan sekarang tidak mau memeluk pamanmu lagi." Paul memasang wajah kecewa.     

"Aku sudah 30 tahun paman, perlakuan seperti itu sudah tidak cocok untukku."     

"Mau kamu 60 tahun sekalipun bagiku kamu tetap Jojo kecilku yang manis. Jangan pernah mengatakan bahwa pelukanku sudah tidak menyenangkan lagi ... kamu menyakiti hatiku. Kemana perginya Jojo kecilku yang selalu memanggilku paman kesayangan." Paul memasang wajah penuh kekecewaan.     

"Paman ... berhenti bercanda, dan jangan memanggilku Jojo, aku tidak suka." Marco menyahut sambil cemberut.     

Kali ini Paul tergelak setelah melihat respon dari Marco yang sesuai dugaannya akan selalu kesal setiap dia memanggilnya Jojo.     

"Ternyata wajah cemberutmu masih menggemaskan ya, Aku pikir karena kedokmu terbuka, kamu akan berubah sekaku Daniel, ternyata kamu benar-benar muridku."     

"Ck! Uncle hentikan, kenapa unckle tak berubah! Suka sekali menjahili aku?"     

Paul tertawa semakin kencang. "Jojo-ku yang imut dan manis sudah besar! Sudah punya istri dan sudah bisa menghamili anak orang!"     

"Uncleee!!!" Marco menghempaskan tubuhnya ke kursi taman karena kesal. Paul makin tergelak kencang.     

"Sudah mau punya anak, masih ngambekan saja, Jo? By the way, istrimu orang Asia? Dia cantik. Kamu pandai mencari istri!" Marco menatap Uncle-nya dengan tajam.     

"Jangan macam-macam! Dia istriku! Tak perlu memuji. Tak usah melihat. Jangan membayangkan, apalagi menyentuhnya!! Aku tak akan segan menghabisimu, Uncle!" Marco berujar dengan serius.     

"Astaga! Posesif sekali kamu! Uncle hanya memuji. Dasar pelit! Lagi pula apa pamanmu ini terlihat kekurangan wanita sampai istri keponakan sendiri mau dihabisi."     

"Terserah pokoknya kagumi istriku dari jauh saja, enggak usah caper."     

Paul hanya tersenyum dan menepuk kepala Marco dengan sayang. "Uncle benar-benar merindukanmu," ucap Paul tulus.     

"Aku juga merindukan paman."     

"Aku tahu, aku kan paman kesayanganmu."     

"Ya ya, sebagai paman kesayangan. apakah Apa Uncle akan mengadu?"     

"Mengadu apa?" tanya Paul pura-pura tak mengerti.     

"Uncle, Marco serius!"     

"Marco?" tanya Paul bingung.     

"Namaku sekarang adalah Marco, Uncle." "Hmm? Bagiku kamu tetap Jojo-ku yang menggemaskan!" Paul menggoda Marco lagi.     

"Uncleee!!!"     

"Okay! Uncle juga serius, jadi kamu ingin diadukan atau tidak?"     

"Tentu saja tidak. Ada sesuatu yang masih harus aku kerjakan!!" Paul mengangguk mengerti.     

"Uncle akan tutup mulut. Takkan ada satu pun orang yang akan tahu, bahwa Jhonatan masih hidup." Paul memastikan.     

"Ingat, Uncle. Tak ada pengecualian! Baik itu Daddy, Uncle Pete. Atau pun Bibi Pauline!" Kata Marco lagi. Uncle Paul mengangguk setuju.     

"Baiklah, tapi ada syaratnya!" ucapnya sambil menyeringai licik.     

"Ugh! Seriously?!" tanya Marco pada Paul. Disaat seperti ini, Uncle-nya masih sanggup mengajukan syarat.     

"Tentu saja. Di dunia ini, tak ada yang gratis Jojo. Tapi santai saja, Uncle tak akan meminta syaratnya sekarang. Jadi sebaiknya. Kamu selesaikan tujuanmu. Sementara bibirku akan terkunci rapat!" ucap Paul seolah sedang mengunci bibirnya.     

Marco cemberut memandang Paul. Terakhir kali Paul mengajukan syarat, dia harus memasuki kandang buaya dan memberikan lolipop miliknya ke buaya tersebut. Karena Paul ingin tahu, apa lolipopnya juga akan bekerja seakurat ketika diberikan pada manusia. Walau itu lolipop ciptaan Marco sendiri, sebenarnya adalah obat pencahar. Dan sekarang, Marco merutuki kesialannya.     

"Dari semua orang, kenapa harus Paul yang memergokinya. Benar-benar sial!"     

***     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.