One Night Accident

PERTUNJUKAN



PERTUNJUKAN

0Happy Reading.     
0

***     

"Di mana Ai?" tanya Daniel sekali lagi.     

"Mereka masih di kepulauan seribu, hanya berpindah pulau saja." Pete Masuk ke mobil dan menyuruh anak buah Daniel membawa ke tempat di mana Ai di sekap.     

"Astaga! Jadi kita buang waktu membawamu ke sini!?" Marco bertanya dengan kesal. Mareka sudah menangkap Pete di Kepulauan seribu dan malah membawa ke Save Security untuk interogasi namun kenyataannya Ai dan si kembar masih ada di sana. Benar-benar pemborosan waktu.     

Beberapa jam kemudian mereka sudah sampai di pulau yang menurut Pete tempat menyekap Ai dan duo-J.     

"Baiklah ... di mana kita harus mulai mencari?" Marco melihat pulau itu tidak terlalu besar namun jika harus berjalan mengelilingi nya akan tetap memakan waktu yang lumayan lama.     

"Dengarkan aku. Menurut rencana jika Daniel berhasil menemukan aku dan mengalahkan aku. Maka keberadaan Ai dan duo J akan dipisah. Dia menginginkan Daniel hanya bisa memilih salah satu. Istrinya atau anaknya." Pete menjelaskan.     

Daniel seketika mengumpat karena menahna kemarahan.     

"Sekarang kita bagi dua kelompok, Daniel kamu cari Ai di tempat ini, di sebelah utara pulau. Marco, kamu selamatkan si kembar di pulau yang sama, hanya saja di sisi selatan. Mengerti?" Pete memberikan perintah sementara keduanya mengangguk menurut.     

"Lalu ... paman mau ke mana?" tanya Marco karena Daniel dan Marco pergi sendiri namun Pete atau Petter juga tidak ikut.     

"Aku dan Petter mencari penghianat. Dalang dari semua kekacauan ini. Kita berpencar Karena aku tidak yakin bahwa orang itu akan ditemukan bersama Ai atua pun si kembar. Bisa jadi dia hanya mengamati dari jauh."     

Marco dan Daniel tidak berani menebak apakah itu paman Paul atau bibi Pauline. Mereka menyerahkan keputusan pada Pete dan Petter. Terserah mau diapakan penghianat itu. Mereka lebih berhak menentukan hukuman. Sedang Daniel dan Marco tujuan utama adalah menemukan Ai dan si kembar.     

"Kamu bajingan, ikut aku! Kita harus menghajar bajingan lain!" Pete berujar seraya menendang kaki Petter agar mengikutinya.     

"Kau kasar sekali, little Brother!" Petter meringis saat tulang betisnya di tendang. Pete menatap Petter tajam.     

"Jalan!" katanya dingin.     

"Ayolah, Pete. Kenapa kamu yang marah? Hilangkan kebiasaanmu menyukai istri orang lain. Dulu kamu terobsesi pada Stevanie. Sekarang, kamu terobsesi pada Ai," Petter berujar saat ia berjalan di belakang Pete.     

Daniel dan Marco terkejut dan saling bertukar pandang. Paman Pete juga pernah jatuh cinta pada ibu mereka?     

What the hell!!!     

Pete berbalik dan menatap tajam Petter. "Pertama, aku tidak terobsesi pada Stevanie. Aku memang menyayangi dan memujanya, karena menganggapnya sudah seperti Ibuku sendiri. Bukan sebagai apa pun yang ada di otak kotormu itu pikirkan!"     

Pete menoleh ke arah Daniel dan Marco. "Kedua, aku terobsesi pada Ai, karena di bawah pengaruh hipnotis. Aku masih cukup waras dan cukup bisa untuk mencari wanita yang lebih cantik dan sexy dari pada istri keponakanku sendiri!" Pete menjelaskan dengan wajah terlihat sangat tersinggung.     

"Okay. Itu menjelaskan semua. Bisa kita pergi sekarang?" Petter mengangkat kedua tangannya, saat melihat Pete seperti akan meledak.     

Pete tak menjawab, tapi langsung berbalik dan berjalan dengan cepat membuat Petter dan kedua anaknya harus berlari menyusulnya.     

"Uncle Petekalau marah benar-benar menyeramkan." Daniel sudah merasakan bertarung sungguhan dengan Pete dan tidak ada niat mengulangi lagi untuk seumur hidupnya.     

Mereka masuk ke dalam mobil dan menyusuri pulau itu. Karena terburu-buru dan transportasi ke pulau itu masih terbatas mereka berangkat terlebih dahulu. Sedangkan anak buahnya masih berusaha menyusul di belakang mereka     

"Makanya, jangan mengganggunya! Kamu bisa di jadikan daging cincang untuk bahan bakso!" Marco menasihati.     

"Astaga! Kenapa tidak cilok sekalian? Kamu ini, apa tidak ada makanan yang lebih elite?" protes Daniel.     

"Aku sukanya masakan asli Indonesia apalagi masakan Lizz luar biasa dan bakso bakar adalah makanan yang paling cocok untukmu," kata Marco menggoda.     

