One Night Accident

CALON ISTRI KEPONAKAN



CALON ISTRI KEPONAKAN

0Happy Reading.     
0

***     

"Astaga! Apa aku memeluk Uncle terlalu erat? Sampai Uncle sesak napas?" tanya Ai bingung ketika melihat wajah Pete yang memerah dan tegang.     

Pete menggeleng seketika dan Paul antara menahan rasa khawatir, panik namun juga menahan tawa. Pete sudah berusia 35 tahun, tapi belum pernah tersipu karena perlakuan seorang wanita.     

"Ehem! Kamu kenapa Ai? Tiba-tiba datang dan menangis?" Paul berusaha memisahkan kedekatan Pete dan Ai. Pete 'kan belum pernah jatuh cinta. Masa sekalinya jatuh cinta, malah sama calon istri keponakan sendiri? 'Kan tidak lucu.     

"Ai laper, tapi meja makan sudah sepi. Ai maunya makan bareng-bareng," kata Ai mengadu. Padahal Pete itu menyeramkan namun entah kenapa untuk saat ini Ai tidak merasa takut sama sekali.     

Paul mengangguk tanda mengerti. Sedang Pete tiba-tiba malah memegang tangan Ai dan membawanya ke meja makan. Ia menarik sebuah kursi untuk Ai, dan tanpa di duga malah mengambilkan makanan lalu meletakkannya di depan Ai.     

"Makanlah, aku temani." Pete berujar singkat dan langsung duduk di depannya dengan wajah datarnya.     

Ai memandang Pete terharu. Dia memang biasa di layani, tapi dia belum pernah dilayani pria. Apalagi Pete tak banyak bicara dan langsung bertindak, membuat Ai menjadi luluh. "Uncle, nggak makan?" tanya Ai.     

Pete hanya mengangguk dan mengambil makan untuknya sendiri, padahal dia tadi sudah makan, membuat Paul semakin ketar ketir. Paul menyerahkan semua kertas laporan dan segala macamnya pada seorang Maid yang berdiri didekatnya. Kemudian ikut bergabung dengan Ai dan Pete.     

Bisa gawat kalau Pete beneran naksir Ai trus dia biarkan dua makhluk itu berduaan.     

Di meja makan, Ai terus makan sambil bicara dan membahas semua hal. Kadang bertanya pada Pete yang hanya di jawab hmmm atau mengangguk dan menggeleng. Sedang Paul yang memang jatahnya juga suka ngomong jadi tak sadar. Ia malah keasyikan ikut makan dan mengikuti obrolan Ai dan ikut membahas banyak hal tak penting. Bahkan saat Ibu Diyah kembali kemeja makan di ikuti David, Tasya, Sandra dan Alex mereka sudah tak memperhatikan sekitar. Karena asyik dengan obrolan sendiri. Membuat David lega tak harus menghadapi ngidam aneh adiknya itu lagi. David pun menarik lengan Tasya, kembali ke kamarnya. Alex dan Sandra juga mengikuti hal yang sama. Membuat Ibu Diyah menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Lalu ikut kembali ke kamar. Membiarkan Ai mengakrabkan diri dengan paman-pamannya.     

Selesai makan malam entah kenapa Ai masih ingin bersama dengan kedua paman-nya yang ganteng-ganteng itu. Sepertinya anak di dalam perutnya menyukai ke dua pamannya ini. Alhasil, dia menarik mereka berdua ke ruang keluarga dan mengajaknya duduk di sofa dengan Ai duduk di tengahnya.     

"Ngantuk?" tanya Pete ketika melihat Ai mulai menguap.     

"Hemm ...." Ai bergumam, namun sepertinya matanya semakin berat.     

"Tidurlah." Pete menarik Ai dan langsung merebahkan kepala Ai di pangkuan-nya dan meletakkan kedua kakinya ke pangkuan Uncle Paul. Merasa nyaman Ai meraih tangan Pete dan menyuruhnya mengelus kepalanya.     

Pete senang, Paul jangan ditanya, otaknya sudah memikirkan hal-hal buruk yang akan terjadi kalau Pete beneran suka dengan AI dan merebutnya dari Daniel.     

"Uncle, cerita lagi dong," pinta Ai pada Uncle Paul sambil memejamkan matanya.     

Paul berdecak kesal. Calon keponakan yang ngelunjak, pikirnya. Sudah ditemani makan. Ditemani ngobrol juga. Sekarang tidur minta diceritakan dongeng. Memangnya dia pikir, dia siapa?! Pete enak dapat kepala. Bisa di elus. Sementara dirinya, kebagian kaki.     

