One Night Accident

SAUDARA



SAUDARA

0Enjoy Reading.     
0

***     

"PAULINE AKU AKAN MEMBUNUHMU." Pete mengepalkan tangan dengan erat. Ingin segera mengeluarkan jantung Pauline dari tubuhnya.     

"Kamu yakin? Hm ... kalian lupa Ai masih ada di tanganku. Sedikit saja aku tergores kalian tidak akan pernah bisa mendapatkan Ai dalam keadaan hidup," ancam Pauline.     

"Di mana Ai?" tanyanya to the point tanya Pete berusaha menahan diri. Dia sudah berjanji pada Daniel akan membawa Ai dalam keadaan selamat.     

Petter hanya berdiri diam di sebelah kanan Pete, posisinya agak jauh karena saat ledakan tadi mereka sama-sama melompat. Dia diam bukan karena takut, namun sedang mengantisipasi gerakan kakaknya yang mencurigakan.     

"Karena sepertinya kalian sudah sangat merindukan Ai, aku akan mengajak kalian untuk melihatnya. Jadi ... adik-adikku sekalian ... mari ... silahkan masuk akan ku tunjukkan di mana Ai berada agar kalian tidak lagi menerorku dengan pertanyaan Ai ada di mana." Pauline berbalik namun dia kembali menoleh.     

"Tetapi sebelum masuk silahkan lucuti dulu senjata kalian jika ingin Ai selamat," katanya menatap tajam Pete dan Petter dan masuk terlebih dahulu.     

Pete dan Petter tidak bisa melawan mereka hanya pasrah ketika beberapa orang menghampiri mereka dan memeriksa seluruh tubuh mereka lalu menyita semua senjatanya. Setelah itu mereka digiring menuju rumah dan di dorong masuk hingga terduduk di depan kakak mereka.     

"Pete, jangan lupa cutter di dalam sepatumu juga harus di keluarkan. Kamu tak akan bisa menyembunyikannya. Kamu lupa? Akulah yang mengajarimu menjadi psikopat!" kata orang itu tersenyum lalu memberikan kode pada anak buahnya agar meminta cutter itu pada Pete.     

Pete mendengkus kesal, dia memberikan cutter itu pada anak buah si penghianat itu. Setelah itu mereka berjalan lagi memasuki salah satu ruangan di dalam villa sepertinya itu ruang keluarga.     

Saat baru mencapai pintu kakaknya berbalik dan menghadap mereka. "Welcome to my party!" katanya dengan senyum lebar tanda kesenangan akan segera di mulai.     

****     

Di sisi pulau yang lain.     

"Sial ... Kenapa selalu seperti ini?" umpat Marco ketika mereka semua sampai di lokasi.     

"Sepertinya kita harus berpencar lagi, biar lebig cepat!" Daniel memberikan usul begitu melihat bukan hanya satu, tapi beberapa villa di depannya dan semuanya bertingkat dua.     

"Ini lebih sulit dari kemarin," ucap Marco. Kemarin setidaknya walau ada puluhan rumah namun tidak tingkat. Sedang di depannya. Walau hanya beberapa villa namun semuanya berlantai 2 dan pasti memiliki banyak ruangan untuk bersembunyi.     

"Baiklah, semua menyebar. Yang menemukan anakku lebih dulu, segera hubungi kami!" Daniel memberikan perintah pada anak buahnya. Semuanya mengangguk dan bergerak cepat.     

"Apakah kita juga harus berpencar?" tanya Marco tidak rela. Entah kenapa dia merasa yakin ada sesuatu di sana dan dia tidak suka sendirian ketika menghadapinya.     

"Tentu saja kita juga harus berpencar, semakin banyak tempat yang dicangkau semakin cepat pula mereka diteukan. Dan jika kamu menemukan duo-J terlebih dahulu segera hubungi aku."     

"Baiklah kalau begitu."     

"Hati-hati!" Daniel berujar pada Marco sebelum mereka berpisah.     

Bagaimana pun, sebenarnya Daniel tidak suka melihat Jhonatan dalam bahaya, jujur saja Daniel maish mengingat traumanya dulu     

saat melihat Marco kecil berlumuran darah. Hal itu masih menghantuinya. Namun ... dia juga tidak mau anaknya mengalami nasib yang sama.     

Marco tersenyum. "Good luck, Brother!" Marco menepuk pundak Daniel lalu berbalik cepat.     

