One Night Accident

BAHAYA



BAHAYA

0Happy Reading.     
0

****     

"Sudah belum?" tanya Daniel saat melihat Marco yang masih betah berendam di sungai di perbatasan Cavendish.     

"Berisik! Pergi saja kalau mau pergi!! Kamu menggangguku!" jawab Marco mengusir Daniel.     

"Mana bisa aku pergi? Kalau sampai ada yang melihatmu seperti ini, siapa yang mau menjelaskan. Lagi pula, kenapa kamu tidak berendam di bathtub kamar mandi saja?" Daniel bertanya heran.     

"Jika ada yang melihat, itu urusanku. Kan aku yang di pergoki. Dan lagi kamu menyuruhku memakai air di bathtub. Kamu pikir aku kodok yang mau berendam di air mana saja? Tubuh ku itu spesial. Tak bisa diberikan air sembarangan lagi pula kamu gak berguna di sini, Merecoki ku dari kemarin. Kalau mau pergi ya pergi saja tak usah mengkhawatirkanku," Kata Marco kesal.     

"Tubuh Spesial? Bilang saja tubuhmu bukan tubuh orang normal! Lagi pula Aku tidak bisa pergi karena aku merasa lebih tenang kalau menunggumu di sini," kata Daniel lagi.     

"Tapi kamu berisik sekali dan kenapa sekarang jadi kamu yang bawel begini? Lagi pula, aku akan lebih bahagia kalau kamu berada di istana dan menjaga istriku di sana."     

"Tentu saja aku bawel, besok aku akan menikah dan sekarang aku masih di sini bagaimana dengan persiapanku?" protes Daniel.     

"Tenang kenapa sih! Aku aja nikah cuma butuh persiapan beberapa jam saja kelar. Sedangkan kamu nikah persiapannya berbulan-bulan, padahal ujungnya sama-sama nyari kata 'sah'. Iya, kan?" kata Marco santai.     

"Sah di antara kita itu berbeda," protes Daniel lagi.     

"Jelas saja beda! Aku sah dulu, baru tekdung. Kamu tekdung dulu, baru sah!" Marco membalas.     

"Yang jelas aku tak butuh waktu satu setengah tahun ya baru bisa hamilin Ai," ucap Daniel menyindir Marco, yang membutuhkan waktu satu setengah tahun. Sampai akhirnya Lizz baru bisa hamil. Disindir seperti itu, Marco langsung bungkam dan berdecak kesal lalu menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam air meredam ocehan kakaknya yang tumben jadi cerewet.     

"Sudah belum?" tanya Daniel lagi setelah beberapa lama Marco tak muncul.     

Marco keluar dari air dengan dongkol. Biarlah lebamnya masih sedikit terlihat, dari pada di recokin dengan pertanyaan yang sama terus.     

"Sudah?" tanya Daniel. Marco tak menjawab, hanya melepas bajunya yang basah dan menggantinya. Lalu melewati Daniel begitu saja.     

"Dasar ngambekan!" kata Daniel tersenyum dan langsung menuju mobil, duduk di kursi kemudi.     

"Mau langsung pulang atau jalan-jalan dulu?" tanya Daniel lagi.     

"Jalan ke mana? Bukannya dari tadi kamu buru-buru pengen pulang supaya bisa kelonan sama si Ai?" Marco menyahut jutek.     

"Itu bisa entar malam, aku kangen jalan-jalan keliling Cavendish dengan mu," kata Daniel dan langsung mengemudikan mobilnya pelan.     

Mereka berkeliling seperti melakukan reuni. Mendatangi berbagai tempat, yang dulu menjadi favorit mereka. Bercanda, tertawa dan makan bersama. Lalu menikmati keindahan Cavendish setelah sekian lama. Hingga tak terasa, malam telah tiba dan mereka baru kembali ke istana.     

Tentu saja di istana sedang bingung karna calon pengantin yang besok akan menikah tak terlihat batang hidungnya. Mana tidak ada kabar berita.     

