One Night Accident

KEJAM



KEJAM

0Enjoy Reading.     
0

Warning :     

Mengandung adegan sadis.     

yang tidak kuat silahkan skip.     

***     

"Dasar jalang sialan!" teriaknya seraya menampar Ai berkali-kali, hingga membuatnya merasa sakit tak terkira.     

Ai merasakan asinnya darah dari sudut bibirnya. Air mata kesakitan sudah membanjir kedua matanya dan kepalanya sudah berkunang-kunang. Pipinya terlihat memerah dan lebam.     

"Aaakkhhhh ...!" Ai menjerit keras saat tiba-tiba perutnya di pukul dengan sangat keras. Napasnya tersengal, rasanya luar biasa sakit dan seketika dia merasa susah mencari oksigen dan ingin muntah.     

"Ku mohon jangan," isak Ai saat dengan suara lirih karena perutnya kaku dan seperti diremas-remas.     

"Aku dulu juga memohon. Namun percuma. Sekarang pun permohonanmu juga tidak akan berguna."     

Tanpa perasaan orang itu menyibak gaun yang sedang dipakai oleh Ai dan langsung merobek celana dalamnya. Ai memberontak lagi dan menendang-nendang tapi semua percuma, orang itu sudah memegang kedua kakinya dan membuatnya mengangkang lebar.     

"Tidakkkk, jangannnnnnn." Ai masih belum menyerah, dia melawan tapi tenaganya tidaklah seberapa. Karena dalam waktu singkat Ai merasakan sesuatu memasuki kewanitaannya.     

"Aku mohon jangan sakiti anakku." Ai menangis dan terus memohon.     

Tiba-tiba Ai merasa sakit luar biasa saat ada sebuah benda yang terasa mengaduk perutnya. Ai terus berteriak saat benda itu tak juga keluar dari kemaluannya dan perutnya semakin mulas dengan rasa sakit yang tidak bisa dia jelaskan.     

Perutnya terasa seperti diremas dan di peras dengan kencang dan rasanya sangat sakit dan perih semakin meningkat tajam disetipa detiknya. Tak lama kemudian dia merasa sesuatu yang basah mengalir deras keluar dari kedua pahanya dan benda itu keluar seperti menarik sesuatu yang lengket dari perutnya membuat Ai berteriak kesakitan lagi.     

Setelah benda yang mengobrak abrik perutnya sudah keluar Ai juga sudah tak sanggup berteriak lagi. Air matanya tak berhenti mengalir, perutnya sakit dan badannya lemas.     

Matanya masih terbuka namun kesadarannya sudah menipis. Ai masih bisa melihat orang itu menyeringai senang dengan gumpalan darah yang dia masukkan di dalam sebuah tabung.     

"Lihat ... ini anakmu dan aku sudah mengambilnya darimu. Adakah yang bisa kamu lakukan? Tidak ada." Orang itu tertawa terbahak-bahak dengan senang. Menaruh janin Ai di meja dan mengamati Ai yang sepertinya mulai lemas karena kehabisan banyak darah.     

Ai sudah tidak bisa bereaksi, tubuhnya mati rasa. Air mata memenuhi wajahnya mengetahui anaknya benar-benar direnggut paksa dari dalam perutnya.     

Ai tidak kuat menghadapi semua ini. Perlahan tapi pasti kesadaran mulai hilang dari pandangannya.     

Orang itu memegang tangan Ai memastikan dia masih hidup.     

"Bagus ... jangan mati dulu sebelum Daniel datang." Orang itu tidak mau repot-repot membersihkan kamar yang penuh darah. Dia hanya mengganti baju dan bersiap menyambut saudara-saudaranya.     

***     

BRAAKKK.     

Pete mengerem mendadak dan langsung     

menutup pintu mobilnya cepat ketika keluar dari sana.     

"Bagaimana posisinya?" tanya Pete pada Petter.     

"Dia masih di sini." Petter mengamati ponselnya yang berkedip.     

"Bagus. Daniel dan Jojo, bagaimana dengan rencana kalian berdua?" tanya Pete dari alat sambung komunikasi yang tadi sudah mereka bagi berempat.     

"Kami masih mencari Javier dan Jovan. Kerena ternyata rumah di hadapan kami juga lebih dari satu," jawab Daniel dari sebrang sana.     

"Berhati-hatilah, kami pergi ke tempat Ai. Aku janji akan mengembalikan istrimu dalam keadaan selamat," kata Pete.     

"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri paman, aku tahb kamu melakukan itu bukan atas kehendakmu sendiri. Aku akan jemput anakku dan segera menyusul ke sana untuk bertemu Ai!" kata Daniel lagi.     

