One Night Accident

GILA



GILA

0Enjoy reading.     
0

****     

Ketika Ai membuka matanya, hari ternyata sudah malam. Ai tahu dia tidak berada di kamarnya atau kamar Daniel dan juga anak-anaknya. Dia berada di sebuah kamar yang asing. Lalu ingatan tadi siang menghampirinya. Dia sedang jalan-jalan dengan Lizz dan duo-J, lalu Pete mengajaknya pergi ke suatu tempat, namun belum sempat Ai ingat sepertinya dia sudah dibius dan langsung pingsan.     

Apakah dia sekarang sedang diculik seperti adiknya Sandra waktu itu? Ai bahkan sekarang ingat bahwa Pete yang sudah membiusnya tadi siang.     

'Tapi kenapa Pete menculiknya? Astaga! Lalu bagaimana dengan Javier dan Jovan?'     

Ai pun mendadak cemas. dia duduk di tepi ranjang dengan segera dan langsung terkejut melihat Pete duduk diam memperhatikannya dari sofa. Kenapa Pete menatapnya seperti itu?     

"Pam ... Kenapa Pete ... ada di kamarku?" tanya Ai berusaha setenang mungkin, masih ingat pesan dari Daniel bahwa tidak boleh memasang wajah ketakutan dihadapan pamannya yang psyco ini.     

"Kamar kita." Pete berucap singkat.     

"Apa?" Ai tidak mengerti.     

"Mulai sekarang, ini kamar kita."     

Ai tentu saja kaget ketika mendengarnya, ia tak bisa berkata apa-apa menghadapi perkataan Pete. Apakah Pete Ini gila. Apa benar pamannya Daniel tidak waras. Bagaiman mungkin dia ingin sekamar dengan istri keponakan sendiri. Ai tidak habis pikir dengan Pete, Dia menculik istri keponakannya dan sekarang memaksa Ai harus sekamar dengannya. Mimpi saja sana! Ai merasa kesal seketika.     

"Pete, aku istri Daniel keponakanmu aku tidak bisa sekamar denganmu." Ai berusaha mengingatkan bahwa Ai sudah dimiliki orang lain.     

Rahang Pete mengeras saat Ai mengingatkan statusnya. "Kenapa tidak? Di sini kamu milikku kita akan bahagia. Lupakan Daniel," Kata Pete tajam.     

"Tapi aku sudah menikah dan tidak mungkin meninggalkan Daniel begitu saja. Lagi pula aku bukan barang yang bisa diklaim seenaknya." Ai berusaha mengontrol detak jantungnya yang berdegup kencang karena takut. Dia harus berusaha tetap tenang. Jika dia panik Pete pasti akan lebih mengintimidasi dirinya.     

"Aku akan mengurus perceraian kalian, setelah itu kita akan bersama. Tapi ... sebenarnya kamu tidak perlu bercerai juga tidak apa-apa. Aku akan menerimamu apa adanya, lalu Aku, kamu dan anak-anak akan hidup bahagia bersama tanpa gangguan dari mereka. Aku jamin kamu akan suka." Pete meyakinkan dengan bangga atas rencananya.     

"Anak-anak?" seketika Ai merasa ngeri. Mengapa Pete menginginkan anak? apa Pete akan memperkosanya? Lalu bagaimana nasib si kembar dan bayi yang di kandungnya? Jangan-jangan Pete akan melenyapkan mereka semua? Tidak ... Ai tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Lebih baik Ai yang mati dari pada anak-anaknya meninggalkan dirinya.     

"Iya, anak-anak. Javier dan Jovan, juga anak yang kamu kandung. Dan mungkin nanti kita bisa menambah anak yang lain," katanya tersenyum bahagia membayangkan Ai hamil anaknya.     

Ai bernapas lega ketika mendengar jawaban Pete. Anak-anaknya tidak akan dibunuh, namun tetap saja Ai tidak bisa menerima keadaan ini. "Tapi mereka bukan anakmu?"     

"Tidak apa-apa dia anakmu dan semua anakmu berarti anakku juga akan aku rawat dan akan aku sayangi seperti anakku sendiri. Aku janji tidak akan pilih kasih antara anakmu dan anak kita nanti."     

Andai Ai belum menikah pasti kata-kata itu sangat indah dan mengharukan karena jarang ada laki-laki yang mau menerima anak orang lain dan mau merawatnya layaknya anak sendiri.     

Sayangnya Ai tidak bisa menerima perkataan manis dari Pete, karena pada kenyataannya dia sudah menikah dan mencintai suaminya sepenuh hati.     