Maka begitu Daniel dan Marco memasuki istana seluruh penghuninya langsung merasa lega tak terkira, sayangnya saat semua orang senang justru Daniel yang dibuat terkejut. Karena ketika baru masuk ruang ada hal yang paling mustahil menurutnya terjadi di depan mata.     

Di sana Ai terlihat bersama seseorang yang biasanya tidak bisa didekati.     

****     

Ai terbangun setelah hampir setengah hari pingsan, di sana ibunya melihatnya dengan lega. "Bagaimana perasaanmu?" tanya ibu Diyah.     

"Aku. baik-baik saja, apa yang terjadi?" tanya Ai heran karena merasa tubuhnya baik-baik saja.     

"Tadi kamu pingsan. Menurut dokter, itu karena kamu shock," kata Ibunya menjelaskan.     

Ai lalu mengingat mayat itu dan seketika rasa mual menghampirinya. Dia turun dan langsung berlari ke kamar mandi memuntahkan cairan bening dan pahit dari perutnya. Ibunya memijit tengkuknya pelan lalu membasahi handuk dan mengusapkan pada wajahnya yang berkeringat dingin. Setelah dirasa tak memuntahkan apa pun lagi Ai kembali ke ranjang dengan tubuh lemas.     

"Kamu ingin makan sesuatu atau minum?" tanya Ibunya. Ai menggeleng lemah.     

"Tapi kamu harus makan! Kasihan bayi di kandunganmu," kata Ibunya lagi.     

"Bayi? What?! Jadi benar aku hamil lagi?!" Ai berteriak dan langsung duduk di ranjang.     

"Sayang, hati-hati. Dokter bilang kandunganmu baru berusia empat minggu. Jadi masih rawan," Ibunya menjelaskan.     

Empat minggu? Jadi dia langsung hamil lagi begitu pertemuan pertama dengan Daniel? Tokcer sekali Daniel. Sekali coblos dan dia langsung melendung lagi dan untuk kedua kalinya Ai merasa bodoh karena melupakan pengaman untuk sekali lagi.     

"Kyaaaaa!!! Kenapa jadi begini? Harusnya aku tidak hamil dulu. Maafkan Mommy, sayang. Bukan Mommy tak menyayangimu, tapi kamu datangnya kecepetan. Harusnya dua atau tiga tahun lagi," Ai mengelus perutnya yang masih rata.     

Ibu Diyah malah tertawa pelan melihat tingkah absurd anaknya itu. "Kamu ini bikinnya mau, hamilnya nggak mau," kata Ibunya menggoda.     

"Bukan begitu Bu!!! Ibu nggak tahu sih gimana susahnya diet sehabis melahirkan, pokoknya habis ini aku nggak mau hamil lagi!" kata Ai yakin. Mana semuanya tek dung sebelum nikah lagi. Uh ... ini semua salah Daniel, kenapa dia tidak bisa menjaga benda dibawah perutnya itu. Setiap malam main masuk kamarnya saat dia lengah dan mencoblosnya berulang kali. Ai kan enggak bisa melawan karena keenakan.     

"Itu terserah kamu, yang jelas ini sudah malam dan anak mu minta jatah makan malam yang sudah kamu lewatkan," Ibu Diyah mengingatkan.     

"Baiklah, apa sekarang aku sudah boleh ngidam?" tanya Ai senang.     

"Kamu ini hamil nggak hamil kan emang suka semaunya sendiri, ngapain nanya ngidam segala? Nggak usah ngidam juga maksa keinginan buat dituruti."     

Ai cemberut. " Ya sudah ayo ... Bu. Temenin Ai makan. Ai pengen makan perkedel di atas pizza, dilapis lasagna," Ai berujar penuh semangat.     

"Ai!" Ibu Diyah memperingatkan.     

"Bercanda! Sampe segitunya," Ai menarik tangan Ibunya dan mengajaknya ke ruang makan.     

Namun sayangnya, begitu Ai sampai di sana, ternyata makan malam sudah selesai. Sehingga sudah tidak ada orang lagi. Akhirnya maid diperintah untuk menyiapkan hidangan lagi untuk Ai.     

"Daniel di mana?" tanya Ai sedih, karena meja makan sudah sepi.     

