One Night Accident

SALAH SASARAN



SALAH SASARAN

0Enjoy Reading.     
0

***     

Ratu bergerak gelisah. Entah kenapa, setelah memerintahkan Vicky untuk membawa penghianat itu, hatinya langsung tidak tenang. Seperti ada yang salah dan tak benar. Benarkah orang tadi penghianat? Tapi ... CCTV kerajaan hanya memperlihatkan Daniel dan orang itu yang masuk ke laboratorium pada saat bersamaan.     

"Ada apa, Mom? Kenapa kelihatan gelisah?" Daniel berbisik saat melihat Mommy-nya seperti melamun. Sehingga tak menanggapi obrolan dengan ketiga besannya.     

"Entahlah. Mom merasa ada yang salah." Stevanie merasa dadanya berdesir tidak enak.     

"Apa Mom tak enak badan?" tanya Daniel khawatir.     

"Bukan, tapi beberapa waktu lalu, ada yang menyelundup ke laboratorium Jhonatan dan sekarang Vicky sudah menangkapnya."     

Daniel mengernyitkan alisnya. 'Laboratorium Jhonatan? Jangan-jangan Marco!' tebaknya dalam hati. "Bukannya bagus, kalau penyelundupnya sudah tertangkap?"     

"Seharusnya iya, tapi Mom merasa ada yang janggal," jawab Ratu.     

"Memang orang itu siapa? Aku mengenalnya?" tanya Daniel mulai resah. Ia berharap bukan Marco orangnya.     

"Dia pengawal Ai yang kamu bawa ke sini," jawab Ratu kemudian.     

"SHIIIIIITTTT!!!" teriak Daniel. Membuat pandangan orang tertuju padanya. Memang percakapannya dengan Ratu tadi dilakukan dengan berbisik. Maka begitu Daniel mengumpat semua orang jadi heran.     

"Mom, salah orang!!!"     

"Apa maksudmu?" tanya Ratu heran melihat anaknya terlihat gusar.     

"Ku jelaskan nanti. Sekarang, di mana dia?" tanya Daniel panik.     

"Vicky dan Pete sedang menginterogasinya di penjara khusus."     

"SIALAN!" umpat Daniel lagi lebih kencang, membuat Ratu terlonjak kaget.     

Daniel langsung berdiri dan berlari menuju penjara khusus. 'Semoga belum terlambat,' batinnya semakin gelisah. Daniel percaya Marco bisa mengatasi Vicky, tapi Pete? Sehebat apa pun Marco, kalau sampai dia dimutilasi, tak mungkin tubuhnya bisa disambung dan hidup kembali.     

Daniel berlari kencang tak peduli kadang menabrak beberapa Maid dan penjaga. Tujuannya hanya satu, yaitu Marco.     

BRAKKK!!!     

Daniel mendobrak pintu utama penjara dan langsung membeku.     

Marco terlihat babak belur dan penuh darah, sedangkan Pete berada di sampingnya.     

Oh ... tidak.     

****     

Beberapa jam Sebelumnya     

Pete sangat senang ternyata di Cavendish dia akan mendapat hiburan. Lumayan untuk menghilangkan kejenuhannya selama beberapa hari. Diotaknya sudah terpikir seribu satu cara, untuk menyiksa pengkhianat yang sedang dibawa oleh pengawal Ratu tadi. Yang pasti, harus pelan tapi menyakitkan.     

"Pete?" Pauline memanggilnya dengan wajah heran. Sudah dibuat kesepakatan untuk keselamatan bersama, bahwa Pete tak boleh pergi ke mana pun sendirian. Biasanya, bukan Paul maka ada Petter yang bersamanya. Tapi sekarang kenapa Pete bisa sendirian.     

Pete melihat malas kearah wanita yang menghampirinya. Menduga kesenangannya akan tertunda begitu Pauline sudah berada di dalam jarak pandangnya.     

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Pauline heran.     

"Menghampiri mainan baruku," jawab Pete.     

"Bisa lakukan nanti saja? Keluarga kita sedang berkumpul, setidaknya sapalah mereka dulu," Pauline mengingatkan.     

Seperti yang Pete duga, kakaknya mengganggu kesenangannya. Namun Pete akhirnya mengangguk dan mengikuti Pauline ke ruang keluarga. Dari segi umur, Pete memang memiliki umur yang sangat jauh dari semua Kakaknya bahkan dia lebih pantas jadi anak mereka. Jika di sejajarkan dengan Daniel, dia hanya berbeda lima tahun saja.     

