One Night Accident

MILIKKU



MILIKKU

0Enjoy reading.     
0

***     

Ai melirik bingung ke arah Lizz. Sudah setengah jam Lizz menangis dan ia tak tahu harus berbuat apa lagi. Hal tersebut terjadi lantaran Marco yang pergi tanpa pamitan. Lizz yang baru bangun tidur kebingungan mencari Marco, dan langsung menangis seperti anak hilang.     

"Lizz, sudah dong nangisnya. 'Kan tadi udah di kasih tahu, kalo Marco sedang bersama dengan Daniel pergi ke negara Perancis."     

"Tapi kenapa nggak pamit? Padahal dia sudah janji bakal pamit kalo ke mana-mana." Lizz sedih karena lagi dan lagi Marco hilang tanpa alasan.     

"Aku juga tidak tahu, mungkin dia terburu-buru karena ada situasi yang darurat. Buktinya, Daniel juga enggak pamitan," jawab Ai menghibur orang yang harusnya lebih dewasa darinya, tapi sejak hamil tingkahnya mengalahkan Javier dan Jovan. Pemalu, penakut dan nempel terus seperti prangko pada Marco.     

"Darurat apaan? Biasanya walau darurat tetap pamitan. Jangan-jangan dia marah sama aku karena ngunci pintu kamar beberapa waktu lalu. Atau ... jangan-jangan dia balikan sama mantan pacarnya yang oranye-oranye itu."     

"Laurance Lizz."     

"Iya itu, Marco pasti ke sana karena enggak aku kasih jatah."     

"Enggak Lizz, Marco beneran ke Prancis sama Daniel karena ada pekerjaaan darurat. Nanti kalau mereka sudah sampai sana aku bakal video call biar kamu percaya. Oke?"     

Lizz menghapus air matanya. "Beneran dia enggak pergi sama kucing oranye?"     

"Enggak, aku berani jamin. Marco cinta mati sama kamu. Oke? Sudahlah jangan nangis lagi. Gimana kalau kita jalan-jalan ke Mall? Makan-makan! Kamu bisa makan ayam sebanyak yang kamu mau, nanti aku yang traktir," Ai menggunakan jurus terakhirnya.     

"Beneran? Aku boleh makan lima dada ayam sendirian?"     

"Yaelah, Jangankan lima, mau makan sepuluh porsi juga boleh."     

"Serius?! Ya udah deh. Ayo!?" Lizz menarik Ai dengan semangat.     

Ai kadang berpikir, kalau Lizz adalah orang yang polos. Buktinya, baru dirayu seperti itu, dia sudah bisa di bujuk untuk berhenti menangis. Padahal, bisa saja mereka enggak cuma pergi ke restorannya tapi beli itu restoran sekalian. Seolah Lizz belum sadar juga, kalau suaminya adalah orang kaya raya, tajir melintir ngalahin anak sultan. Iyalah MArco kan pangeran.     

Ai sudah mendengar cerita Daniel. Mengenai Marco yang adalah saudara kembarnya. Tentu saja awalnya Ai tidak percaya melihat perbedaan mencolok dari segi wajah dan juga sifat mereka. Namun pada akhirnya Daniel Juga menceritakan tentang peristiwa dua puluh dua tahun lalu, yang menjadi penyebab karakter Daniel yang dingin dan posesif.     

Sekarang karena tahu Marco adik kandung Daniel yang berarti walau Lizz lebih tua dari segi umur namun setatusnya adalah adik ipar Ai. jadi ... sebagai kakak ipar yang baik, Ai merasa bertanggung jawab akan keselamatan, kesehatan juga kebahagiaan Lizz selama Marco dan Daniel berada di Perancis.     

"Willy, panggil Javier dan Jovan kita mau jalan-jalan ke Mall!" teriak Ai pada pengawalnya.     

Tak butuh waktu lama, iring-iringan sang Putri Mahkota yang menuju pusat perbelanjaan di sana langsung membuat ramai. Tapi memang dasarnya Ai yang punya kepedean luar biasa, dia terlihat santai dan senang jadi pusat perhatian. Dia bahkan sempat melambaikan tangannya ala     

Miss Universe saat menyapa rakyatnya. Tak jauh berbeda dengan Ai, Double-J juga ikut menyapa rakyatnya dengan melempar kecupan dengan tangan kecil mereka. Sesekali mengerlingkan mata sesuai ajaran Uncle David. Membuat para wanita dewasa menjadi gemas, para gadis menjerit-jerit, dan anak-anak berteriak disertai dengan balas melempar kecupan dengan tangan mungil mereka.     

