One Night Accident

KERIBUTAN



KERIBUTAN

0Tegang Reading.     
0

***     

Saat makan malam tiba, dan semua orang sudah berkumpul jadi satu, ada tiga orang yang tak kunjung diketahui keberadaannya, yaitu Daniel, Marco dan Pete.     

Lizz sudah cemberut tak karuan, karena Marco tak ada kabar sejak siang dan tiba-tiba meninggalkan dia begitu saja. Ai juga kesal dengan Daniel, yang juga ikutan menghilang seperti Marco.     

Namun ditengah-tengan ketenangan makan malam tiba-tiba muncul keributan. Beberapa Maid terlihat hilir mudik, bahkan ada yang menjerit dan beberapa bodyguard berlari ke suatu tempat.     

"Ada apa ini?" tanya sang Ratu bingung karena Istananya yang damai berubah mencekam.     

"Mr Viky?" panggil Ratu, namun tak ada jawaban. Di mana asistennya. Apakah belum selesai dengan penyelundup itu?     

Ratu mulai bertanya kepada pengawal lain yang berada di dekatnya? Apa Viky masih mengurusi pengkhianat itu? Tapi, bukankah kata Daniel dia salah orang? Atau jangan-jangan, ini ada hubungannya dengan ketidak hadiran Daniel dan Pete, sang Ratu menebak-nebak dalam hati.     

Sang Ratu baru saja akan memerintahkan orang mencari tahu apa penyebab keributan yang terjadi, saat seorang bodyguard sudah menghampirinya. "Maaf, yang mulia Ratu. Ini gawat!"     

"Ada apa?"     

"Mr Pete mengamuk."     

"Bagaimana bisa?" Pauline yang bertanya. Dia tahu, Pete tidak akan mengamuk jika tidak ada pemicunya.     

"Kami tidak tahu. Yang jelas, beliau keluar dari penjara khusus dan langsung mengamuk mencari Mr Viky. Bahkan sudah puluhan bodyguard berusaha menghalanginya, ikut jadi korban."     

"Di mana dia sekarang?" sang Ratu bertanya dengan was-was.     

"Terakhir kami lihat, dia menyeret Mr Viky ke kamarnya," jawab bodyguard tersebut.     

"Astaga! Kita harus ke sana," kata Ratu yang langsung beranjak berdiri.     

"Tidak perlu. Biar kami saja," Petter menyahut.     

"Dia menghajar asistenku, tentu saja aku harus kesana." Ratu menimpali dan langsung berjalan tak memedulikan protes dari suaminya. Petter langsung menemani istrinya, diikuti kedua saudaranya, Paul dan Pauline. Keluarga Brawijaya yang bingung dengan apa yang terjadi, hanya diam dan memutuskan tidak ikut campur. Tapi dasar Ai yang penasaran, tanpa sepengetahuan yang lain, dia ikut menyusul calon Paman dan Bibinya itu.     

Ruang makan dan kamar Vicky memang terletak agak jauh. Butuh sekitar sepuluh menit untuk sampai kesana. Padahal Ratu dan yang lain sudah setengah berlari.     

Terdengar jerit kesakitan dari dalam kamar Mr Viky. Padahal ruangan itu harusnya kedap suara. Tapi saking kencangnya, jeritan itu sampai terdengar hingga luar ruangan. Semakin jelas terdengar saat semua orang berdiri di depan pintu.     

"Dobrak!" sang Ratu memerintah seorang bodyguard.     

BRAKKKK.     

Pintu itu tak bergeming. Jeritan Mr Viky semakin kencang. Membuat Ratu semakin was-was.     

BRAKKKKK.     

Lagi-lagi, pintu tersebut masih tak bergeming. Benar-benar tak geser sedikit pun.     

"Pasti ada sesuatu yang menahan pintu itu," kata Petter.     

"Apa ada jendela atau pintu lain yang menuju kamar ini?" Ia kembali bertanya.     

"Ada, tapi ini di lantai dua, jadi harus melewati tangga dari samping istana," kata Ratu kemudian.     

"Baiklah, kalian dobrak terus, sementara aku akan lewat jendela," Petter langsung berlari. Ratu berjalan mondar mandir gelisah. Suara dari dalam kamar sudah tak terdengar lagi. Sementara para bodyguard-nya masih berusaha mendobrak pintu itu.     

"Kamu kenapa?" tanya Ratu pada Pauline.     

Paul memperhatikan saudari kembarnya yang terlihat pucat. "Kembalilah ke kamar mu .Aku tahu, kamu tak pernah tahan menghadapi kegilaan Pete," katanya kemudian.     