"Ke mana Petter dan Paul? Kenapa tidak ada yang bersamamu?" tanya Pauline.     

"Mereka sibuk. Jadi aku main sendiri."     

"Dasar! Bagaimana mereka bisa meninggalkanmu sendirian?" tanya Pauline dengan nada khawatir.     

"Aku tak akan melakukan kekacauan, jika itu yang kamu takutkan!" protes Pete pada kakaknya.     

"Aku tahu. Tapi aku tak mau kamu pergi sendiri tanpa pengawalan. Karena aku tak mau terjadi apa-apa padamu, aku menyayangimu jadi aku tidak mau kamu terluka, mengerti." Pauline tersenyum pada adiknya.     

Pete hanya mengangguk. Dia malas berdebat dengan Pauline, yang sebenarnya tak menghawatirkannya. Tapi khawatir jika dia membunuh orang sembarangan.     

Pete akui dia memang senang menyiksa orang dan boleh dikatakan sebagai psycho, tapi ia tak akan membunuh tanpa alasan. Pete tetap pemilih soal sasaran.     

Pete sudah sangat bosan di tempat itu. Setelah diminta menyapa semua orang, ia sekarang harus duduk manis mendengarkan ocehan puluhan mulut yang saling bersahutan. Tapi akhirnya kesempatan itu tiba saat Pauline sedang ke toilet akhirnya Pete berhasil menyelundup ke tempat Marco dipenjara. Tapi apa yang dilihatnya membuatnya murka. Dia sudah membayangkan akan menggores tubuh mulus penghianat itu sedikit demi sedikit. Hingga darah akan menetes pelan dan menutupi sekujur tubuhnya. Tapi kesenangan berkurang setengah saat tau penghianat itu sudah dalam keadaan babak belur dan mengenaskan.     

"Keluar!" ucapnya dingin pada Vicky.     

"Berani sekali kau menyiksa mangsaku!" geramnya marah. Membuat Vicky ketakutan. Pete menggores kedua tangan Viky lumayan dalam, yang langsung mengucurkan darah segar. Membuat Pete bersemangat lagi. "Hukumanmu, karena berani menyentuh mainanku!" ucapnya dingin. Membuat Vicky gemetar dan meringis kesakitan.     

"Keluar! Atau ku cincang jadi korban kedua!" lanjut Pete dengan wajah seram, membuat Vicky langsung berlari ketakutan.     

Pete menghadap Marco dan mengamatinya kesal. Tak ada yang disisakan untuknya. Semua bagian tubuh terlihat sudah membiru. 'Benar-benar tidak menyenangkan lagi,' batinnya.     

"Are you ready?!" Pete meletakan ujung pisau di pipi kiri Marco. Dan menggoresnya sedikit. Membuat Marco meringis, tapi tetap diam.     

Pete semakin kesal, karena tak ada jeritan ketakutan ataupun kesakitan dari pengkhianat di hadapannya itu. Dan itu membuatnya terasa tak menyenangkan. Sekali lagi, Pete menggores dadanya. Lumayan dalam. Tapi lagi-lagi, Marco hanya meringis. Membuat Pete benar-benar geram.     

Dia bermaksud mengganti pisaunya dengan yang lebih besar dan menyimpan pisau kecilnya, saat bau darah yang di keluarkan dari tubuh penghianat itu terasa familiar. Darah siapa yang beraroma seperti ini?     

Pete mencoba mengingat aroma yang terasa dia kenal dengan akrab. Karena tak bisa mengingatnya juga, Pete mulai mendekati Marco dan mengendus tubuhnya. Marco tersentak kaget, karena Pete mendekati lehernya, dan mulai mengendus seperti seekor anjing.     

Marco makin merinding, saat tiba-tiba Pete menjilat darah di dadanya. Demi apa pun, Marco adalah pria straight. Dan sekarang, dadanya sedang dijilat seorang pria juga. Kalau bukan karena dirantai, pasti sekarang kakinya sudah mendarat di selakangan Pamannya itu.     

Baru Marco akan memprotes, saat tiba-tiba Pete menegakkan wajahnya sejajar dengan wajah Marco. Tapi kali ini wajahnya tak menyiratkan kekejaman, tapi rasa haru dan bahagia. Karena meski samar, Marco bisa melihat mata Pete yang berkaca-kaca.     