Rombongan Ai melenggang masuk ke dalam bangunan Mall dan langsung menuju sebuah restoran. Lizz yang memang pemalu, hanya bisa menunduk mengikuti Ai dari belakang. Berbanding terbalik dengan Ai, Lizz justru tak ingin di perhatikan orang.     

"Selamat datang di restoran kami, Princess. "Manager Restoran tersebut menyapa dengan santun dan penuh hormat. Manager Restoran tersebut merasa senang dan terhormat, karena dari sekian banyak restoran, Putri Mahkota memilih restoran miliknya itu. Ai membalas tersenyum dan langsung di persilakan duduk di ruang VVIP. Mereka benar-benar mendapat pelayanan kelas satu. Semua disediakan cepat dan sangat mewah. 'Hohoho ... ternyata menjadi seorang Putri memang menyenangkan', Ai berseru senang di dalam hati.     

"Aku mau ke toilet dulu," ucap Ai sesaat setelah makan. Mempercayakan Javier dan Jovan pada Duo WiBi, yang sedang menemani mereka bermain game di lantai empat. Sedangkan Lizz, masih asyik menikmati menu serba ayam yang terhidang di hadapannya. Ai sudah mewanti-wanti kepada Chef Restoran tersebut agar tidak membuatnya pedas. Bisa-bisa anak Lizz brojol disitu gara-gara kepanasan.     

"Kamu nggak apa 'kan di sini sendiri? Aku enggak lama kok." Ai takut Liz panik jika di tinggal sendiri. Selain penakut, bahasa Inggris Lizz juga sangat buruk. Walau mengerti sedikit-sedikit perkataan orang namun Lizz akan kesulitan mengucapkannya.     

"Iya." Lizz menyahut singkat. Meyakinkan Ai agar tidak mencemaskan dirinya.     

Ai tersenyum lega dan menuju toilet terdekat. Setelah menuntaskan hajatnya, Ai langsung keluar. Ia merasa heran, karena di depan toilet, Uncle Pete sudah menunggunya.     

"Uncle?" sapa Ai sambil tersenyum dan Pete membalasnya dengan tersenyum juga walau sangat tipis.     

"Uncle kok di sini sendirian? Yang lain mana? Kapan datang?" tanya Ai celingukan mencari Paul dan Pauline. Daniel pernah memperingati Ai, bahwa Pete adalah seorang psycho. Jadi, ke mana pun dia pergi, pasti di temani saudaranya yang bergantian mengawalnya. Makanya Ai merasa heran saat melihat Pete sendirian.     

"Kangen kamu." Pete mengabaikan pertanyaan Ai.     

"Ah, Uncle bisa aja. 'Kan baru beberapa minggu kita enggak ketemu." Ai masih celingukan mencari saudara Pete yang lain. Sewaktu Ai mengetahui kalau Pete benar-benar menyukainya, dia senang dan santai saja. Karena bisa membuat Daniel cemburu. Tapi saat ini, ketika Ai melihat cara Pete menatapnya, jujur saja ia merasa sedikit waspada dan lumayan ngeri.     

"Mau jalan-jalan?" tanya Pete.     

"Hm? Ini 'kan aku juga lagi jalan-jalan, Uncle."     

"Jangan panggil Uncle, panggil Pete saja. Aku cuma beda lima tahun dengan Daniel," kata Pete lagi.     

"Tapi kamu 'kan Uncle-nya Daniel, jadi--"     

"Pokoknya mulai sekarang, panggil Pete. Tak ada bantahan." Pete menyela dengan berujar dan memberikan tatapan mata tajam. Membuat Ai langsung mengangguk, takut dengan tatapan Pete yang terlihat tersinggung.     

"Ayo!" Pete mengulurkan tangannya.     

"Ke mana?"     

"Jalan-jalan."     

"Tapi aku bersama Double-J dan Lizz," ucap Ai berusaha membuat alasan.     

"Lizz istri Jojo?"     

"Jojo siapa?" tanya Ai bingung.     

"Jhonatan atau Marco."     

"Lah? Uncle- eh! Maksudku, Pete tahu kalau Marco itu Jhonatan?"     

Pete mengangguk. "Ajak semua!" ucap Pete kemudian.     

"Boleh ikut semua? Asyik! Ya sudah kita kesana dulu, soalnya mereka di sana" Ai langsung menggandeng lengan Pete bahagia. Dia tidak lagi waspada karena Pete membiarkan semuanya ikut serta. Entah sadar atau tidak, Ai secara tak sengaja membuat Pete tersenyum senang.     

