One Night Accident

1 VS 1



1 VS 1

0Enjoy Reading.     
0

***     

"Aku ... Aaakkhhhhh!!!" Pete kembali menghantamkan kepalanya sendiri ke dinding. Kepalanya benar-benar sakit, saat semua ingatan bercampur aduk di otaknya.     

Marco yang terkejut langsung khawatir dan menghampiri Pete lalu mengambil pisau di tangannya dan membuangnya sejauh mungkin.     

"Paman ... tenanglah ... aku masih ada di sini ... ini Jojo ...." Marco memeluk Pete seperti ibu yang memeluk anaknya.     

Pete mendorong Marco menjauh dan malah meringkuk dengan tangan masih memegang kepalanya. Rasa sakitnya tak terkira.     

Pete pernah tertembak, Pete pernah tertusuk, Pete Pernah dipukuli hingga sekarat. Namun ... Pete tidak pernah menjerit atau meronta-ronta kesakitan. Tetapi ... apa yang dia rasakan sekarang terasa lebih menyakitkan dari seluruh luka fisik yang perang dia derita.     

Kepalanya sakit namun dia tidak tahu bagian mana dan sebelah mana sumber rasa sakit itu berada. Semakin Pete ingin rasa sakit itu hilang justru rasa sakit itu semakin nyata.     

"Paman ... iya oke, kamu pasti akan baik-baik saja." Marco kembali berusaha menenangkan pamannya.     

Kali ini Pete tidak memberontak namun Marco bisa melihat dahi pamannya dipenuhi keringat dingin yang bercucuran seolah-olah pamannya sangat tersiksa.     

"Aku ... sayang kalian semua, aku ... tidak membuat ibuku meninggal kan?" tanya Pete lirih penuh rasa sakit.     

"Tidak ... nenek meninggal bukan karena paman. Nenek meninggal karena sakit." Marco sekarang mengerti kenapa sewaktu mereka masih kecil Pamannya cenderung lebih tertutup. Ternyata Pete memiliki pemikiran bahwa dia yang menyebabkan ibunya meninggal.     

Neneknya memang meninggal ketika Pete masih balita. Neneknya sakit karena melahirkan diusia yang sudah tidak muda. Yaitu melahirkan paman Pete yang usianya berbeda 20 tahun dari kakak-kakaknya.     

Walau sakit dan meninggal nya ibu paman Pete dipicu karena kelahiran pamannya itu. Namun tidak ada keluarga yang menyalahkan atau memperlakukan Pete seolah dia pembawa sial. Justru kakeknya paling sayang dengan pamannya Pete karena menganggap dia adalah kenangan terakhir yang diberikan oleh istri tercintanya.     

Lalu dari mana Pamannya bisa mendapat pemikiran seperti itu? Apakah selama 35 tahun ini Pete terus menerus menyalahkan diri sendiri?     

"Paman ... lihat aku. Paman adalah bagian dari keluarga Cohza. Kita menyayangi dan melindungi satu sama lain. Kami tahu paman selalu menjaga kami sepenuh hati. Begitu pula kami semua juga menyayangi paman dengan sepenuh hati. Nenek sangat mencintai paman begitupula kakek. Dad, mom Stevanie, paman Paul, bibi Pauline, Daniel dan aku Jhonatan tidak akan membiarkan paman sendirian. Ingatlah bahwa kita adalah satu keluarga." Marco berujar sambil berusaha membangunkan Pete dari lantai.     

Pete merasa sakit di kepalanya sedikit berkurang . Dia melihat Marco dengan sedikit linglung. "Kalian tidak akan meninggalkanku?" tanya Pete dengan nada penuh kesepian sambil mencengkram bahu Marco.     

"Tidak ... kami tidak akan pernah meninggalkan Paman." Marco menepuk-nepuk punggung Pete dengan meringis perih karena Pete memegang terlalu erat sehingga luka di bahunya terasa tertekan kuat.     