"Uncleee ..." Protes Ai saat Paul diam saja membuat Paul mau tidak mau akhirnya mulai bicara. Namun belum juga lima menit berjalan Ai sudah bernapas dengan teratur.     

"Sudah tidur?" tanya Paul pada Pete. Pete mengangguk dan memperhatikan wajah Ai yang tertidur pulas.     

'Cantik,' batinnya. Bahkan tak sadar jarinya sudah menelusuri pipi Ai dan tersenyum kecil.     

"Pete, ingat! Dia calon istri keponakanmu!" kata Paul membuat Pete menghentikan gerakannya dan merengut kesal. 'Merusak suasana saja Kakaknya ini,' batinnya. Lagi pula apa masalahnya! Dia kan hanya sekedar mengagumi.     

"Eh ... mau ngapain?" Paul memgang kaki Ai ketika melihat Pete beranjak bangun.     

Tanpa berkata apa pun, Pete malah menggendong Ai dan membawanya ke kamarnya. Tentu saja Paul tak membiarkan begitu saja, Ia mengikuti Pete menuju kamar Ai agar tidak terjadi hal yang membuat keringetan.     

***     

Keesokan harinya lagi hal sama terjadi lagi, Ai jadi suka menempel erat pada kedua pamannya yang super ganteng itu. Bahkan tanpa malu, Ai kadang bergelayutan di lengan mereka. Membuat Ratu dan Pauline cemburu. Bagaimana tidak, mereka sudah kenal mereka hampir seumur hidup, tapi tak pernah bermanja-manja pada Duo Cohza itu. Tapi Ai yang baru kenal, sudah berani peluk-peluk dan menggandeng manja, seolah hal itu wajar terjadi.     

"Uncleeee!!!" teriak Ai memanggil Pete yang sedang duduk dengan bibi Pauline setelah makan malam. Pete hanya memandang Ai heran melihat wajahnya yang merengut kesal.     

"Kenapa?"     

"Besok Ai menikah, tapi Daniel sampai sekarang belum datang. Apa jangan-jangan dia kabur?" tanya Ai duduk di antara bibi dan pamannya.     

"Tak mungkin. Memangnya dia mau mempermalukan keluarganya?" Bibi Pauline yang menjawab.     

"Tapi ... kenapa dia tak memberi kabar? Bagaimana kalau sampai besok dia tak datang?" Ai mengadu pada Pete, membuat Pauline kesal karna merasa di acuhkan.     

"Dia pasti datang. Daniel tidak akan bertindak ceroboh." lagi-lagi Pauline yang menjawab, namun tetap di acuhkan oleh Ai.     

"Kalau dia tak datang, aku yang akan menikahimu," Pete menyahut dan tersenyum lembut. Membuat Pauline memandang shock mendengar perkataan Pete. Sementara Paul hampir terjatuh mendengarnya, Ia baru saja akan bergabung dengan mereka namun kata-kata Pete sudah membuatnya serasa terjun dari lantai tiga.     

"Pete, jangan bicara sembarangan!" Paul berseru saat ia ikut duduk.     

"Aku serius," ucap Pete dengan wajah yakin.     

Paul dan Pauline saling berpandangan khawatir. Mereka berdua sekarang yakin Seyakin-yakinnya, kalau Pete benar-benar tertarik dengan Ai. Mereka hanya berharap, Pete tak akan melakukan hal aneh atau merebut Ai dari Daniel.     

"Beneran ya, Uncle?" Ai menanggapinya karena mengira itu gurauan untuk menghiburnya. Membuat Paul dan Pauline memandang Ai seolah mempertanyakan keadaan otaknya.     

"Tentu!" Pete menyahut.     

"Uncle, sini!" Ai berujar pada Paul agar duduk di tempat yang di duduki Pauline. Pauline mau tak mau pindah tempat, karena sudah hafal apa yang akan mereka lakukan.     

Tak perlu diberikan aba-aba, Ai langsung merebahkan kepalanya ke pangkuan Uncle Pete dan menaruh kakinya ke pangkuan Uncle Paul. Hal yang sudah sering terjadi selama tiga hari ini. "Ai, gantian dong. Pete yang bicara, aku yang ngelus kepalamu," pinta Paul.     

"Gak ah ... asyikkan begini. Uncle ngomong dong, Ai udah ngantuk nih." Ai mulai memejamkan matanya.     

Paul cemberut, kenapa dia dapat kaki lagi.     