"Lizz, lihat siapa yang datang?" Ai menunjuk Pete di sebelahnya. Lizz yang melihat Pete langsung menyembunyikan kedua tangannya. Dia masih ingat dengan pertemuan pertama mereka beberapa waktu yang lalu, saat Pete menggores tangannya lalu menjilat darahnya. Dan di dalam ingatannya, Lizz menganggap bahwa Pete adalah orang yang berbahaya. Apa lagi Marco juga mengatakan untuk menghindar dari Pete.     

"Kenapa ... Uncle ... Pete ada ... di sini?" tanya Liz dengan bahasa Inggris tepatah-patah dan agak takut.     

"Bukan urusanmu!" jawab Pete dengan wajah dingin.     

Lizz yang memang tak fasih berbahasa Inggris, tapi dia sedikit tahu arti perkataan Pete, apalagi melihat wajahnya yang jutek seperti itu, membuat Lizz semakin takut dan menunduk seketika.     

"Umm ... Pete, tolong jangan galak pada Lizz. Lihat 'kan, dia jadi takut. Lizz juga istri keponakanmu loh. Yang ramah dong," kata Ai menegur Pete karena membuat Lizz yang penakut, jadi tambah ketakutan.     

Ai tak mau usahanya untuk membuat Lizz berhenti menangis, jadi sia-sia karena ketakutan dan menangis lagi seperti sebelumnya. Hanya gara-gara ngeri dengan sikap dingin yang Pete berikan.     

"Maaf." Pete berujar pada Lizz dengan nada datar setelah mendengar teguran dari Ai.     

Lizz hanya berani mengangguk dan tersenyum kaku.     

"Ayo berangkat," ucap Pete setelah melihat Javier dan Jovan menghampiri mereka. Ai langsung mengangguk dan mengajak Lizz yang agak kesulitan karena perut besarnya dan menggiring Double-J di depannya.     

"Apakah kita mau pulang?" tanya Javier.     

"Padahal aku belum selesai main," imbuh Jovan.     

"Tidak, Sayang. Uncle Pete mau mengajak kita jalan-jalan," Ai berujar pada mereka berdua.     

"Ke mana?"     

Apa kita mau ke pantai?" Tanya Double-J bersamaan.     

"Ke tempat yang sangat bagus. Iya 'kan, Uncle?" tanya Ai memandang wajah Pete yang menanggapinya dengan tersenyum dan mengangguk.     

Pete bahagia mereka seperti sebuah keluarga yang bepergian bersama. Kecuali satu nyamuk pengganggu di belakangnya. Siapa lagi kalau bukan Lizz. 'Lizz harus di singkirkan segera. Mengganggu moment saja,' batin Pete tidak suka.     

"Biar aku yang menyetir," kata Pete kemudian pada supir dan pengawal Ai.     

Mereka semua menurut karena tahu siapa Pete dan tidak curiga sama sekali. Akhirnya mereka hanya mengiringi mobil dari belakang, karena Pete menolak di kawal dari depan. Sementara Lizz disuruh masuk ke mobil lain. Pete sengaja memilih mobil yang berisi empat kursi saja agar bebas berduaan dengan Ai dan calon anak-anaknya Javier dan Jovan.     

Ai awalnya senang namun semakin lama dia semakin heran karena merasa belum pernah pergi ke tempat yang Pete tuju. Sedangkan mobil yang mengiringnya dari belakang, sudah tak terlihat lagi.     

Ai tidak tahu bahwa semua pengawal yang tadi mengikutinya sudah di lumpuhkan anak buah Pete.     

Tidak berapa lama kemudian Pete memberhentikan mobil di sebuah landasan pesawat membuat Ai makin bingung dan curiga. "Kenapa kita kemari?" tanya Ai heran.     

Pete tak menjawab. Ia langsung membekap Ai dengan sapu tangan yang sudah diberi obat bius membuat Ai yang tidak punya pertahanan langsung lemas seketika.     

"Uncle? Apa yang Uncle lakukan pada Mommyku?" tanya Javier melihat Maminya tergeletak pingsan.     

Pete berbalik. Sebelum Javier dan Jovan memberontak, keduanya juga sudah di bius oleh Pete dengan mudah.     

Pete kembali pada Ai. Dia memandang wajahnya penuh pemujaan. Di ciumnya pelan bibir Ai yang terasa manis. "I love you, Ai." bisiknya, lalu mengangkat Ai menuju pesawat yang sudah menunggunya.     

"Kamu milikku dan akan selalu jadi milikku."     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.