"Tapi ... kalian pergi kalian meninggalkanku. Semua orang meninggalkanku. Aku sendirian ... ibuku ... pergi ... Stevanie menikahi Petter dan sejak kalian lahir, Pauline lebih sayang padamu. Paul ... dia hanya peduli dengan komputernya," rengek Pete seperti anak kecil kehilangan barang berharganya.     

"Tidak ... paman salah. Nenek tidak bermaksud meninggalkan paman, Mom Stevanie juga menyayangi Paman dan Bibi Pauline seribu kali lipat lebih sayang pada paman dari pada kami, buktinya dia mau menemani paman ke mana pun tapi tidak mau menemani kami lebih Dari seharian." Marco membujuk.     

"Benarkah?" Pete menegakkan tubuhnya dan memandang Marco berbinar-binar seolah baru mendapat hadiah luar biasa.     

"Tentu," kata Marco dan memperhatikan tatapan mata Pamannya. Dan seperti dugaannya, tatapan mata dan aura Pete kini terlihat berbeda. Sepertinya dia berhasil membuat Pamannya kembali dan Ini baru paman yang dia kenal selama ini.     

Marco tahu ... dulu ketika Pete menyiksanya itu juga akibat pengaruh orang lain. Karena Marco sangat yakin bahwa Pete juga tidak akan tega menyakiti dirinya. Marco bisa melihat berbagai penyesalan di dalam mata Pete.     

"Bagaimana kalau Uncle beritahu di mana Ai dan si kembar, lalu kita bisa pulang ke Cavendish bersama."     

"Ai? Si kembar?" Pete mengernyit lalu tersentak seperti dibangunkan dari lamunan, seketika Pete menatap tajam dan langsung mendorong Marco ke dinding dan mencekiknya.     

"Un ... cle ...?!" Marco bertanya dengan suara tercekat akibat cekikan erat di lehernya.     

'Sial ... dia terlalu ceroboh dengan bertanya tentang Ai terlalu cepat, usahanya menyadarkan Pete kini malah gagal total,' batin Marco sambil berusaha melepas lehernya dari cekikan Pete.     

"Kalian ingin mengambil Ai? Tidak! Ai milikku!" Pete berseru penuh emosi lalu membanting Marco ke lantai, hingga membuatnya muntah darah dan terbatuk hebat. Hingga tak menyadari Pete yang mengeluarkan pisau lain dari balik pinggangnya.     

"Aku akan menghabisimu! Karena berani memisahkanku dengan Ai!" Serunya dan bersiap menusukkan pisau tersebut ke tubuh Marco yang sudah kehabisan tenaga.     

Marco sudah memejamkan mata siap dengan tusukan yang akan segera dia rasakan.     

Namun tiba-tiba suara tembakan membuat Pete dan Marco langsung menoleh ke arah suara.     

"Uncle Pete! Turunkan pisaumu !" Daniel berseru dari arah pintu dengan pistol mengacung ditangannya.     

Marco bernapas lega ketika melihat Daniel datang. Marco benar-benar sudah kehabisan tenaga dan pastinya tidak sanggup jika harus menghadapi pamannya lagi.     

Marco juga agak tenang karena ia tahu, bahwa antara Daniel dan Pete, adalah sesama petarung jarak dekat. Ia yakin, Daniel bisa lebih mengimbangi dibandingkan dirinya saat ini. Harus ia akui, bahwa ia masih kalah dalam hal kecepatan dengan saudaranya itu.     

"Lepaskan Jhonatan dan kembalikan Ai."     

"Ai siapa? Ai yang akan menjadi mantan istrimu? Atau Ai yang akan segera jadi istriku?" ejek Pete.     

'Sial! Dua-duanya bukan pilihan yang bagus.' batin Daniel kesal. Seumur hidup Daniel tidak menyangka akan menghadapi Pete sebagai seorang musuh.     