"Tidak bisa. Dia adikku. Aku tak mau dia kembali seperti dulu," Pauline menyahut. Paul memeluk Pauline berusaha menenangkannya. Memang, dari mereka bertiga, Pauline yang paling sensitif jika menyangkut saudaranya Pete. Bukan karena dia satu-satunya anak perempuan di keluarga Cohza, tapi karena memang dia yang paling perhatian dan berjuang keras menyembuhkan Pete dari traumanya.     

BRAKKKK.     

BRUGHHH.     

BRAKKKKKKKK.     

Akhirnya, setelah perjuangan panjang yang menguras tenaga, para bodyguard Ratu berhasil membuka pintu yang ternyata diganjal sebuah lemari dan ranjang. Ratu langsung menerobos masuk diikuti Paul dan Pauline. Tapi pemandangan di depannya membuatnya pucat dan kaku seketika.     

Melihat keadaan Vicky, Pauline langsung keluar kamar dan memuntahkan makan malamnya, sedang Paul berdiri di belakang Ratu berusaha melindunginya takut Pete melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.     

BRAKK.     

Kali ini Petter berhasil menerobos dari jendela dan masuk ke kamar Vicky. Dia melihat Ratu yang sudah pucat pasi dan Paul yang menopang di belakangnya. Lalu pandangannya jatuh ke adiknya PETE.     

"ASTAGAAAAA."     

Ini sangat mengerikan.     

***     

"VIKYYYYYYYYYYY!!!!"     

Teriakan Pete bergema di sepanjang lorong, membuat semua yang melihatnya berlari ketakutan. Pete mencengkram leher seorang bodyguard yang paling dekat dengannya. "Di mana Vicky?" tanyanya tajam.     

"Saya tidak tahu, Tuan."     

"Jawaban yang salah," Pete langsung membenturkan kepala bodyguard itu ke tembok membuatnya pingsan seketika.     

Pete terus berjalan mencari disetiap ruangan. Beberapa orang yang ia tanya, memiliki jawaban yang selalu sama. Semuanya tidak tahu, dan itu membuatnya semakin geram hingga membuat semua bodyguard babak belur.     

BRAKKK.     

Sebuah pintu ia dobrak lagi, dilihatnya ada tiga bodyguard yang berjaga.     

"Di mana Vicky?" tanya Pete.     

Ketiganya berpandangan. Mereka bimbang. Kalau mereka memberitahukan, takut Mr. Viky kenapa-napa. Tapi kalau tidak diberi tahu, wajah Pete terlihat sangat menyeramkan. Tidak ada manusia waras yang mau berurusan dengan eksekutor Cohza itu.     

"Jawab!" Pete sudah mencengkram kerah baju salah seorang diantara mereka.     

"Tidak tahu, Sir." Pete melempar orang itu ke jendela. Membuat kacanya pecah dan tubuh orang itu terjatuh dari lantai dua. Sementara dua orang lagi yang melihat itu, langsung menelan ludahnya dengan susah payah, bahkan tidak berani melihat keadaan temannya yang jatuh. Mereka yakin minimal ada tulangnya yang pasti patah.     

"Di mana Vicky?!" tanya Pete lagi, menghampiri dua orang yang tersisa.     

"Di ruangannya," jawab seorang diantara mereka dengan nada gemetar.     

"Di mana ruangannya?" Orang itu diam, takut untuk menjawab. Lalu Pete mencengkram dan kembali melemparnya hingga membentur dinding dan berguling ke lantai dalam keadaan terbatuk-batuk dengan darah yang keluar akibat benturan keras pada tubuhnya.     

Pete pun beralih menghampiri orang ketiga dengan pandangan semakin menakutkan.     

"Di sana, Sir." jawabnya sambil menunjuk ke sebuah ruangan sebelum Pete bertanya dan menghajarnya seperti nasib kedua temannya. Dia masih punya anak istri yang menunggunya pulang.     

Pete memandang orang itu lekat, lalu berlalu melewatinya begitu saja, membuat orang itu langsung terduduk lemas merasa lega.     

Tepat saat Pete baru akan masuk ke ruangan, justru kebetulan Vicky keluar dan langsung bertatapan dengan Pete yang berwajah menyeramkan. Hatinya gentar saat melihat kemurkaan di wajah Pete dan otomatis kakinya melangkah mundur.     

"KAU!!!" Pete langsung memukul wajah Vicky dengan keras, membuatnya terjatuh ke belakang. Kedua tangannya yang sudah dia perban terbentur lagi dan mengeluarkan darah.     

Ada apa dengan Pete? kenapa tiba-tiba dia menyerangnya?     

Vicky segera bangkit dan waspada.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.