"Daniel sedang pergi dengan Marco. Katanya ada kepentingan," Ibunya menjawab. Ai diam memandang makanan di meja yang dalam waktu singkat sudah terhidang untuknya, namun karena taka ada teman makan Ai jadi tidak berselera sama sekali.     

"Ai, ayo makan," ajak Ibunya.     

Ai menggeleng, lalu berdiri dan berniat pergi. Sepertinya, hormon kehamilan mulai mempengaruhinya. Karena saat ini dia ingin makan bersama dimeja makan penuh canda tawa keluarga. Dan mengetahui makan malam sudah usai, tiba-tiba dia ingin menangis.     

Ibu Diyah memandang putrinya pasrah. Ai itu kalo ada maunya pasti harus di turuti. Mendingan dia mencari David dan mengajak mereka makan bersama lagi, biar Ai tak sedih.     

"Ai," panggil Uncle Paul, yang sibuk membawa tumpukan kertas. Uncle Pete berdiri disebelahnya. Dia heran saat melihat Ai berjalan tapi malah menunduk.     

Mendengar ada yang memanggilnya, Ai mendongakkan wajahnya, lalu melihat kedua pamannya ada di hadapannya. Dan entah kenapa air mata tak bisa di bendung.     

"Uncleee ...." Ai tiba-tiba memeluk Uncle Pete erat dan menangis di dadanya. Awalnya Ia ingin memeluk Uncle Paul yang lebih dekat, tapi tangannya sedang sibuk membawa kertas jadi akhirnya dia memilih memeluk Pete saja.     

Paul menatap horor kepada Ai. Seumur hidup, jangankan saudara, Ibu kandung mereka saja bisa dihitung dengan jari kapan memeluk Pete. 'Wah, cari mati wanita ini,'     

Daniel sepertinya bakal gagal menikah karena calon istrinya akan segera di mutilasi oleh Pete, tidak itu kurang sadis, mungkin akan di lempar ke lubang hitam, dikeluarkan lagi, dicincang lalu direbus untuk makanan beruang kutub.     

Paul panik sudah siap sedia jika Pete tiba-tiba mengamuk karena ada yang berani menyentuhnya.     

Sementara Pete, ia sendiri juga sedang bingung. Biasanya, jika ada wanita yang memeluknya, dia akan merasa jijik. Tapi saat ini, entah kenapa dia tidak keberatan sama sekali bahkan malah merasa senang. Dia juga bertanya-tanya sendiri, ada apa dengan calon istri keponakannya ini, yang tiba-tiba memeluknya dan menangis sesenggukan.     

Pete memandang Paul yang berwajah tegang, lalu mengernyit seolah bertanya Ai kenapa? Paul hanya bisa mengendikkan bahu tanda tidak tahu. Tentu dengan wajah yang masih tegang, karena takut tiba-tiba Pete melempar Ai entah ke mana karena berani memeluknya begitu erat.     

Sukurnya hal yang ditakutkan tidak terjadi. Bahkan yang membuat Paul melongo, Pete malah membalas pelukan Ai dan mengelus rambutnya seolah menghibur.     

Kiamat, ini pasti kiamat. Karena Pete baru saja mengelus rambut perempuan dengan sayang.     

Paul kembali panik. Namun begitu melihat wajah Pete, Paul serasa mendapat shok therapi.     

Ini tidak bagus, sama sekali tidak bagus.     

Ai berhenti menangis dan memandang wajah Pete yang terlihat memerah.     

"Uncle, kenapa?" tanya Ai heran.     

Pertanyaan itu membuat Pete menunduk dan menatap wajah Ai yang basah karena air mata. Entah kenapa Pete merasa Ai terlihat sangat cantik dan mempesona.     

Tubuh Paul semakin was-was. Pasalnya Pete tak pernah di peluk. Tapi sekarang bukan hanya di peluk, tapi Pete juga terlihat tersipu malu mendapat perlakuan tersebut dari Ai.     

Oh ... tidak, Paul tidak akan membiarkan ini terjadi. Ini bahaya, sangat berbahaya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.