Pete menatap Petter dan Petter mengangguk memberi tanda bahwa posisi sudah pas.Di mana anak buah mereka juga sudah berhasil menyusul.     

"Ayo cepat tak ada waktu berdebat!" Marco menarik     

Daniel pergi.     

"Hati-hati." Petter berucap sebelum memutuskan sambungan komunikasi dan diam mengintai penghianat di hadapannya.     

"Kenapa? Apa kamu berubah fikiran?" tanya Petter begitu     

melihat Pete seperti ragu-ragu.     

Pete berbalik dan berjalan cepat menuju sisi satunya.     

"Tidak, aku sengaja menyuruh mereka berpencar karena penghianat itu ingin kita menemui dirinya secara bersamaan. Pasti dia sudah menyiapkan jebakan. Jadi ... l nih baik kita hadapi dia sedang Daniel dna Jojo. Biarkan mereka menyelamatkan Javier dan Jovan. Lagi pula aku tak ingin mereka kecewa saat melihat wajah     

penghianatnya. Aku yakin Daniel tak akan bisa     

membunuhnya."     

"Kau akan tetap membunuhnya. Bagaimana kalau kita tangkap dan memenjarakannya saja? Bagaimana pun, dia kakak kita," kata Petter memberi usul.     

Pete menatap tajam ke arah Petter. "Jika kamu membelanya, kamu juga akan ku habisi. Penghianat itu menjadikanku boneka selama dua puluh dua tahun. Menyiksaku. Menjadikanku psikopat hingga menyebabkan diriku membunuh keluargaku sendiri yaitu anakmu Jhonatan! Dia tak pantas menyandang nama yang sama dengan kita, jadi lebih baik, ia di lenyapkan saja. Tak ada kata ampun untuk orang seperti itu!" Pete berjalan makin cepat saat melihat bangunan di depannya. Ternyata di depan sana kakak penghianatnya sudah menunggu dan menyambutnya dengan senyum tanpa dosa.     

Petter sudah menyiapkan diri dan sudah diberi tahu oleh Pete siapa yang berkhianat namun ... melihat dengan mata kepalanya sendiri Petter tetap merasa sakit dan kecewa.     

Kenapa? Kenapa kakaknya tega melakukan ini semua? Dosa apa yang telah dilakukan oleh Petter padanya hingga kakaknya memiliki kebencian begitu besar.     

Adakah sesuatu yang tidak dia ketahui selama ini? batin Petter menerka-nerka.     

"Selamat datang saudara-saudaraku, menyenangkan sekali kalian datang tepat waktu semoga saja kalian menikmati pertunjukannya," katanya santai.     

"Kenapa?" tanya Petter dengan wajah kecewa.     

"Kenapa? Kamu yakin menanyakan itu?" Kakaknya tersenyum miris.     

"Aku benar-benar tidak tahu. Apa kesalahan keluarga kita hingga kamu berhianat bahkan tega menghabisi keponakanmu sendiri?" Petter maju tanpa rasa takut. Padahal sudah jelas di sana lebih dari 10 orang masing-masing memegang senjata dan mengarah pada Petter dan Pete.     

"Sepertinya butuh waktu lama menjelaskannya. Bagaimana kalau kalian masuk dan kita bisa mengobrol sambil minum teh." Oranv itu menawarkan.     

Petter menggerakkan giginya karena kesal. Namun dia berusaha menahan diri.     

"Tidak perlu, cukup katakan di mana menantu dan cucuku. Aku akna menganggap kejadian ini tidak ada jika kamu menyerahkan mereka dengan keadaan selamat."     

Mendengar perkataan Petter orang itu malah tertawa kencang. "Adik ku yang sangat lugu. Apa menurutmu aku sebodoh itu? Menyerahkan mereka padamu? Jangan berharap h yang mustahil."     

Orang itu menatap Petter dan Pete dengan wajah sombong. "Jika kalian mampu, kenapa tidak kalian ambil sendiri. Kebetulan Ai ... ada di salah satu kamar di sini."     

Mendengar itu Pete dan Petter langsung bergerak maju. Namun baru satu langkah tanpa di duga sebuah bom di lempar ke arah mereka. Pete dan Petter langsung berlari dan merunduk saat bom itu meledak, tapi sayang beberapa anak buahnya yang ikut bergabung dengan mereka tak sempat menghindar.     

Anak buahnya terkecoh karena menyangka orang yang berdiri di teras rumah itu adalah Boss mereka, bukannya musuh.     

Pete langsung berdiri begitu efek ledakan bom sudah menghilang di pandangi kakak tertuanya dengan wajah marah.     

"PAULINE, AKU AKAN MEMBUNUH MU."     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.