Jika kata-kata tadi sebenarnya romatis, bagi Ai perkataan Pete tadi justru terasa semakin mengerikan jika dilaksanakan.     

"Maaf paman, Aku tidak bisa bersamamu."     

"Aku tidak bertanya. Aku yang memutuskan di sini." Pete tidak suka Ai menolaknya.     

"Paman ..."     

"Panggil aku Pete."     

"Tidak, itu tidak sopan. Kamu adalah paman dari suamiku jadi aku harus memanggilmu paman."     

"Aku bukan pamanmu. Aku lelaki yang akan memilikimu." Pete menggeram semakin kesal.     

Ai sebenarnya mulai merinding ketakutan. Tetapi dia tidak akan mau menyerahkan harga dirinya begitu saja. "Aku tidak mau, aku mau pulang! Aku mau Daniel!!" kata Ai kencang.     

Wajah Pete langsung mengeras, "Jangan berani menyebut nama laki-laki lain saat bersamaku." desisnya.     

"Kenapa? Daniel suamiku dan aku mencintainya. Harusnya kamu sadar, kamu ini Pamannya dan kamu merebut istri keponakanmu sendiri, kamu gila?"     

"Ai ... Jangan menyebut namanya." Pete berdiri dan mulai mendekati ranjang.     

"Aku akan selalu menyebut namanya Daniel Daniel Daniel Daniel ...." Ai berteriak seolah menantang.     

"Diammmm...! Jangan membuatku marah Ai." Wajah Pete sudah merah padam seperti iblis.     

"Daniel Daniel Daniel, aku mencintai Daniel ... Da--"     

PLAKK.     

Pete menampar Ai keras hingga dia langsung tersungkur ke atas kasur. Pipinya terasa panas dan perih, air matanya langsung keluar tak terkendali.     

"Sudah ku bilang jangan membuatku marah." Pete menghampiri Ai dan mengusap lembut pipinya yang memerah. Ai menepis tangannya dan memalingkan wajahnya. Pete mencengkram rahang Ai kencang.     

"Jangan menguji kesabaranku. Aku mencintaimu namun kamu harus tahu dimana batasanmu. Menyerahlah ... karena mulai sekarang kamu adalah milikku." Kata-kata Pete terasa sangat tajam dan mengerikan.     

"Aku tidak su .... Awwwww."     

Ai belum selesai bicara ketika merasakan tubuhnya ditekan ke ranjang dengan paksa.     

"Sudah aku bilang, jangan berani melawanku atau kau akan menyesal. Kamu milikku dan mulailah terima hal itu dari sekarang!" Kata Pete mulai mendekatkan wajahnya.     

Ai tidak mau Pete menciumnya maka dia berusaha memberontak sedemikian rupa, namun sayangnya tubuhnya sudah terkunci bahkan rahangnya masih di cengram dengan kuat hingga Ai tidak bisa memalingkan wajahnya ketika bibir Pete mulai menempel pada bibirnya.     

Ai merapatkan bibirnya sekencang mungkin, tetapi Pete semakin menekan rahangnya hingga terasa sakit, mau tidak mau bibirnya akhirnya terbuka. Pete senang dan langsung melumat bibir Ai dengan rakus.     

Ai kembali berusah memberontak, air mata membasahi seluruh wajah dan tubuhnya gemetar hebat karena ketakutan. Ini benar-benar hari paling mengerikan selama hidupnya.     

Pete terus mencium Ai hingga bibirnya membengkak dan napas Ai terngeh-engah karena kehabisan oksigen. Setelah puas menciumnya dia baru melepaskannya dan Ai langsung beringsut menjauh dengan pandangan mata penuh kewaspadaan.     

Pete berdiri tegak dan menatap Ai dengan senyum di wajahnya. "Aku akan membawakan makan malam untukmu, jadilah wanita yang baik." Pete lalu meninggalkannya di kamar dan menguncinya dari luar.     

Ai langsung menarik selimut dan memeluknya dia meringkuk dan menangis kencang karena takut akan apa yang baru saja menimpanya. Bagaimana kalau malam ini Pete benar-benar memperkosanya?     

Ai mengusap bibirnya kasar seolah ingin menghilangkan bekas ciuman yang diberikan Pete, bahkan dia meludah berkali-kali karena merasa jijik.     

'Daniel kamu di mana? Tolong aku. Aku takut ... Pamanmu gila.' ucap Ai di sela tangisannya.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.