Daniel berlari ke sebuah villa dan diikuti beberapa anak buahnya. Begitu pun Marco. Marco sebenarnya sudah memiliki firasat di villa mana keponakannya di sembunyikan. Karena tadi, tanpa sengaja, sudut matanya melihat sebuah bayangan yang bergerak di villa itu. Tapi dia tak mau ambil resiko. Siapa tahu dua keponakannya di tempatkan pada tempat terpisah. Hal tersebut ia lakukan sekedar untuk berantisipasi.     

"Cepat!" Marco pada anak buah Daniel. Lalu ia menendang sebuah pintu dan langsung masuk dengan senjata yang siap dan tanpa basa basi mencari sasaran.     

Tetapi baru saja kakinya melangkah tembakan beruntun justru sudah terlebih dahulu memberondong mereka tanpa jeda sama sekali.     

Membuat Marco dan para Reed berpencar mencari perlindungan di balik berapa perabot yang tersedia. Baku tembak tak terelakkan.     

Marco beruntung karena dari segi personil, dia lebih banyak dari pihak musuh. Hingga Tak membutuhkan waktu yang lama semua musuh sudah berhasil di kalahkan.     

Marco senang karena semua anak buahnya tidak ada yang terluka tapi sekaligus curiga. "Kenapa semudah ini?" pikirnya.     

Baru Marco akan mengecek tiap kamar untuk mengetahui keberadaan si kembar sebuah televisi layar datar menyala dan menampilkan sosok dua keponakannya yang terikat di sebuah balkon yang berbeda dalam keadaan pingsan.     

"Hai Jojo, saya senang melihatmu sampai di sini dengan selamat. Tapi sebenarnya saya agak kecewa karena jujur saja saya lebih mengharapkan Daniel yang datang lebih dulu ke tempat ini. Namun ... tak     

apa, justru bagus kalau dia hanya bisa melihat akhirnya! Saya rasa penyesalannya akan berlipat ganda," ujar seseorang di dalam layar dengan ketenangan luar biasa.     

Mata Marco terbelalak lebar melihat wajah di dalam layar. Marco tak menyangka orang itulah penghianatnya. Karena selama ini, dialah yang paling akrab dan sayang padanya dari pada saudara ayahnya yang lain.     

"Bibi Pauline?" Marco menatap tidak percaya. Marc akan lebih tidak sakit hati seandainya penghianat keluarga mereka adalah Paul atau Pete karena mereka memiliki motif kuat. Kepemilikan Save Security. Namun ... bibinya? Kenapa? Kenapa orang yang paling dia sayangi yang menjadi dalang dari kematiannya.     

"Kenapa kaget seperti itu Jhonatan? Bukankah ketika kamu, Daniel dan Paul aku sekap kamu sudah mencurigai diriku?"     

Benar ... Marco memang curiga tapi saat kecurigaan menjadi fakta itu terasa menyakitkan di matanya.     

"Kenapa bibi melakukan ini? Padahal aku benar-benar menyayangi bibi dengan sepenuh hati. Bibi orang kedua yang paling aku sayangi setelah kakek." Marco menatap layar televisi dengan wajah kecewa.     

"Jujur saja ... aku sebenarnya juga sangat menyukaimu. Kamu lucu, penurut dan sangat menggemaskan. Sayangnya kamu malah menggantikan Daniel dan merusak semua rencanaku. Harusnya Daniel yang mati dan sebagai keponakan tersayang kamu akan menjadi bonekaku. Mempercayai semua perkataanku dan melakukan apa pun keinginanku."     

"Bibi berniat mengendalikan diriku?"     

"Lebih tepatnya menjadikanmu Raja Boneka."     

"Kenapa?"     

"Nanti ... setelah semua keturunan Cavendish aku lenyapkan. Kamu akan tahu untuk apa aku melakukan itu. Karena kamu adalah kesayanganku maka ... hanya kamu yang akan aku biarkan hidup. Jadi ... untuk saat ini sebaiknya kamu nikmati saja dulu pertunjukan dariku."     

"Aku akan lakukan apa pun yang bibi inginkan tapi ... lepaskan Ai dan kedua keponakanku," pinta Marco serius.     

"Sayangnya aku tidak tertarik. Aku hanya butuh dirimu. Selain dirimu tidak ada yang berguna."     

"Aku tidak akan melakukan apa pun jika kamu berani mencelakai Javier atau Jovan. Aku lebih baik ikut mati bersama mereka." Marco sekarang sadar dan baru memahami bahwa selama ini dia menyayangi orang yang salah.     

"Baiklah ... aku akan memberi keringanan. Anggap saja ini kompensasi karena sebentar lagi kamu akan jadi bonekaku," ucap Pauline seolah mengalah.     