"APA-APAAN INI?!" Daniel memandang Ai, kedua Pamannya dan Bibinya. Wajahnya terlihat sangat terkejut. Dia terkejut lantaran melihat kepala Ai yang diusap Uncle Pete dan kakinya yang berselonjor santai di pangkuan Uncle Paul. Apakah ini mimpi? Sejak kapan kedua Pamannya jadi manis begitu? Jika benar itu terjadi, pasti sekarang hampir kiamat pikirnya.     

Sedang Marco yang di belakangnya sudah tidak heran dengan tingkah Ai yang kadang suka aneh. Dia dan David 'kan korban penganiayaan sewaktu Ai hamil dulu. Bahkan jika seandainya sekarang Ai bergeluntungan di lantai istana dengan wajah badut juga Marco sudah tidak akan kaget.     

Ai yang mendengar suara Daniel langsung terbangun dan entah kenapa dia sangat ingin marah-marah padanya. Sehingga bukannya menyambut, Ai malah menatap Daniel tajam. Ai kesel karena Daniel pergi tanpa kabar.     

"Tweetie ... apa yang kamu lakukan dengan kedua pamanku?" Daniel menghampiri Ai dan bermaksud memeluknya.     

"Nggak usah deket-deket!" Ai memperingatkan.     

"Sweetheart? Ada apa?" Daniel memandang heran kenapa Ai terlihat marah, harusnya Daniel yang marah karena Ai terlihat mesra dengan kedua pamannya.     

"Dasar egois! Pergi nggak kasih kabar, dateng-dateng minta peluk. Kamu pikir aku apaan? Boneka?" Ai terlihat kesal, karena harus menghadapi kabar kehamilan sendirian dan laki-laki yang menghamilinya malah berada di mana.     

Belum sempat Daniel menjawab, Ai sudah menghentakkan kakinya kesal dan meninggalkan mereka semua.     

"Dia kenapa?" tanya Daniel pada kedua Paman juga pada Bibinya. Kedua pamannya mengendikkan bahu.     

"Sepertinya pengaruh dari hormon kehamilan," Bibi Pauline menyahut, lalu berdiri ikut meninggalkan ruangan malas menghadapi tingkah para ponakannya.     

"Oh, I see. Hormon kehamilan. WHAT?! Maksudnya Ai hamil lagi? Bagaimana bisa?!" Bukan Daniel yang menyahut. Tapi Marco yang menjerit histeris seperti itu.     

Bagaimana mungkin Ai bisa hamil secepat itu? Marco butuh 1,5 tahun agar Lizz bisa hamil. Namun Daniel setiap kali nyoblos Ai langsung melendung. Marco baru mau punya satu anak, tapi Daniel sudah mau tiga. Ini benar-benar menurunkan martabatnya sebagai seorang pria. Dia kalah tok cer dari pada kakaknya.     

Tak ada yang menanggapi pertanyaan konyol itu. Tapi Daniel langsung pergi menyusul Ai. Sedang Uncle Paul memberi kode pada Marco untuk bergabung dengannya.     

"Lupakan apa pun yang ada di otakmu mengenai Ai," kata Uncle Paul pada Pete saat melihat mukanya keruh memandang Ai yang pergi di susul Daniel.     

Marco memandang Uncle Pete ngeri. "Uncle tak bermaksud mencelakakan Ai 'kan? Dia besok jadi istri keponakan mu loh!" kata Marco mengingatkan, karena yang dia tahu segala sesuatu yang menyangkut Uncle Pete, pasti bekisar bunuh membunuh.     

Pete hanya mendengkus dan Paul tertawa atas ketidaktahuan keponakannya itu.     

"Kenapa Uncle malah tertawa?" Marco bertanya. Jelas saja ia merasa heran.     

"Tidak apa. Sini, duduk dekat Uncle, kita ngobrol dulu, "Paul menyahut.     

"No. Thanks. Aku mau menemui istriku dulu," Marco menyahut dan bersiap untuk pergi.     

"Ais ... Jojo, mentang-mentang punya istri, sekarang mengabaikan paman-pamanmu."     

"Iyalah ... istri no.1, kalian belakangan saja." Marco berbalik menuju kamarnya.     

"Jojo! Besok bawa istrimu bertemu denganku," Pete berseru.     

Marco mengangguk dan meninggalkan kedua Pamannya. Melangkah mantap menuju tempat pujaan hatinya.     

"Lihat ... Jojo bahkan sudah punya pasangan, aku kapan?" Paul memandang Pete. Namun Pete hanya diam. Seperti biasa, Paul adalah makluk terabaikan.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.