"Jojo ...." Pete berbisik pelan. Tak menyangka bahwa keponakan kecilnya masih hidup. Dia merasa familiar dengan aroma darahnya. Dan benar saja. Begitu ia jilat, darah itu adalah milik keponakannya. Awalnya Pete sulit mengenali, karena sudah terlalu lama tak merasakannya. Tapi setelah beberapa saat, Pete yakin, darah yang dia jilat memang milik Jojo kecilnya.     

Pete memeluk Marco dengan erat, membuat si empunya badan meringis kesakitan. "Aw ... shit ... Hallo, Uncle." Marco menyapa dengan suara lirih kesakitan. Ingin sekali balas memeluk, tapi tentu saja tidak bisa.     

Mendengar rintihan Marco Pete seolah tersadar dengan keadaan keponakannya dengan cepat dia melepaskan baju dan menggunakannya untuk mengelap darah diwajah dan tubuh Marco dengan serampangan. Raut panik menghiasi wajahnya.     

"Kamu terluka. Ini salahku akan membunuh Vicky karena memperlakukan mu seperti ini! Aku bodoh! Ini salahku! Tubuh mu terluka, ini salah ku. Semua salah ku!" Pete terus meracau seperti orang kehilangan pegangan. Sedangkan Marco hanya bisa meringis merasakan kain yang menyusuri lukanya.     

"Maaf ... aku tidak berguna, Jojo ... terluka aku ... tidak bisa diandalkan." Pete terus berusah membersihkan tubuh Marco.     

"Uncle ... hentikan." Marco berusaha menghentikan pamannya yang seperti terkena serangan panik itu namun tidak juga berhasil.     

"PETE!" teriak Marco pada akhirnya membuat tubuh pete kaku dan langsung memandang wajah Marco.     

"Uncle, bisa tolong lepaskan aku?" pinta Marco setelah berhasil menginterupsi racauan Pete yang makin tak karuan.     

Pete mendongak memandang Marco. Seolah baru sadar, jika Marco masih dirantai. Seketika itu dia langsung mencari kunci dan melepasnya dengan cepat. Tubuh Marco limbung, begitu rantai terlepas dari kedua tangannya. Untungnya Pete sigap dan langsung merangkul dan menopang tubuh Marco.     

"Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku." Pete mulai meracau lagi.     

"Uncle, aku tidak apa-apa." Marco mencoba menghentikan racauan Pete.     

"Aku tidak berguna, kamu terluka ... aku bodoh ... melukaimu ... darahmu."     

"Uncle stop. Bawa aku keluar dari sini oke!" Marco sudah lemas dia hanya butuh air sekarang.     

"Kamu akan segera di obati!" Pete mulai memapah Marco keluar dari penjara.     

"Bawa aku ke tempat Daniel saja, Uncle." Marco meminta tolong.     

Pete mengangguk dan segera membantu Marco berjalan.     

***     

BRAKKK.     

Daniel mendobrak pintu utama penjara dan dia langsung diam membeku. Pete berjalan menghampiri Daniel dengan Marco di sampingnya. Di serahkan tubuh Marco yang sudah babak belur kepada Daniel.     

"Jojo ...," ucapnya pelan, seolah memberitahu Daniel bahwa Marco adalah Jhonatan. Daniel mengangguk pelan, tetap dengan memandang mata Pete yang menurutnya senang. Tapi menyembunyikan kemarahan luar biasa.     

"Jaga dia baik-baik." Pete menepuk pundak Daniel dan kali ini dengan sedikit tersenyum. Senyum tipis, yang bahkan Daniel sempat menganggap senyuman itu tadi hanya halusinasi.     

Daniel membawa tubuh Marco menuju kamarnya. Sedangkan Pete, ia masih mengamati keduanya. Hingga menghilang dari pandangannya.     

Pete berbalik dan langsung mencari orang yang bertanggung jawab atas keadaan Marco. Kemarahannya butuh pelampiasan. Tak ada yang boleh menyentuh keponakan kecilnya tanpa ada balasan.     

Pete berjalan cepat. Setiap langkahnya penuh dengan hawa kematian. Wajahnya mengeras seperti iblis mencari mangsa. Membuat semua orang yang berpapasan dengannya, memilih menghindar dan lari gemetar ketakutan.     

"VIIIICKYYYYY ....!!!!"     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.