"Saat ini kedua keponakanmu ada di satu villa yang sekarang kamu pijak tapi mereka di balkon yang berbeda."     

Marco baru akan mengamati lantai dua ketika suara Pauline menginterupsi dirinya.     

"Tidak perlu buru-buru. Lihat dulu sekelilingmu. Anak buahmu sudah aku lumpuhkan sekarang hanya tinggal kamu seorang yang bisa di andalkan oleh dua keponakanmu ini."     

Marco melihat sekeliling dan benar saja semua anak buahnya hanya diam tak bergerak seperti patung. Bagaimana mungkin? Apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?     

Marco terhenyak seolah baru sadar bahwa semua anak buahnya terkena hipnotis. Bagaimana orang itu bisa menghipnotis hanya dari pandangan, atau lewat suara?     

Apa dia sengaja menyembunyikan kemampuannya itu selama ini? Karena setahu Daniel dan Marco anggota keluarga Cohza yang bisa hipnotis hanya Daniel dan Petter.     

"Sebenarnya saya berharap bisa mencoba kemampuan hipnotis Daniel, tapi ya sudah, mungkin lain kali itu pun kalau dia masih selamat!" katanya diakhiri dengan tawa keras.     

"Apa sekarang kamu mengerti Jhonatan kenapa aku memilih dirimu dari pada Daniel untuk menjadi Raja bonekaku? Karena Daniel bisa hipnotis dan mengendalikannya akan menyusahkan diriku. Sedangkan dirimu ... kamu tidak memiliki bakat hipnotis. Kamu dan Pete adalah dua orang yang paling sempurna untuk menjadi bawahan ku."     

"Jhonatan sebagai Raja Cavendish yang berada di bawah kendaliku. Serta Pete mesin pembunuh Cohza yang tidak tertandingi dan dia juga ada di bawah kendaliku. Dua kekuasaan akan ada dalam gegamanku. Harusnya kamu bersyukur menjadi bagian dari itu." Pauline terseyum iblis.     

Marco menggerakkan gigi karena marah. Kedua tangannya mengepal ingin segera menendang wajah Pauline yang penuh tipu muslihat itu.     

"Ah, hampir lupa aku sudah menyiapkan penembak jitu untuk menghabisi kedua keponakanmu tercinta. Tapi aku akan izinkan kamu menyelamatkan salah satunya. Keputusan ada di tanganmu, terserah kamu mau yang mana. Silahkan kamu pilih ingin menyelamatkan Javier atau Jovan!" katanya terkekeh seolah itu hal yang sangat menyenangkan.     

Marco menendang layar itu hingga pecah berkeping-keping. Dia benar-benar tidak menyangka memiliki iblis di dalam keluarganya.     

Saat ia menoleh, tiba-tiba sebuah layar yang berada di tembok mulai menyala di sisi lain ruangan.     

"Bwahahahaha ... kau pemarah sekali ya." ucapnya.     

"Lepaskan si kembar!" teriak Marco marah.     

"Kalau bisa, lepaskanlah sendiri! Seperti akan lebih menarik jika aku memberi batas waktu. Ah ... baiklah aku akan memberikan waktu sesempit mungkin, bagaimana jika kamu segera berlari. Karena saya hanya memberi waktu lima belas detik."     

"Apa maksudmu?" tanya Marco mulai khawatir.     

Pauline hanya tersenyum. "Lebih baik kamu bergegas mencari kedua keponakanmu. Sudah aku katakan bukan mereka ada di balkon berbeda dan sudah tersedia penembak jitu yang siap melenyapkan nyawanya. Jadi ... bergegaslah karna aku akan mulai menghitung mundur dari sekarang."     

Marco melotot mendengarnyam.     

"15 ... 14 ...."     

Marco tersadar ketika hitungan sudah di mulai. Dengan panik dia berlari naik ke lantai dua dengan sangat cepat. Dibukanya setiap kamar dengan kasar dan semakin panik saat hitungan mulai mendekati angka lima.     

Satu kamar lagi dia terobos dan Marco mendapati ada balkon di sana harapan menghampirinya. Marco langsung berlari menuju balkon itu dan di sana Jovan terikat dengan dada yang terdapat bintik merah bertanda dia adalah sasaran bidik.     

Dengan cepat Marco menubruk tubuh kecil Jovan dan membawanya berguling bertepatan dengan suara menggelegar kaca yang pecah berkeping-keping di atasnya.     

****     

TBC.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.