"Sialan!" Daniel menyahut sambil melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, tak sabar segera menjemput istri dan anaknya. Marco tersenyum karena berhasil menghilangkan ketegangan di wajah Daniel. Dia ingin Daniel bisa mengontrol dirinya menghadapi apa pun yang terjadi nanti, karena Marco merasakan firasat teramat sangat buruk.     

Masalahnya adalah, selama ini firasat Marco tak pernah salah.     

****     

"Bagaimana?" tanya seseorang yang duduk di kursi kebesarannya sambil menonton CCTV yang di pasang di seluruh penjuru pulau kecil itu.     

"Maaf, Boss. Kami meninggalkan Pete sendirian di sana. Dia bersikeras ingin menghabisi orang yang mau merebut Ai tercintanya," jelas salah seorang anak buahnya.     

"Dasar bocah sialan! Selalu mengganggu rencanaku. Kalau tak ku butuhkan, sudah ku buang dia dari dulu. Jadi sekarang bagaimana kondisi Ai dan anaknya?"     

"Ai masih tak mau makan. Dan kedua anaknya sama keras kepalanya, terus merengek minta bertemu Ibunya."     

"Biarkan saja mereka mati. Justru kalau mereka mati itu malah bagus untukku. Tujuannya memang memusnahkan seluruh keturunan Cavendish." Wajah orang itu terlihat penuh dendam.     

"Jadi sekarang Pete masih di sana?" tanya orang itu masih mengamti CCTV yang terliha masih hening.     

"Iya, Boss. Kami tidak bisa mencegah dan membawa Pete ke sini." Anak buahnya menuduk takut.     

Orang itu melihat salah satu komputer di depannya. "Di sini sinyalnya tak terlalu bagus, aku tak bisa mendeteksi sinyal yang di pancarkan dari chip di tubuh Pete dengan jelas," ucap orang itu sambil mengeryit karena sinyal dari Pete terlihat blur.     

"Mungkin anda harus pergi ke tempat yang lebih tinggi, Boss? Atau biar kami yang memeriksanya?"     

"Tidak perlu, aku bisa mengatasi ini. Baiklah, kau jaga di sini. Jika ada hal mencurigakan, segera hubungi aku."     

"Oke Boss."     

"Ah ... dan di mana anakku Victor?"     

"Dia sedang memasang jebakan sesuai intruksi yang anda berikan."     

Orang itu tersenyum. "Bagus ... beri tahu Victor untuk berhati-hati dan segera kembali ke markas jika keadaan tidak terkendali."     

"Baik bos."     

Orang itu membawa komputer ke luar ruangan dan mencari tempat yang lebih tinggi.     

Beberapa saat kemudian.     

"Bangsat ... Sialan dasar tak berguna," maki orang itu marah.     

"Ada apa, Boss?"     

"Sepertinya Pete tertangkap. Aku mendapat sinyal bahwa dia sedang bersama Daniel dan Jhonatan."     

"Bukankah Pete memang sedang melawan mereka bedua?" tanya anak buah itu.     

"Memang, tapi kelihatannya Pete berhasil di taklukkan. Karena di sana ada Petter. Aku curiga kedokku sekarang sudah terbongkar, karena sinyal mereka sedang menuju kemari!" ucap orang itu marah.     

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Boss? Apa kita harus lari atau melawan?"     

"Kita tidak lari, tapi tidak juga melawan," jawabnya membingungkan.     

"Kita akan memberi mereka pertunjukan dan pemeran utamanya adalah pewaris mereka," lanjutnya.     

"Sudah waktunya menunjukkan pada para Cavendish itu, apa yang bisa aku lakukan karena dulu mereka mengabaikan permintaanku."     

Orang itu kembali ke sebuah rumah dan mempersiapkan diri. "Beritahu Victor dan katakan untuk berada diposisi yang sudah aku tentukan."     

"Baik Bos." Anak buahnya segera menyampaikan perkataan bosnya.     

Orang itu berdiri dengan wajah muram. "Aku dulu baik dan naif, tapi kalian malah menghancurkan semua kenaifanku. Dulu ... bagiku kelurga adalah yang utama. Tapi ternyata aku bahkan bukan siapa-siapa yang pantas memperjuangkan cintaku sendiri."     

"Cintaku mati dengan tragis dan bahkan kalian hanya menatap tanpa mau menolongnya. Anakku Vicky juga mati dengan tragis karena Pete membalaskan dendamnya untuk Jhonatan. Semua karena keturunan Cavendish."     

"Sekarang ... kalian bukan hanya akan kehilangan wanita tercinta tapi juga keturunan kalian semua. Mulai dari Ai lalu si kembar, setelah itu jangan harap Lizz dan bayinya juga akan selamat."     

"Cintaku ... anakku ... hari ini aku berjanji akan membalaskan dendam kalian. Meratakan seluruh Cavendish."     

Janji orang itu dengan mata penuh tekad. Lalu dia mulai mengisi peluru di pistolnya.     

***     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.