Pete selalu membuat seluruh musuh mereka gentar dan berpikir sepuluh ribu kehidupan sebelum membuat masalah dengan keluarga mereka. Sayangnya sekarang justru Daniel yang harus menghadapinya sendiri.     

Dorrr.     

Daniel kembali menembak dan mengenai tangan Pete karena tidak juga menjauh dari Marco. Begitu pisau Jatuh Marco langsung memungutnya agar jauh dari jangkauan nya.     

"Kamu nggak sabaran ya," kata Pete berbalik dan berdiri menghadap Daniel, mengabaikan Marco yang beringsut menjauh darinya. Pete memegang sebelah tangannya yang terkena tembakan tanpa terlihat tanda-tanda kesakitan sama sekali.     

"Kembalikan Ai dan kedua anakku, paman. Paman sudah tahu kan aku Memang bukan orang yang sabar." Daniel menatap tajam.     

Pete mengangguk angguk. "Akan ku kembalikan jika kau bisa mengalahkanku tidak seperti adikmu yang payah ini, kau menyebutnya bodyguard terbaik? Hahaha... bahkan baru 10 menit dia sudah begini," ejek pamannya pada Marco.     

Daniel tidak membuang waktu dan menyimpan pistolnya lalu langsung memasang kuda-kuda.     

Pete menyeringai senang. Ini baru namanya pertarungan.     

Marco hanya bisa mengumpat dalam hati sambil menyingkir sejauh yang dia bisa ketika ruangan itu separuh terasa membekukan dan separuh lagi terasa panas mencekam.     

Ini seperti Yin dan Yang yang sedang bertubrukan. Sisi manapun yang Marco pijak dia tetap merasa sesak napas.     

Mereka saling memukul dan menendang dengan kecepatan tinggi bahkan Marco kualahan melihatnya. Dia tidak bisa memprediksi siapa yang sedang memukul dan siapa yang membalas pukulan. Semua terasa seperti adegan Spiderman melompat antar gedung dengan cepat dan bertarung dengan flazz yang juga berlari cepat. Semakin dilihat semakin membuat mata berkunang-kunang.     

Beberapa saat kemudian mereka berhenti sejenak dan mundur ke belakang, masing-masing sudah mendapat pukulan dan tendangan tapi harus di akui Pete terlihat masih lebih unggul dalam hal bertarung. Karena walau sebelah tangannya sudah tertembak, namun tak mengurangi kekuatannya ketika melancarkan     

serangan-serangan pada Daniel.     

Pete maju dan langsung menendang perut Daniel tapi Daniel berhasil menghindar dan membalas dengan pukulan yang juga bisa di tangkis Pete.     

Semakin lama Marco semakin khawatir melihat pertarungan antara kakak dan pamannya itu apalagi terlihat jelas Daniel mulai kualahan menghadapi serangan beringas pamannya.     

Marco melihat sekeliling dan mendapati vas yang berada di meja. Biarlah dia dikatain pengecut atau apa yang penting pertarungan ini harus segera berakhir dan menemukan Ai serta si kembar adalah yang paling utama.     

Prangkkk Brughhh     

Dengan pelan Marco mendekati Pete dan memukulkan vas tepat mengenai belakang kepalanya dan seketika pamannya itu jatuh pingsan.     

Daniel menatap tak percaya dengan apa yang dilakukan Marco. Biasanya dia paling anti main curang.     

"Apa yang kau lakukan?" tanya Daniel masih heran.     

"Menyelesaikan pertarungan," kata Marco berdiri dan langsung menyingkir dari sebelah tubuh Pete yang pingsan.     

"Bukan begitu caranya." Daniel tidak merasa menang sama sekali.     

Namun ... karena semua sudah terlanjur, apa boleh buat. Daniel akan menyelesaikan ini semua dengan segera.     

Daniel mengeluarkan pistolnya lalu mengarahkan kearah kepala Pete. Marco terbelalak kaget melihat pistol yang diarahkan ke kepala Pete.     

DORRR.     

****     

TBC     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.